Mereka lalu pulang dari bulan madu dan disambut baik oleh keluarga. Nabila beserta Leo sepakat untuk segera menjalani aktivitas masing-masing tanpa menunggu lebih lama. Lusa harinya, Nabila pergi ke kampus.
Di sana dia baru sadar jika dirinya menjadi bahan gunjingan. Tak ada yang mau mengatakan apa pun padanya, tetapi berdasarkan indera pendengarannya Nabila mendapat informasi sedikit.
Mereka membicarakan Nabila sebab suaminya, Leo. Sosok pria yang memakai topeng sebelah menampakkan sosok misterius kharismatik dan itulah nilai Leo yang membuat para gadis terpikat.
Mereka ingin mengenal Leo lebih dekat. Sekarang Leo telah menjadi artis dadakan di kampusnya. Nabila tersenyum kecut. Apa jika mereka melihat penampilan Leo yang sesungguhnya, mereka akan memujanya? Nabila sangat berharap rahasia Leo akan selalu menjadi rahasia.
Biar hanya keluarga yang tahu. "Nabila," Nabila memalingkan wajah pada Marco yang berdiri di dekatnya.
"Kau dari mana saja? Aku tak melihatmu selama beberapa hari, apa kau sakit?" tanya Marco seraya duduk di samping wanita itu.
"Tidak ... aku tak sakit tapi mmm ... aku berbulan madu dengan Leo." Marco membulatkan mata.
"Kau berbulan madu?!" Sontak semua orang memandang keduanya. Nabila tersegih sementara Marco memasang wajah tak percaya.
"Bisakah kau merendahkan suaramu? Aku malu!"
"Kau serius mengatakan hal itu. Kau dan Leo berbulan madu." Rona wajah Nabila langsung tersipu malu. Dia menunduk kemudian mengangguk pelan.
"Ap-apa kalian melakukan ...." Tentu saja Nabila tahu maksud Marco dan mengucapkan kata 'ya' dengan pelan. Marco masih memandang tak percaya.
Hatinya pedih tapi dia tak bisa mengatakan atau pun mengekspresikannya karena di depannya Nabila terlihat bahagia. "Marco, kenapa kau pasang wajah datar seperti itu? Apa ada masalah?"
Marco menyembunyikan luka di hati dengan tersenyum kecut. "Tidak apa-apa. Itu bagus semoga kau dan dia bahagia." Nabila ikut tertular senyuman kecut Marco namun senyumannya adalah senyuman kebahagiaan.
Tak lama kemudian Jessica mendatangi mereka dengan tampang damai. Sesuatu yang perlu diwaspadai. "Hai Marco, Nabila." Keduanya langsung melihat pada gadis itu.
Jika Marco menampakkan wajah waspada maka Nabila sebaliknya. Dia membalas dengan senyuman karena moodnya sedang baik. "Hai Jessica."
"Eh aku dengar kau sudah menikah. Selamat ya."
"Terima kasih."
"Kau sudah selesai, kan bicara dengan Nabila? Pergilah." usir Marco tiada berperasaan.
"Marco, jangan seperti itu." sergah Nabila membela Jessica.
"Untuk apa kau membelanya, Nabila? Dia sudah melakukan sesuatu yang buruk padamu!"
"Marco, diam!" Marco akhirnya mengunci mulutnya rapat-rapat demi Nabila. Dia memang seperti itu, akan patuh pada sahabatnya itu.
"Oh iya Nabila, kau diundang ke pestaku. Biasa ... acara ulang tahunku. Datanglah, jangan lupa bawa suamimu."
"Baiklah aku akan datang." Jessica lalu melihat pada Marco.
"Marco, kau juga datang ya." Marco mendengus sebelum setelahnya mengangguk. Jessica kemudian pamit dan pergi meninggalkan keduanya.
"Apakah menurutmu ada yang janggal?" Nabila menggeleng.
"Jessica tak memarahimu karena berada di dekatku. Aku yakin, dia pasti melakukan sesuatu yang buruk padamu."
"Tidak Marco, buktinya dia itu baik mau mengundangku dan Leo ke pestanya."
"Sebaiknya kau dan dia tak usah datang ke sana. Jessica itu--"
"Marco, aku tahu kamu sangat peduli padaku tapi jangan paranoid begitu. Aku akan baik-baik saja bersama Leo." Marco mendengus.
"Kenapa kau ini selalu keras kepala?" Di lain pihak, Jessica berjalan menghampiri kedua temannya dengan senyuman ganjil.
"Jadi bagaimana?"
"Tentu saja mereka mudah percaya bodoh. Aku sudah bilang pada kalian, Nabila adalah gadis polos yang mudah dibohongi."
"Tapi kau serius, kan Jessica menyangkut suaminya Nabila ... si Leo itu. Apa benar dia itu cacat?"
"Tentu saja. Aku mendapat kabar dari Ayahku sendiri, kalau Leo pernah kecelakaan dan mengakibatkan sebagian wajahnya terdapat luka yang sangat mengerikan. Nanti ketika di acara kalian pasti melihatnya."
"Wah kalau begitu mereka cocok sekali ya. Nabila cacat kaki sementara suaminya itu cacat wajah." Kedua temannya itu tertawa menciptakan delikan dari Jessica.
"Bisakah kalian diam?! Aku tak mau mereka semua mendengar. Ini adalah rahasia dan hanya kita yang tahu tentang ini. Biar semua orang tahu kalau Leo cacat saat di pesta." balasnya dengan seringai.
🌟🌟🌟🌟
"Pesta?" Nabila mengangguk pada Leo dengan senyuman lebar.
"Dia mau mengundang kita di pestanya. Apa kau mau menghadiri acara itu denganku?"
"Ya, aku juga sepertinya tak akan lembur besok."
"Baiklah. Berarti kita pergi berdua. Kau tahu Leo ini pertama kalinya, aku diundang ke pesta temanku. Awalnya hanya pesta Marco yang sering aku datangi tapi sekarang Jessica temanku mau mengundangku ... hmm aku rasa ini semakin lama semakin baik untukku."
"Aku juga. Ayo sini duduk." Gerakan Nabila yang awalnya mondar-mandir karena bekerja di kamar terhenti melihat Leo menepuk kedua pahanya.
"Kau mau aku duduk di pangkuanmu?" Leo mengangguk.
"Untuk apa?"
"Sudah ayo duduk saja." sahut Leo seraya menarik tangan Nabila dan menempatkannya di kedua pahanya. Dibuatnya agar saling menghadap lalu Leo memandang terus pada istrinya itu.
Nabila merasakan kerisihan luar biasa hanya bisa menunduk. "Leo, kenapa kau melihatku seperti itu?"
"Karena kau cantik." jawab Leo lugas.
"Ak-aku cantik?" ulang Nabila terbata-bata.
"Kenapa kau ragu begitu?"
"Karena aku sering dikatakai jelek oleh teman-temanku."
"Maka temanmu itu bohong. Kau cantik dari sifatmu dan tak ada yang bisa menyaingi dirimu atas hal itu." Nabila perlahan meluruskan kepala, menatap haru pada Leo.
Dengan posisi yang sama keduanya saling memangut bibir. salah satu tangan Leo menyelinap masuk ke dalam baju Nabila yang sama sekali tak protes.
Tiba-tiba saja Adam datang tanpa mengetuk. Pria tua itu membuka pintu kamar sang cucu dan hendak memanggil Leo akan tetapi melihat Leo dan Nabila sedang bercumbu, Adam otomatis salah tingkah lalu keluar secepat yang dia bisa.
Leo dan Nabila sama-sama terkejut akan kehadiran Adam namun sesaat keduanya tertawa melihat salah tingkahnya Adam.