Setelah makan malam yang romantis, Leo dan Nabila kemudian menuju kediaman DeMonte. Sesekali mereka saling menatap lalu menggariskan senyuman. Ketika Leo berpaling dari Nabila, wanita itu menampakkan raut wajah sendu.
Dia lalu memilih memandang pada jendela kaca mobil. Leo sudah menjadi seperti yang dulu lagi. Memiliki ketampanan dan kekayaan. Otomatis kehidupannya yang dulu akan kembali lagi. Dipenuhi banyak wanita. Sepertinya Nabila tak akan berada di sisi Leo untuk waktu yang sangat lama atau menghilang dari hadapan suaminya itu.
Karena terus saja berpikir, Nabila tak menyadari mereka sudah sampai. "Nabila," Nabila cukup terperanjat dan segera menoleh pada Leo yang membuka sabuk pengaman yang dikenakan.
"Kita sudah sampai." Nabila lagi-lagi menyunggingkan senyuman palsu lalu keluar juga dari mobil. Dihampirinya Leo yang merangkul pinggangnya kemudian masuk bersama-sama. Begitu masuk mereka langsung disambut oleh para pelayan dan semua anggota keluarga.
Mereka berbahagia akan kedatangan Leo beserta wajahnya yang sudah tampan kembali tapi tidak dengan Nabila yang terus saja memasang senyum palsu. Kadang-kadang dia memisahkan diri dari keluarga dan merenung. Tentu saja Leo menyadarinya. Dia lantas mendekat lalu menggenggam tangan Nabila.
Karena hal itu Nabila memusatkan perhatian pada suaminya. "Kau kenapa melamun? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu." Nabila menggeleng dan kembali memberikan senyuman palsu.
"Jangan berbohong, ayo katakan."
"Tidak apa-apa Leo. Aku hanya memikirkan kedua orang tua dan kakekku saja. Sudah lama sekali aku tak melihat mereka."
"Oh begitu, apa kau mau bertemu dengan mereka?" Wanita itu mengangguk. Dia tak bohong akan hal itu.
"Kalau begitu besok kita pergi setelah kau pulang kuliah. Aku akan menjemputmu."
"Iya."
"Baguslah, sekarang aku ingin sesuatu." Tiba-tiba Nabila merasakan rangkulan Leo menjadi begitu erat sedang dirinya dipaksa mendekat. Nabila menoleh dan terkejut melihat wajah tampan Leo dari dekat.
Ditambah dia tersenyum membuat hati Nabila bergejolak hebat. Buru-buru Nabila memalingkan wajah sekaligus mendorong Leo agar menjauh. "Ak-aku harus pergi. Ad- ada pekerjaan di dapur."
Gugup, wajah bersemu dan salah tingkah. Leo lantas menarik kesimpulan bahwa istrinya itu malu diperlakukan mesra tapi ada sedikit yang mengganjal di hati Leo. Mengapa dia ditolak istrinya sendiri? Pasalnya baru kali ini Leo mendapatkan penolakan.
Nabila yang salah tingkah memang benar pergi ke dapur. Melihat piring-piring kotor, Nabila segera mencuci piring. Sesekali dia menggelengkan kepala sebab selalu membayangkan wajah Leo. Beginilah resiko punya suami yang tampan, selalu terbayang-bayang.
Beberapa jam berlalu, malam tiba dan semakin larut. Sampai waktu itu pun Nabila tidak bisa berpikir jernih dan selalu menghindar dari suaminya hingga tiba saatnya Nabila ke kamar.
Di sana Leo telah menunggu dengan piyama. Begitu melihat penampilan seksi dari Leo, Nabila awalnya terkejut namun dia berdeham sebentar lalu membaringkan diri seraya menyelimuti tubuhnya. Leo ikut berbaring di samping dan memeluk Nabila dari belakang.
"Nabila, kenapa hari ini aku merasa kau mencoba jauh dariku?"
"Tidak,"
"Bohong! Sekarang saja kau tak menatapku." Nabila sontak saja menoleh. Dia hendak mengatakan tegas kalau dia tak menjauh dari Leo. Namun sebelum itu terjadi, bibirnya dikunci oleh bibir suaminya sendiri.
Leo melumat bibir Nabila dengan lembut dan bahkan mencoba membuka mulut Nabila. Tentu saja Nabila mengizinkan hal itu. Dia mulai terbuai dengan sikap Leo yang menciumnya sedikit agresif. Tangan Leo bergerilya di setiap jengkal tubuh Nabila dan membuka kancing piyama mereka berdua satu per satu.
"Ahh ...." Wanita itu menggigit bibirnya dalam-dalam agar tak mendesah. Kedua matanya terus terpaku pada Leo yang berada di atasnya dan memegang kendali permainan.
Wajahnya tersipu malu sekali lagi melihat bagaimana tampan dan seksi prianya ketika diterangi cahaya rembulan. Malam itu mereka habiskan dengan melepas rindu wajar saja mereka sudah tak melakukan hubungan intim selama beberapa bulan terlebih Leo.
Dia terlalu merindukan Nabila.
🌟🌟🌟🌟
Keesokan paginya cahaya matahari menembus jendela yang gordennya terbuka. Leo memeluk erat tubuh Nabila yang telanjang seraya menutupi cahaya matahari yang ada di belakangnya.
"Tinggallah di sini lebih lama, aku akan meminta izin dari pihak kampus agar kau tak kuliah hari ini." Sebagai balasan Nabila menggeleng lemah.
"Aku harus pergi untuk menyelesaikan kampusku. Kau juga, kan sudah berjanji kalau kita akan ke rumah orang tuaku." Leo cemberut. Dia pun melepaskan Nabila yang duduk. Sinar matahari mendadak menyilaukan mata Nabila jadi dia menyipitkan matanya lalu beralih pada Leo yang masih saja tertidur.
Nabila memandangnya dan berhenti tepat di bibir. Dia lalu berangsur mendekatkan bibirnya ke bibir Leo untuk dikecupnya sekilas. Tiba-tiba saja Leo menangkap Nabila dan kembali membuat dia terbaring lagi.
"Kau ini bikin kaget saja." Leo terkekeh. Dia kembali mengecap rasa manis bibir milik Nabila dengan bibirnya selama beberapa detik.
Setelah dilepaskan Nabila tersenyum kemudian memudar setelah beberapa detik. "Leo,"
"Ya sayang,"
"Kau sudah tampan kembali dan juga kaya. Apa kau tak pernah terpikirkan untuk mendapat seorang wanita yang setara denganmu?"
"Maksudnya?"
"Yah yang sama denganmu. Pintar, cantik dan juga kay--"
"Tidak perlu." Nabila menunjukkan ekspresi bingung.
"Aku sudah diberikan istri yang baik dan pengertian. Kenapa aku harus memilih seorang wanita lagi? Percayalah Nabila, aku mencintaimu. Aku ingin memiliki rumah tangga denganmu dan juga memiliki anak darimu." lanjut Leo dengan senyuman yang membuat dia makin tampan saja.