TERIMAKASIH TELAH MEMBACA KISAH NUGROHO DAN SENDA.
SELAMAT MENIKMATI CERITA MEREKA BERDUA!
#NB : Jangan lupa memberikan bintang, komentar, review, dan dukungan untuk cerita ini ya.
_____
Februari, 2019
'Maaf, menurut hasil pemeriksaan, Bapak infertil. Ini berarti Bapak tidak bisa memberikan istrinya keturunan.'
Ucapan Dokter Sonya beberapa hari lalu kembali terngiang. Laki-laki itu memeriksa kesuburannya, kenapa sampai saat ini tidak bisa menghamili Senda?
Ya... Seharusnya Nugroho baik-baik saja, terlebih Senda sakit. Pernikahan mereka juga belum legal. Pria itu bisa membeli ramuan yang membuatnya bisa menghamili Senda nanti. Atau, Nugroho sekaligus mengadopsi Senda saja mengingat selisih usia mereka.
Yang terakhir tidak masuk akal. Tetapi ketika Senda sudah menginginkan anak, mungkin mereka bisa membuat bayi tabung—atau mengadopsi tadi.
Nugroho menghela napas. Yang harus pria itu pikirkan sekarang seharusnya kesehatan Senda. Sudah hampir dua minggu Senda sakit. Terbaring di kasur tanpa bisa melakukan apa-apa.
"Mas, toko sama galeri tutup?"
"Sementara. Mas lagi cari karyawan baru. Saya mau jagain kamu."
Senda cukup tersanjung mendengarnya. Laki-laki ini mengkhawatirkan dia. Laki-laki ini memang cuek, tetapi ia tahu kapan harus memberi perhatian lebih untuk orang yang berharga baginya.
"Aku masih bisa jaga diri. Seenggaknya Mas bisa buka beberapa jam sepulang mengajar sampai tutup. Kalau pelanggan kabur gimana?"
"Hmm... Ini sudah ada beberapa yang mendaftar. Santai saja. Makanya, kamu cepet sembuh, dong."
Senda mengangguk, ia juga ingin sembuh. Senda lelah hanya berbaring di kasur tanpa bisa melakukan apa-apa. Meski lebih tepatnya, Nugroho yang melarang Senda melakukan ini itu.
"Mas pinjem HP, mau main ML."
"ML?"
"Mobile Legends."
Pria itu berlagak pura-pura tak mendengar. Membuka seragam gurunya dari atas hingga terbuka semua.
"Making Love aja ya."
"Aduh, Mas. Mana nafsu? Senda sakit. Butuh bed rest. Nanti kalau Senda banyak gerak dan mengeluarkan tenaga ekstra malah nggak sembuh-sembuh." Senda mendorong kepala Nugroho yang sudah mengulum putingnya.
Astaga, gadis itu telanjang tiap kali sakit. Bergulung selimut tebal yang mempermudah sang suami menyentuhnya.
Nugroho mengehela napas, kecewa. "Sudahlah, saya mandi saja."
Senda mengangguk. Mengambil ponsel suaminya dan memainkan jemarinya di sana. Tidak jadi membuka aplikasi permainan melainkan menuju aplikasi olshop untuk mengecek apa ada customer yang membeli bukunya?
"Mas, Mas nggak berkunjung ke rumah orangtua Mas?"
Laki-laki itu menoleh, memberikan tatapan tajam baginya. Bukan takut, Senda justru mencubit pria itu karena telah menatapnya galak. Apa-apaan sih, Nugroho?
"Ih, apaan sih? Ditanya beneran."
"Kalau saya pulang, saya nggak akan boleh balik lagi kesini. Sen, saya sudah terlalu sering meninggalkanmu, mengecewakan kamu. Saya nggak mau bikin kamu nangis lagi."
"Mas, Senda nggak mau dibenci sama Mama kamu. Senda menikah sama kamu untuk membantu kamu berbakti kepada orangtua Mas, terlebih Mama. Senda nggak mau dibilang merebut Mas dari orangtua Mas."
Oh Senda, kenapa gadis itu terlalu polos? Mamanya tidak akan segan-segan membentak Senda setelah delapan bulan mereka hilang dari rumah. Mama Nugroho sangat membenci Senda.
"Ayo mandi." Laki-laki itu menyibak selimut Senda dan menggendongnya.
"Pikirin kata-kata Senda, Mas. Senda nggak mau semakin dibenci."
Nugroho tak mengacuhkan Senda. Ia mengguyur tubuh mereka di bawah shower dengan air hangat. Menyabuni tubuhnya sendiri dan juga Senda.
"Ahh... Mas Nug sengaja."
Laki-laki itu diam, berlama-lama di dada Senda menyabuninya. Tubuh Senda terasa seperti dialiri aliran listrik. Tubuhnya menggigil.
"Stop it!"
Mulut dan tubuh Senda tidak berkonspirasi. Mulutnya menolak, tetapi tubuhnya menerima. Senda basah, putingnya mengeras.
Sensasi gatal di pangkal kakinya membuat Senda terpaksa melihat ke arah suaminya. Laki-laki itu juga mengeras, mengacung tegak seolah siap menyerang Senda.
Ketika Senda terengah-engah, ia menatap sayu pria itu. Ternyata sama. Pria itu buru-buru mencium Senda, saling memagut, berbagi kehangatan.
Di bawah sana, Senda mengangkat satu kakinya di pinggang Nugroho. Dengan sigap pria itu memasuki Senda, seperti telah mengenal tiap inci tubuh sang istri.
Mereka bergerak, liar, hanya suara desahan yang menggema. Pantulan tubuh mereka yang Senda lihat dari kaca—ketika laki-laki itu menekan Senda di dinding, kecilnya kaki Senda yang melingkari tubuh besar Nugroho. Terpaksa membuat gadis itu menggigit lengan suaminya tiap kali mencapai pelepasan.
Ternyata, Senda memang kecil. Bahkan ingin menggigit leher suaminya saja Senda tak sampai.
"Mas, capek."
"Aku belum selesai." Nugroho terengah-engah. Napas lelaki itu putus-putus dan menaikkah gairah Senda kembali.
"Senda udah empat. Besok Senda nggak bisa jalan."
Laki-laki itu mempercepat gerakannya. Memeluk Senda seerat-eratnya. Senda melayang, terlebih ketika laki-laki itu menekannya kuat, semburan hangat terasa di dalam perutnya. Terlalu banyak, mungkin, karena Senda merasakan cairan itu meleleh di pahanya ketika laki-laki itu melepaskan diri.
"Lima."
*
"Senda!"
Senda tersenyum, tetapi Nugroho menahannya. "Hati-hati."
"Itu Mama kamu, Mas. Bukan monster."
Laki-laki itu diam, meletakkan bingkisan yang dibawanya dan memeluk Senda. Sudah sangat lama pria itu tidak menginjakkan kaki di rumahnya. Rindu, tetapi ada sesuatu yang harus ia jaga. Ia tak ingin kehilangan Senda. Ia tak ingin Senda terluka. Sebab, Senda memang berharga baginya.
"Kenapa kamu lama nggak kesini?" Bu Lintang memeluk Senda sambil cipika-cipiki. Nugroho mengernyit. Sejak kapan?
"Iya, maaf ya, Ma. Senda sakit belakangan ini. Tapi Senda berhasil ajak Mas Nug."
"Mama nggak peduli. Dia nggak butuh Mama lagi sepertinya. Lagi pula anak Mama bukan cuma Nugroho. Warisannya Papa bisa Mama kasih ke Ranti dan Mayang."
Kenapa mereka dekat? Nugroho menarik tangan Senda, membuat tubuh gadis itu terpental dan terkurung dalam pelukannya.
"Jelasin."
Selama ini Nugroho dibohongi Senda?
"Jangan kasar sama Senda. Senda bahkan lebih menyayangi Mama daripada kamu yang anak Mama sendiri." Sindir Bu Lintang.
"Mama masak apa? Mas Nug bilang kangen sama masakan Mama."
"Kangen kok nggak pernah pulang?"
"Mas Nug kerja, Ma. Apalagi sekarang kita punya galeri dan toko."
"Oh iya, kapan kamu mau legalin pernikahan kalian?"
"Secepatnya." Ujar Nugroho. Ia menarik tangannya menuju kamar. Masih bersih, tidak ada debu sama sekali. Senda selalu membersihkannya tiap kali datang kesini.
Senda merebahkan diri di atas kasurnya. Kasur ini sangat nyaman. Seperti sengaja diciptakan untuk mereka berdua bercumbu mesra.
"Kamu sama Mama kok akrab?"
Senda terkekeh. "Mas, orangtua Mas itu cuma butuh bukti. Mereka takut karena Senda masih kecil, Senda akan menyusahkan Mas Nug. Senda nggak bisa ngurus Mas Nug, Senda menghamburkan uang Mas. Tapi delapan bulan ini, Senda sudah berhasil karena Mas selalu baik-baik saja bersama Senda."
"Mereka tahu waktu saya ditipu?"
Senda mengangguk, "Waktu itu mereka marah sama Senda. Terutama Mbak Mayang—adek Mas Nug. Tapi semangat Senda bisa meyakinkan mereka."
"Jadi selama ini kamu juga menipu saya?" Laki-laki itu pura-pura merajuk.
"Enggak! Senda nggak nipu. Senda usaha biar kita dapat restu."
Melihat gadis itu berkaca-kaca membuat Nugroho tak tega. Ia memeluk Senda dan kembali menciumnya.
"Terimakasih. Istriku memang pintar."
Laki-laki itu memeluk Senda erat. Modus, tangan nakalnya mulai meremas dada Senda. Senda terlonjak, melotot pada Nugroho yang menatap penuh harap padanya.
"Umm... Mas, ini di rumah orangtua kamu."
"Saya nggak tahan lagi."
"Baiklah."
Senda mendorong Nugroho, berguling tengkurap. Menggoyang-goyangkan pantatnya seperti hewan.
"Gadis nakal." Pria itu memukul bokongnya, tetapi Senda justru bergairah.
Ketika pria itu membuka rok Senda dan tak menemukan penghalang, pria itu melakukannya dengan kasar yang memabukkan.
"Mas Nug..."
Bahkan suara napas berat laki-laki itu mampu menghantarkannya ke puncak dalam hitungan detik.
"Wait, kamu sudah sampai?"
"Sejak nonton film dewasa di laptop Mas tadi Senda udah pingin."
Oke, jadi ia harus mengatakan apa jika begini? Senda benar-benar gadis nakal 'kan jika Seperti ini? Beruntungnya Nugroho.