Chereads / PISANG HALAL / Kisah Untuk Senda 09

Kisah Untuk Senda 09

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA KISAH NUGROHO DAN SENDA.

SELAMAT MENIKMATI CERITA MEREKA BERDUA!

#NB : Jangan lupa memberikan bintang, komentar, review, dan dukungan untuk cerita ini ya.

_____

Januari, 2020.

"Senda... Aku sudah jahat banget sama Senda 'kan Mas?" Vero tak berhenti menangis, "Kenapa kamu tega melakukan itu semua sama Senda? Aku nggak seharusnya ada di sini."

Nugroho menggeleng—memeluk Vero, ia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang telah ia lakukan kepada Senda. Setelah Senda, Nugroho tidak ingin kehilangan Vero.

"Kamu nggak salah, Vero. Ini kesalahanku yang melibatkan kamu. Maaf..."

"Senda pasti benci banget sama aku, Mas," Vero memukul dada Nugroho, "Dari dulu, aku tahu Senda benci banget sama aku. Senda sesayang itu sama kamu—dia orang paling nggak mau kehilangan kamu, Mas."

"Aku tahu, Vero. Aku tahu. Maaf..."

"Mas," Vero mendorong tubuh Nugroho agar menjauh. "Kamu nggak mikir kalau aku... Hamil anak orang lain?"

Pria itu mengambil tangan Vero—menciumnya. Satu rahasia belum Pria itu tunjukkan pada Vero.

"Sebulan setelah pernikahan kita, aku dapat telepon dari Dokter Sonya. Dia bilang--"

Air mata pria itu, jatuh. Salahkah?

Mas sendiri yang bilang sama Senda. Kalau ada apa-apa harus Senda saring dulu benar salahnya. Bisa dipertanggung jawabkan atau tidak. Tapi, kenapa Mas marah sama Senda?

Ucapan Senda terngiang, hati Nugroho remuk redam.

"Dokter Sonya bilang apa?"

"Hasil tes pemeriksaan tertukar. Senda yang mandul, bukan saya. Dengan Alya, dulu Senda sering meminum ramuan alami sampai pingsan. Senda sudah berusaha menjadi perempuan yang sempurna. Tapi, yang saya lakukan justru menghancurkannya."

Air mata Vero luruh kembali, pria itu menangis. Iya, jadi salah siapa? Tidak ada yang salah, keduanya sama-sama terluka. Jadi, ini alasan pria itu hidup dengan cara menghukum diri? Membunuh diri sendiri—ia merasa sangat berdosa dan dihantui rasa bersalah.

"Aku jahat banget, Ver. Terakhir kali, aku memperkosa Senda."

"Sekarang dimana Senda?"

Nugroho menggeleng, pertanyaan itu seolah membunuhnya. Nugroho ingin bisa menjawab keberadaan gadis itu, tapi ia justru semakin terluka.

"Mas Nug..."

"Senda meninggal, Vero. Aku terlambat, bahkan aku belum sempat mengucapkan maaf."

Vero menghapus air matanya. Senda, meninggal? Bagaimana bisa? Gadis hiperaktif itu tidak mungkin melepaskan Nugroho. Senda seharusnya masih di sini. Senda seharusnya datang—membentak atau memukul Vero seperti seharusnya. Senda tidak mungkin semudah itu menyerahkan Nugroho untuk Vero. Tapi, kenapa secepat itu dia pergi?

"Alya bilang, Senda selalu menangis setiap malam. Kandungan Senda lemah tapi dia sudah bersumpah untuk tidak pernah minum obat. Dia membiarkan dirinya sengsara."

Bapak harus selalu sehat. Bapak kan sudah umur, nanti siapa yang jagain Senda dan anak-anak kita kalau Bapak sakit? Siapa yang kasih makan dan pelihara Senda dan anak-anak Bapak kalau Bapak sendiri nggak bisa jaga diri?"

"Kamu kayak lagi ngomong sama Bapakmu, bukan pacar."

"Selisih usia kita itu jauh, Pak. Jadi kita berdua harus pintar mengatur strategi supaya sama-sama bahagia di hari tua. Tetap bersama lebih lama. Bapak tahu, Senda nggak bisa membayangkan sulitnya hidup jika kehilangan Bapak."

Seharusnya Senda masih disini, seharusnya Nugroho bisa memberi makan dan memelihara Senda dan anak mereka seperti harapan Senda tiga tahun lalu.

Tapi, Nugroho gagal.

Nugroho menyakiti Senda.

Nugroho meninggalkan Senda.

Nugroho menghancurkan Senda.

Harapan mereka, impian mereka, sesuatu yang telah mereka bangun bertahun-tahun hancur begitu saja.

"Pergi dari sini, kamu."

Nugroho mendorong tubuh Senda agar keluar dari rumahnya. Tak peduli hujan mengguyur tubuh Senda—pun baju Senda yang telah robek dimana-mana akibat perbuatannya.

Tapi, saat itu Senda hanya diam. Dia berusaha bangkit dan pergi tak peduli tangan dan lututnya berdarah. Nugroho mengikutinya diam-diam. Memperhatikan Senda pergi kemana.

Bahkan, saat dua orang preman mencoba menyentuh Senda—perempuan itu tetap diam, seolah tak punya harapan. Senda membiarkan preman-preman tersebut membawa Senda ke tempat sepi dan mencabulinya.

Senda sudah kehilangan tenaga, ia hanya bisa pasrah menerima. Senda pingsan. Nugroho yang tidak pandai bela diri berusaha menyelamatkan Senda. Ia menelepon polisi, membawa Senda ke rumah sakit dan menitipkan Senda kepada Alya. Meminta bantuan Alya secara rahasia.

Karena, meski Senda telah menyakitinya, Nugroho tidak bisa berhenti untuk mencintainya. Ya, katakan saja lelaki itu bodoh urusan cinta.

Di hidup Nugroho, hanya akan selalu ada nama Senda.

Di samping itu, seminggu kemudian resepsi Nugroho harus tetap dilaksanakan. Mama, Papa,

Mayang, Nara, semua kecewa dengan Senda. Mereka tak punya pilihan lain selain melamar Vero

sebagai pengganti Senda.

Diam-diam, pria itu selalu datang ke rumah sakit untuk menjenguk Senda.

Setiap sore, gadis itu akan menghabiskan waktu untuk bermain di taman bersama anak-anak sakit di rumah sakit itu.

Gadis itu sering mendongeng dan memberikan semangat untuk anak-anak kecil di sana.

"Ya, akhirnya tuan Putri berpisah dengan Pangerannya."

"Ah, kenapa harus berpisah? Aku ingin akhir bahagia, Kak." Bocah bernama Alika itu mengusap air mata yang bercucuran.

"Dengar ya, Alika sayang. Kita boleh bermimpi tinggi, kita boleh berharap, namun kita harus selalu menyerahkan takdir kita kepada Allah. Kita hanya boleh berharap sama Allah. Karena kalau kita menaruh harapan sama Allah, kita tidak akan kecewa. Kenapa? Karena Allah tahu akhir bahagia seperti apa yang terbaik untuk kita." Senda mengusap lembut kepala Alika.

Senda gadis yang kuat, selama ini ia selalu mampu menjadi tempat bersandar ketika Nugroho terpuruk. Tapi, ketika melahirkan Sadewa—anak mereka. Senda menyerah.

Nugroho orang yang paling terluka. Terlebih ia terlanjur menghalalkan Vero dan membiarkan Senda sendiri bersama Sadewa.

Saat itu, Nugroho merasa tak pantas untuk Senda. Nugroho merasa tak punya muka untuk bertemu Senda.

Nugroho adalah laki-laki paling jahat di dunia. Dia laki-laki paling pengecut dan pecundang karena tidak berani melakukan apa-apa hingga penyesalan tiba.

Sejak hari itu, Nugroho sadar yang Senda dapat tidaklah adil. Nugroho juga harus mati. Ia tidak bisa hidup bahagia di atas penderitaan Senda.

"Maaf, Vero. Maaf jika sampai saat ini, aku belum mampu melupakan Senda. Maaf jika sampai saat ini saya terus merasa bersalah akan Senda. Dia tidak bahagia dengan pernikahan kami, selama pernikahan kami, kami terlalu sering mendapat konflik yang membuatnya menderita."

Begitulah, Nugroho pernah tak sengaja mendengar Senda mengeluh di sepertiga malam.

Kenapa cerita Senda tak seindah yang diangan?

Kenapa keluarga mereka penuh dengan permasalahan?

Senda ingin hidup bahagia dengan suaminya.

Senda selalu tegar di depan Nugroho, bercerita sesekali bergelayut manja. Tetapi, jauh di lubuk hati banyak luka yang terpaksa menjadi rahasia.