Chereads / PISANG HALAL / Kisah Untuk Senda 08

Kisah Untuk Senda 08

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA KISAH NUGROHO DAN SENDA.

SELAMAT MENIKMATI CERITA MEREKA BERDUA!

#NB : Jangan lupa memberikan bintang, komentar, review, dan dukungan untuk cerita ini ya.

_____

Hasil pemeriksaan Senda akan keluar hari ini.

Senda memejamkan mata. Ia di rumah, tidak ikut suaminya yang mengambil hasil tes laboratorium karena tubuhnya lelah. Terlebih, jika pagi-pagi seperti ini ia kerap sekali merasakan kantuk.

"Semoga hasilnya baik."

"Mama ingin sekali punya cucu dari Nugroho." Ujar Bu Lintang, menaruh harapan besar kepada Senda.

Senda memakan snack kripik kentang rasa pedas, menunggu suaminya pulang. Sejak pertengkaran itu, Senda tidak masalah diabaikan sebenarnya. Pria itu memang tidak punya hati dan Senda menerima pria itu apa adanya.

"Cucu Mama kan udah banyak."

"Tapi kalau dari Nugroho beda, dia anak laki-laki satu-satunya Mama."

Senda mengangguk senang.

"Oh iya, Ma. Resepsi Senda dan Mas Nug udah siap?"

"Sudah 90%, tinggal cari gaun untuk kamu dan Nugroho."

"Senda nggak sabar nunggu minggu depan, Ma." Mata Senda berbinar terang. Minggu depan, suaminya akan melegalkan pernikahan mereka.

Senda tidak sabar melihat Vero menangis pilu saat melihat Nugroho memasangkan cincin untuknya. Mencium Senda setelah akad nikah.

Senda menghempaskan tangan kesal. Berdamai dengan masalalu Senda sendiri, ia tidak mampu. Bagaimana bisa Senda bisa berdamai dengan masalalu Nugroho? Terlebih, Vero benar-benar menyebalkan di masalalu. Andai Senda dan Nugroho tidak pernah bertemu...

Senda meniup poni ke atas seperti menerbangkan harapan.

"Senda, ikut aku!"

"Mas,"

Senda yang tidak siap—merasakan cekalan tangan kuat itu tertatih-tatih menuju kamar mereka.

"Sabar, dong. Sakit tahu!"

Senda yang tidak sabar lagi akhirnya larut dalam emosi. Ia menatap tajam pria di depannya—yang langsung pria itu lempari hasil pemeriksaan Senda tepat di wajahnya.

"Kamu nggak waras?"

Senda murka, membuka kasar hasil tes laboratorium. Senda hamil. Benarkah? Akhirnya, setelah penantian panjang Tuhan mempercayai Senda untuk memiliki anak.

"Senda, Senda hamil?" Senda berkaca-kaca, terharu. "Senda beneran hamil, Mas?"

"Siapa yang hamilin kamu?"

Kerutan dahi bermunculan di kepala Senda. "Maksud Mas apa?"

"Siapa pria yang sudah menyentuh kamu selain saya, Sen?"

"Mas Nug ngomong apa? Senda hamil anak Mas."

"Bullshit." Pria itu terkekeh, mengusap wajah kasar, dan, wait... Pria itu menangis?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Nugroho mencari sesuatu di laci kamarnya. Sebuah amplop coklat persis milik Senda. Memaksa Senda membacanya.

Senda menurut, membaca tiap deretan huruf yang tertera di sana. Mustahil. Ini pasti salah. Pantas saja pria itu marah. Tapi, Senda benar-benar tidak melakukan dengan laki-laki lain.

Senda selalu menjaga diri, Senda tak punya teman laki-laki.

Terlebih... Senda sendiri tahu jika ia mandul. Selama ini Senda meminum ramuan yang mampu membuat dirinya subur. Maka dari itu Senda tidak percaya jika dirinya hamil. Kehamilan Senda seperti sebuah keajaiban baginya.

"Ngerti kamu sekarang dimana masalahnya?"

Senda menjatuhkan kertasnya—ikut jatuh air mata Senda. Ini pasti salah.

"Mas sendiri yang bilang sama Senda. Kalau ada apa-apa harus Senda saring dulu benar salahnya. Bisa dipertanggung jawabkan atau tidak. Tapi, kenapa Mas marah sama Senda?"

"Kamu masih tanya kenapa saya marah sama kamu?" Pria itu terkekeh. Hatinya perih. Permainan macam apa lagi yang sedang Senda lakukan? "Kamu selingkuh dari saya, Sen. Saya nggak bisa menghamili perempuan, lalu sekarang kamu hamil? Pelacur..."

Napas Senda tercekat saat satu kata muncul dari bibir pria itu. Satu kata yang berhasil menghempaskan Senda dari Langit, satu kata yang berhasil menghancurkan Senda.

"Mas bilang apa?" Senda menarik dasi laki-laki itu. "Mas tadi bilang apa?"

"Pelacur!"

Senda mengangguk. Rasa kecewa itu mengikat kuat dadanya sampai terasa sesak.

"Iya, Senda pelacur. Gimana bisa bisa Senda mau kawin lari sama kamu? mau disentuh kamu, dan sekarang aku hamil anak kamu—kamu nggak mau mengakuinya."

"Sudah kubilang aku nggak bisa kasih kamu anak, Sen."

"Terus kamu pikir siapa? Siapa yang sentuh aku selain suami aku? Kamu pikir semurah apa aku sampai mau melakukan itu sama orang yang nggak seharusnya?"

"Murah, bahkan nggak lebih berharga dari sampah." Laki-laki itu mendorong Senda ke kasur. Menindihnya.

Senda panik. Tidak, laki-laki itu tidak boleh menyentuhnya saat sedang marah. Kondisi Senda juga tidak boleh terlalu lelah akibat bercinta.

"Mas, jangan! Jangan sentuh!"

"Kenapa? Kenapa nggak boleh sentuh?" Pria itu membuka satu persatu kancing piyama Senda. Membuat Senda ketakutan. Tubuh Senda bergetar.

"Kamu nggak boleh sentuh."

"Diam!"

Kali ini, Senda benar-benar takut. Laki-laki ini tidak pernah semurka ini saat marah.

"Kamu biarin pria lain menyentuh kamu, tapi nggak bolehin saya sentuh kamu?"

Senda menggeleng. Tidak-tidak, bukan itu maksud Senda.

"Jawab!"

Diam, Senda sudah terlanjur sakit hati. Ia tidak tahu bagaimana cara menghadapi Nugroho sekarang. Pria itu tidak bisa berpikir jernih.

"Berhenti!"

Tidak berhenti, laki-laki itu merobek bra yang Senda kenakan. Melepas paksa celana Senda.

"Kamu akan menyakitiku, Mas. Aku nggak akan maafin kamu."

"Aku yang nggak akan maafin kamu. Dengar, Senda. Seorang pelacur harus diperlakukan seperti pelacur. Sampah harus dibuang layaknya sampah." Nugroho menurunkan lesreting dan mengeluarkan miliknya.

Tanpa pemanasan, pria itu masuk. Bergerak, brutal. Senda kesakitan. Pria itu tidak memberikan Senda pemanasan dan Senda tidak siap.

Tubuh Senda terasa sakit seutuhnya. Tetapi yang jauh lebih sakit adalah hatinya. Dada Senda diremas kuat, bahkan kuku laki-laki itu dengan sengaja mencakar dan membuat Senda lecet.

Setelah pria itu menekan Senda kuat, menyemburkan benihnya. Pria itu berbisik lirih di telinga Senda.

"Aku, menceraikanmu."