Chereads / Beautiful Doctor VS The Cyber Police / Chapter 29 - Akhir dari Cerita Tetang Caroline

Chapter 29 - Akhir dari Cerita Tetang Caroline

Richard termenung memandangi surat yang diberikan oleh Ibu Caroline beberapa hari yang lalu, ntah ini kali keberapa ia membaca surat itu, lagi dan lagi. Ia kembali teringat pada sosok gadis yang begitu ia cintai, Ia tak menyangka jika kekasih hatinya itu telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.

#Richard...

Aku terlahir dari keluarga biasa, tapi cintaku padamu lebih dari kata biasa. Aku mengundurkan diri dari Markroverd Stylish sehari setelah akhirnya aku yakin bahwa memperpanjang kontrakku dengan perusahaan milik ayahmu bukanlah hal yang tepat. Ayahmu, dia bukan sosok yang benar-benar baik, Richard. Mungkin ada alasan mengapa ibumu harus meninggalkan ayahmu.

Aku tidak mengajarimu menjadi durhaka, tapi tolong cobalah selidiki pekerjaan dan bisnis ayahmu.

Ayah dan ibuku mungkin kesannya seperti tidak menyukaimu, tapi percayalah mereka adalah ayah dan ibu terbaik didunia. Hanya ini yang ingin kusampaikan, berbahagialah dan jadilah seorang lelaki yang menghargai kebenaran.

Caroline#

Richard menarik napasnya dengan susah payah, ada rasa sesak di dadanya, ia tak tahu harus berbuat apa. Dilema yang mendalam di relung hatinya ini, membuatnya bimbang mengambil keputusan yang tepat.

Sejak kedatangannya dari Kanada, ia mengingat berapa kali ia mendapati ayahnya dan paman Gilbert membicarakan tentang kasus pembunuhan Caroline Williams. Ia sangat frustasi memikirkan kebenaran apa yang dimaksud oleh Caroline lewat suratnya itu. Apa yang membuat ayahnya sampai begitu tega menghabisi nyawa wanita yang dicintainya itu. Richard kembali mendengarkan rekaman suara antara ayahnya dan paman Gilbert beberapa hari yang lalu, juga percakapan yang ia rekam semalam saat ayahnya, paman Gilbert dan lelaki sang pembunuh itu berbincang-bincang di ruang kerja ayahnya.

Kata demi kata yang ia dengarkan sungguh membuat dirinya sesak, rasanya ia yang kini ingin mengakhiri hidupnya sendiri, karena memiliki ayah yang sangat kejam.

Richard berpikir dengan susah payah lalu kemudian ia mengumpulkan segenap keberanian yang dimilikinya untuk menentang ayahnya, mungkin ini keputusan yang akan dia sesali seumur hidupnya karena harus berkhianat pada ayahnya. Namun ia sedikit berbangga hati setidaknya ia bisa membuktikan pada Caroline, bahwa ia sungguh-sungguh mencintai wanita itu dan berpihak pada kebenaran.

Richard bergegas menuju kantor polisi dan menuju devisi Cyber Police.

"Aku punya beberapa bukti yang mungkin dapat membantu kalian memecahkan kasus kematian Caroline Williams" kata Richard setelah tiba di ruangan milik Azka.

Richard lalu memberikan surat yang dituliskan mendiang Caroline untuknya, lalu memberikan sebuah perekam suara yang berbentuk seperti sebuah bolpoin.

"Dari mana anda mendapatkan ini?" tanya Azka kemudian

"Surat itu diberikan ibu Caroline padaku beberapa hari yang lalu, lalu perekam suara itu berisikan percakapan ayahku. Percakapan pertama adalah percakapannya dengan paman Gilbert, sedangkan percakapan kedua adalah percakapan ayahku, paman Gilbert dan seseorang yang mungkin adalah pembunuh Caroline." jawab Azka menjelaskan.

"Maksudmu?" tanya Azka kemudian sambil mengernyitkan keningnya tanda tak mengerti.

"Anda boleh membaca suratnya dan mendengarkan percakapan itu secara langsung, Pak." kata Richard kemudian.

Ronald memasuki ruangan itu dan berdiri memantau keadaan diruangan milik atasannya itu.

Setelah Azka membaca surat itu, dia lalu menoleh ke arah Ronald dan memanggil anak buahnya itu dengan bahasa tubuh, Ronald lalu bergegas menghampiri atasannya itu.

"Bacalah surat ini dengan teliti!!" perintah Azka

Setelah membaca keduanya lalu mendengarkan percakapan yang tersimpan di dalam perekam suara itu. Setiap kalimat yang terucap mereka dengarkan dengan seksama sampai percakapan itu tuntas.

"Dengan bukti ini, kami akan menahan ayah anda!! Apakah anda yakin akan melaporkan ayah anda sendiri, Tuan muda Markroverd?" tanya Ronald seketika setelah usai mendengarkan percakapan tersebut.

"Saya tidak mengerti apa yang harus saya perbuat, mungkin ini tindakan diluar kendali saya sebagai seorang anak. Tapi sebagai seorang manusia, saya ingin membela kebenaran." kata lelaki muda itu dengan penuh keyakinan.

"Baiklah, bukti ini sudah cukup kuat. Tapi kami harus mencatat setiap pernyataan anda sebagai saksi." kata Azka kemudian.

"Apakah anda sempat melihat orang yang anda curigai sebagai pembunuh bayaran yang telah membunuh Caroline?" tanya Ronald sambil siap mengetik setiap pernyataan lelaki muda itu.

"Iya saya melihatnya"

"Bagaimana ciri-ciri atau penampilan pria itu?"tanya Ronald kembali.

"Dia pria tinggi dan bertubuh kekar, memiliki jenggot tipis. Dia berusia sekitar 30 tahunan awal, memakai topi dan jacket. Ya seperti itulah penampilannya." Richard menjelaskan.

"Apakah dia seperti pria yang ada di gambar ini?" tiba-tiba George masuk dan menunjukan sebuah gambar sketsa wajah.

Richard memperhatikan gambar itu, tak lama kemudian dia berkata "Iya, dia pria yang sama yang saya lihat semalam".

Mereka berempat saling menatap.

Tepat sekali!!

Mereka mendapatkan pembunuhnya.

Tak lama kemudian, seseorang bergegas masuk dengan tergesa-gesa ke ruangan itu.

"Tolong .. Tolong pak polisi, Pembunuh itu dia menculik dokter muda yang cantik itu" kata seorang wanita ketika tiba diruangan kerja Azka.

"Ibu..." kata Richard.

"Nyonya, dokter siapa yang anda maksud?" tanya Ronald panik.

"Dokter Alice"

"Apa?" mereka berempat Azka, Ronald, George dan Richard sontak mengatakan hal yang sama.

"Pembunuh Caroline, telah menculik dokter Alice".

...

Gerald memarkirkan mobilnya di pekarangan sebuah taman yang tampak begitu indah. Ia memperhatikan wanita yang ada di bangku belakang yang terkulai lemah dan tak berdaya. Gerald lalu memutar musik dan menikmati alunan musik itu sambil menunggu wanita itu terbangun dari pingsannya. Sekitar 10menit kemudian terdengar pergerakan di bangku belakang, Gerald membalikan tubuhnya melihat ke arah wanita itu yang mengeliatkan tubuhnya, mengucak matanya dan berusaha untuk bangun. Wanita itu lalu berusaha membangunkan sendiri tubuhnya dengan sedikit susah payah, sambil memegangi kepalanya yang sepertinya terasa pusing karena pengaruh obat bius yang sempat diciumnya tadi.

"Hallo dokter Alice.." sapa lelaki itu tenang.

Alice yang sadar bahwa dirinya sedang berada di dalam mobil milik pria yang menculiknya itu dengan segera berusaha membuka pintu mobil itu, namun sepertinya usahanya sia-sia karena pintu mobil itu masih juga terkunci.

"Tolong!!" teriak Alice sambil memukul-mukul kaca mobil itu.

"Percuma... mobil ini kedap suara" ujar lelaki itu.

Alice yang terlihat putus asa, lalu menghentikan teriakannya. Kini dia berpaling kearah lelaki itu dengan pandangan waspada lalu berkata "Apa yang kau inginkan diriku?"

"Aku akan menyerahkan diri!!" ujar lelaki itu datar, namun masih saja sambil menampilkan senyuman.

"Maksudnya?" tanya Alice spontan.

"Tadinya aku datang ke rumah itu untuk memohon maaf dan meminta tolong pada mereka!! Namun aku pikir Ibu Caroline tak akan mengindahkan permohonanku." Ujar lelaki itu memulai ceritanya.

"Aku tidak mengerti. Lalu mengapa kau menculik ku?"tanya Alice sengit.

"Aku tidak punya banyak waktu. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku yang tersisa sebelum akhirnya harus menyerahkan diri" kata Lelaki itu.

"Apa maksudmu?" Alice kembali bertanya karena masih belum mengerti maksud lelaki yang ada didepannya itu, kini Alice lebih tenang dan bisa menguasai ketakutannya, meskipun begitu ia masih tetap harus waspada.

"Aku memang seorang penjahat, banyak kejahatan yang telah aku lakukan. Namun membunuh Caroline, aku harus melakukannya untuk mendapatkan uang yang lebih untuk biaya berobat ayahku dan biaya pendidikan adikku yang masih kecil." Cerita lelaki itu, lalu ia kemudian menarik napas dalam. "Aku ingin minta tolong padamu dokter, aku tidak tahu ayahku akan bertahan hidup sampai kapan? Tapi tolonglah, apapun yang bisa kau lakukan tolong lakukan sebisamu sebagai seorang dokter." pria itu menarik napas dalam sekali lagi lalu mulai melanjutkan kembali perkataannya "Dan adikku, kau lihat gadis kecil yang ada disana?" katanya sambil menunjuk kerumunan anak kecil yang sedang bermain di taman itu. Alice melihat ke arah yang ditunjuk lelaki itu, namun belum paham gadis mana yang ia maksud karena ada beberapa anak kecil yang bermain disana "Gadis itu, aku titipkan padamu dokter. Aku mohon, setidaknya jenguklah dia sebulan sekali jika anda tidak sibuk, dia pasti akan membutuhkan sosok seorang kakak." katanya kemudian lalu menundukkan wajahnya dan tenggelam dalam tangis yang tak bersuara.

Alice tak tahu apa yang harus dia perbuat, ada rasa haru juga sedih melihat lelaki yang awalnya ia sangat takuti itu. Alice lalu mengulurkan tangannya dan memegang pundak lelaki itu dan menepuk-nepuk pundak lelaki itu sembari berkata "Aku akan menjadi kakak untuknya selama kau berada di dalam penjara".

Lelaki itu lalu membalikan tubuhnya dan memandang ke arah Alice "Terimakasih dokter, aku tidak akan melupakan kebaikanmu!!".

"Dan ayahmu, di rumah sakit mana beliau di rawat?" tanya Alice kemudian.

Lelaki itu lalu memberi tahu alamat RS, nama ayahnya dan nomor kamar tempat ayahnya dirawat, kemudian ia juga menjelaskan tentang penyakit ayahnya secara mendetail kepada dokter itu.

"Aku sangat berterimakasih kepada anda dokter, aku bersyukur menemukan orang seperti anda. Semoga hidup anda selalu berbahagia" kata lelaki itu diujung ceritanya sambil memegang tangan Alice dan menciumnya berulang kali, Alice yang merasa canggung dengan perlakukan lelaki itu lalu cepat-cepat menarik tangannya.

"Sekarang kita harus menemui adikmu dulu,kau bisa memperkenalkanku sebagai temanmu." kata Alice kemudian sambil memandang ke arah kerumunan anak-anak yang sedang asik bermain.

"Oke baiklah" kata lelaki itu lalu kemudian membuka kunci pintu mobil tersebut.

Mereka akan berjalan menuju kerumunan anak-anak itu saat suara bentakan itu terdengar dari belakang.

"ANGKAT TANGAN ANDA TUAN GERALD"

Tampak 6 orang berseragam lengkap telah mengelilingi mereka, Gerald yang panik dengan keadaan seperti itu lalu mengambil belati dari dalam saku jaketnya lalu dengan cepat pisau kecil itu telah berada di leher Alice.

"Jangan ada yang bergerak maju!! Jika tidak nyawa dokter ini taruhannya!!" ancam lelaki itu sambil menaruh belati di leher Alice.

"Tn. Gerald adik anda mungkin akan melihat ini, lepaskan saya!... Auwww..." teriak Alice di akhir kalimatnya, karena Gerald mengencangkan pisau kecil itu ke lehernya "Tutup mulut anda dokter" kata lelaki itu "Dan kalian lepaskan senjata kalian semua!! Sekarang!!" perintah lelaki itu.

"B*ngs*t!! Kalau sampai dia terluka, aku akan menghabisi nyawamu!!" teriak Ronald yang tampak panik, ia memegang pistolnya dengan bergetar. Namun tak satupun dari ke enam lelaki berseragam itu yang meletakan senjata mereka.

Sedangkan disisi taman yang lain tempat anak-anak kecil bermain seorang gadis kecil berusaha untuk melihat kejadian yang sedang terjadi itu, "Kakak..." teriak gadis itu sambil berusaha berlari ke arah mereka, namun lengan kecilnya itu cepat diraih oleh salah seorang pengasuh mereka dan cepat menggiring anak-anak itu untuk pergi dari tempat itu dan membawa mereka kembali ke panti asuhan.

Saat mendengar teriakan gadis kecil tadi, pria itu lalu menoleh mencari suara yang memanggilnya itu. Kesempatan itu digunakan ke enam polisi itu untuk cepat meringkusnya. Azka dengan sekali gerakan memukul punggung lelaki itu saat dia berbalik lalu menarik tangan yang memegang pisau itu kerah belakang tubuh pria itu, menekuk pria itu lalu pria itu terjatuh dan dengan cepat borgol telah terpasang di kedua tangan pria itu dengan lengannya mengarah kebagian belakang tubuhnya.

Ronal dengan sigap menangkap tubuh Alice yang terkulai tak berdaya, "Maaf karena terlambat menolongmu" ujar lelaki itu saat tubuh Alice telah berada dalam pangkuannya.

Sedangkan keempat polisi yang lain yakni Achmed, George, Ricky, dan Jhordy masih bersiap dengan senjata di tangan masing-masing jika sewaktu-waktu lelaki itu kembali merontak, mereka lalu menyimpan senjata masing-masing setelah Azka berhasil memasang borgol pada tangan penjahat itu.

Gerald yang terduduk di tanah dengan posisi berlutut, masih saja melayangkan pandangannya pada kerumunan anak-anak yang telah digiring pergi dari taman itu. Setetes air menetes dari matanya, ada rasa sedih yang mendalam karena tak mampu mengucapakan selamat tinggal pada adik kecilnya itu sebelum akhirnya ia harus mendekam dalam jeruji besi.

"Lepaskan dia sekarang!!" kata Alice kemudian sambil bersusah payah bangun dari pangkuan Ronald.

"Apa maksudmu Alice?" tanya Ronald kemudian

"Dia akan menyerahkan dirinya namun ada satu tugas terakhir yang harus dilakukannya." Kata Alice kemudian sambil memandang keenam polisi itu secara bergantian setelah berhasil berdiri dengan tegap.

"Apa kau sudah gila?!" sarkas Azka "Dia baru saja akan membunuhmu, dan sekarang kau meminta kami melepaskannya?" Azka melanjutkan omongannya dengan kesal.

"Aku yang bertanggungjawab, tolong lepaskan dia sekarang!" pinta Alice memohon kepada Azka.

"Ada apa denganmu Alice?" kini Ronald yang balik bertanya.

"Ijinkan ia menemui adiknya untuk yang terakhir kali, aku mohon. Aku akan pergi bersamanya menemui adiknya di Panti Asuhan itu. Dia tidak akan melarikan diri, aku yang akan bertanggung jawab. Aku mohon!!" pinta Alice dengan sepenuh hati.

Ronald dan Azka saling berpandangan, mereka belum memberikan jawaban.

"Aku mohon!!" pinta Alice sekali lagi.

"Lepaskan borgolnya" perintah Azka sambil memberikan kunci borgol itu kepada Ronald.

"Siap komandan!!" kata Ronald lalu bergegas membuka borgol lelaki itu.

"Terimakasih, aku sungguh berterimakasih!!" kata lelaki itu kemudian pada mereka semua.

"Kita tidak mempunyai banyak waktu, kita harus menemui adikmu sekarang!!" kata Alice pada lelaki itu.

...

"Mulai sekarang kakak Alice yang akan mengunjungimu disini sayang, jadilah anak yang pintar ya!!" kata Alice pada gadis kecil itu sambil tersenyum manis.

Gadis kecil itu masih nyaman dalam pangkuan kakaknya, namun Gerald harus cepat-cepat menyelesaikan pertemuannya dengan adiknya itu karena dia hanya diberi waktu 15 menit, jika tidak para polisi itu akan masuk dan menjemputnya dengan paksa, Ia tak ingin adiknya melihat dirinya di borgol oleh sebab itu dia lalu segera berpamitan pada adiknya.

"Kakak akan pergi cukup lama. Kau harus jadi gadis cantik dan pintar agar kelak saat kakak kembali, kakak akan berbangga hati mempunyai adik sepertimu" kata lelaki itu sambil menciumi kedua pipi adiknya, dia ingin sekali menangis namun ia berusaha untuk menahan tangisannya itu.

"Aku berjanji akan menjadi gadis cantik, baik dan pintar untuk kakak!!" kata gadis itu dengan senyum termanisnya.

...

Sesampainya di kantor Polisi, Gerald menjelaskan semua runtutan kejadian yang sebenarnya terjadi. Ia menceritakan keterlibatan dari Tuan Besar Markroverd, Tuan Gilbert dan juga tentang bantuan Tn.Alfred padanya untuk menyamarkan kematian Caroline.

Alice juga memberikan bukti Flashdisk yang berisikan video tentang bisnis perdagangan manusia yang sebenarnya dijalankan oleh Tn.Markroverd tersebut.

Setelah semua hal tersebut terungkap, akhirnya mereka semua resmi menjadi tersangka untuk kasus Pembunuhan mendiang Caroline Williams.

"Sekarang semuanya telah usai" kata Ronald pada Alice setelah mereka keluar dari ruangan tempat menginterogasi Gerald.

"Aku menginginkan jawabannya sekarang!" katanya lagi pada wanita itu.

"Jawaban?" tanya Alice tak mengerti.

"Dokter Alice, maukah kau sekarang menjadi kekasihku?" tanya Ronald sambil berlutut dihadapan wanita itu.

"Aku...." Alice tak bisa berkata apapun, disaat bersamaan Azka yang baru keluar dari ruang interogasi lalu menatap kearah pemandangan yang ada di hadapannya.

Ronald belum sadar akan kehadiran Azka, tapi Alice menatap tajam kearah mata lelaki yang sekarang terlihat sangat penuh dengan amarah.

"Aku... Aku bersedia menjadi kekasihmu" kata Alice kemudian kepada Ronald.

Marah, cemburu dan kecewa, itu yang mungkin saat ini dirasakan oleh Azka, setelah mendengarkan jawaban Alice.

Sedang Ronald tengah berbahagia karena berhasil mendapatkan hati dari sang pujaan hati.

Tapi Alice, ia sendiri tidak yakin pasti dengan apa yang baru saja dikatakannya itu. Tapi ada senyum yang terpancar dari wajah wanita itu, entah ia bahagia karena telah menjadi kekasih Ronald, ataukah dia bahagia karena berhasil membuat seorang Azka menjadi sangat cemburu.

...

Catatan Penulis:

Happy Sunday... Happy December... ๐Ÿ˜‡

Semoga Akhir cerita yang masih menggantung ini menyenangkan ya...

Kasus Caroline telah terungkap, namun masih ada kisah lain yang belum terungkap ya sayang-sayang aku.

Jadi plissz, jangan move on dari buku ini.

Kritik, saran, komentar sangat penulis harapkan.

Bintang n PS juga ya...

Biar penulis makin semangat updatenya...

Okey.. ๐Ÿ˜‰

Terimakasih ๐Ÿ™๐Ÿ™

Semoga sehat dan bahagia selalu ๐Ÿฅฐ๐Ÿค—

Minggu, 1 Desember 2019

Vee_Ernawaty