Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"
Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudian. Alice hanya terduduk tak berdaya diatas lantai sambil terus menangis. Viona pun ikut menangis, ia kemudian tersungkur disebelah Alice dan mulai menangis.
"Kau tahu bagaimana aku melalui hidupku selama ini Alice?" tanya Viona pada sahabatnya itu.
"Maafkan aku Vio, aku bersumpah aku tak tahu kalau semuanya seperti ini. Maaf bebh..." kata Alice masih dengan menunduk dan menangis.
"Kau tahu selama 3 tahun ini bagaimana perasaanku? Sakit dan kesal terhadapmu, namun aku tetap bertahan untuk tetap berada di sisimu sebagai ayah, ibu juga sebagai saudarimu, karena aku sungguh menyanyangimu Alice. Kau pikir apa jadinya aku setelah kau bunuh diri dengan pisau ini? Setelah kau mati, apa aku masih bisa hidup dengan tenang?" kata-kata Viona keluar begitu saja bersamaan dengan air mata yang mengaliri pipinya.
Alice pun tak kalah sedihnya, ia kemudian memalingkan wajahnya pada Viona, mereka lalu saling menatap dalam tangis dan Viona lalu meraih tubuh Alice lalu memeluknya.
"Maafkan aku bebh, aku tidak bermaksud membuat dirimu terluka dengan semua ucapan ku tadi." kata Viona sambil tersedu-sedu dalam tangisannya.
"Aku yang salah bebh, seharusnya aku menjadi seseorang yang lebih peka terhadap segala sesuatu dan keadaan, maaf membuatmu terluka begitu lama. Aku berjanji akan menjadi Alice yang lebih baik lagi, aku berjanji akan menjadi sahabat yang tidak akan mengecewakanmu." ujar Alice pada telinga Viona masih dalam posisi saling merangkul.
Kedua sahabat itu lalu saling merangkul, menangis bersama, saling memohon maaf dan memberikan maaf.
Benar jika seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesusahan. Semua hal baik dan buruk akan terus terjadi dalam menguji persahabatan, tergantung bagaimana cara setiap insan menyikapinya.
Viona lalu melepas rangkulan Alice karena ponselnya berdering, ternyata telepon dari Oma Rita.
"Nona Viona, datanglah segera. Sepertinya anda harus mendengar sendiri setiap cerita yang diungkapkan Tn. Alfred"
kata suara Oma Rita diseberang.
"Baiklah Oma, urusanku disini telah usai, sebentar lagi saya akan kembali ke kantor" kata Viona kemudian, lalu menutup ponselnya.
Viona memalingkan pandangannya pada Alice kemudian berkata "Sepertinya cahaya terang sudah mulai terlihat bebh, bersiaplah dan segera ikut aku ke kantor"
Alice sedikit bingung dengan ucapan sahabatnya tersebut, lalu kemudian bertanya "Apa maksudmu bebh?"
"Sudahlah jangan banyak bertanya, cuci mukamu dan berdandan lah, kau harus terlihat cantik hari ini." kata Viona kemudian, sambil mengambil pisau tadi dan menaruhnya di dapur.
...
Viona membawa Alice kembali ke kantornya, pertama karena ia takut sahabatnya itu nanti akan hilang akal kembali dan melakukan hal yang tak diinginkan, kedua Viona juga yakin jika sebentar lagi mereka akan mengetahui siapa pembunuh Caroline Williams, dan untuk itu dia ingin Alice juga mengetahuinya sendiri.
"Bapak Alfred, apa yang ingin bapak sampaikan secara langsung kepada saya?" tanya Viona saat mereka tiba di ruangan tempat Tn.Alfred dirawat.
Tanpa diduga, Tn.Alfred malah berespon agresif saat dia melihat kearah Alice, "Kamu.. Kamu wanita itu? Kenapa kamu masih juga disana". Dia lalu berjalan kearah Alice dan melempar bantal yang saat itu dipegangnya "Pergi kamu, pergi kamu dari sini" kata Tn.Alfred dengan begitu histeris, sehingga Viona dan Alice lalu keluar dari ruangan itu.
"Vio, sepertinya aku mengenali pasienmu itu?" kata Alice ketika mereka sudah berhasil keluar dari ruangan itu.
"Iya, kau pasti mengenalnya, dia sebelumnya adalah pasienmu, dia sempat dirawat di RS.Elinton sebelum dibawa istrinya kesini. Dia dibawa kesini oleh istrinya 2hari yang lalu karena berkelakuan seperti itu" kata Viona kemudian.
Alice tampak mengernyitkan keningnya dan berusaha mengingat dimana dia bertemu pria itu, tak lama kemudian wanita cerdas itu menjentikkan jari telunjuknya lalu berkata "Dia pasien yang berhalusinasi itu, aku harus menemuinya. Dia menitipkan pesan kepadaku dan mengatakan jika Caroline Williams masih hidup."
Alice akan bergegas kembali ke ruangan tadi, tapi Viona cepat meraih tangan sahabatnya itu "Kita akan kembali ke ruangan itu setelah dia tenang Alice, kalaupun kita kembali sekarang dia tidak akan memberikan informasi yang kita inginkan." kata Viona menenangkan sahabatnya itu.
Alice lalu mengiyakan keinginan sahabatnya itu agar mereka menunggu di kantor Viona sampai pasien tersebut tenang.
"Ini rekaman pembicaraan kami yang sempat saya rekam" kata Oma Rita sambil memberikan sebuah perekam suara pada Viona.
"Terimakasih Oma" kata Viona pada wanita itu dengan senyum termanisnya.
Tanpa berpikir panjang Viona lalu memutar rekaman yang diberikan Oma Rita padanya.
"Aku ingin berbicara pada dokter yang menanganiku, dokter cantik itu." terdengar suara lelaki yang adalah suara Tn.Alfred.
"Ada pekerjaan yang sangat penting, dia akan mengerjakan pekerjaan pentingnya itu lebih dulu, lalu segera kembali untuk menemui anda Tuan" suara Oma Rita menenangkannya.
"Kalau begitu aku akan menunggunya" kata Pria itu lagi.
"Baiklah jika anda tidak ingin mengatakannya pada saya" kata Oma Rita.
Hening sejenak...
Lalu kemudian pria itu mulai bercerita lagi
"Gadis itu sangat cantik, dia adalah model tercantik yang pernah aku lihat. Kau tau, kau wanita tua yang tidak menyenangkan. Tapi gadis itu, dia memiliki tubuh yang sangat indah. Tubuh putihnya.... Hahahaha" terdengar suara tertawa terkekeh pria itu, lalu hening. Detik berikutnya dia mulai berkata lagi.
"Aku melihatnya, aku melihatnya tanpa busana. Aku melihatnya tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh mulusnya itu, tubuh yang begitu indah dan sangat menggairahkan" kata pria itu.
"Aku tak ingin bercerita lagi padamu tua bangka, keluarlah!" kata lelaki itu sambil membentak.
Rekaman itu selesai sampai disitu.
"Hanya itu yang bisa aku rekam" kata Oma Rita sambil menunduk. Viona lalu berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Oma Rita, lalu merangkul wanita itu "Maafkan aku Oma, maaf karena menyusahkanmu." kata Viona berbisik pada telinga wanita itu. Wanita itu lalu tersenyum dan membalas rangkulan Viona "Senang melihat dirimu yang sebenarnya sayang" kata Oma Rita pada Viona.
"Maksud Oma Rita?" Viona melepaskan pelukannya dan mulai bertanya tak mengerti dengan ucapan wanita itu.
"Aku ingat, kau terakhir memelukku dan mengatakan 'sayang' padaku 3 tahun yang lalu, tapi kini aku bisa melihat jiwa Viona yang hilang selama ini telah kembali lagi" ujar wanita itu sambil mengusap lembut pipi Viona.
Viona tampak tertegun dengan ucapan Oma Rita. Alice tersenyum bahagia melihat kedua wanita itu.
Disaat bersamaan pintu ruangan kerja itu diketuk. Viona lalu membuka pintu itu, betapa terkesimanya dia saat membuka pintu dan wajah lelaki yang dikaguminya itu berada tepat di hadapannya.
"Kau" ucap bibir Viona pelan.
"Ehem" lelaki didepannya itu berbatuk kecil lalu memulai pembicaraan
"Selamat siang, saya kemari untuk memberikan surat penahanan ini!" kata lelaki itu sambil menunjukan sebuah surat pada Viona.
"Surat penahanan?" pekik Viona kaget.
Alice dan Oma Rita segera bergegas kearah pintu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi, karena sedari tadi Vio a hanya membuka pintu tanpa mempersilahkan lelaki dibalik pintu itu untuk masuk.
"Iya, ini adalah surat penahanan untuk Tn.Alfred, terkait kasus pembunuhan Caroline Williams" kata lelaki itu kemudian menyampaikan maksudnya.
"Apa? Bukankah kasusnya sudah ditutup?" ujar Alice kemudian.
"Tadi pagi saudari perempuan dari gadis itu telah membuka kembali kasus ini. Kami lalu melakukan penyelidikan dan dalam waktu cepat kami menemukan bukti adanya sidik jari Tn.Alfred yang tertinggal di apartemen mendiang Caroline Williams dan CCTV memperlihatkan wajah Tn.Alfred di hari kejadian." kata lelaki itu menjelaskan.
"Ja... jadi pria itulah pembunuh Caroline?" tanya Alice dengan gugup.
"Sesuai bukti yang ada seperti itu dokter Alice, kami masih mencari informasi lain. Namun untuk saat ini kami harus mengamankan Tn.Alfred di kantor kami" kata lelaki itu dengan tenang.
"Tunggu!!" ujar Viona kemudian, saat Azka beranjak untuk menuju kamar Tn.Alfred.
"Tidak, bukan dia pembunuhnya." kata wanita itu dengan sorot mata tajam.
"Kita akan mengetahui kebenarannya sesegera mungkin nona. Untuk saat ini, saya akan mengamankan Tn.Alfred di kantor kami" kata lelaki itu tegas lalu pergi.
...
Catatan Penulis
Pembaca setia, mohon maaf jika cerita ini tidak bisa up date setiap hari. Mohon dimaklumi kesibukan penulis membuat penulis sedikit kewalahan mengatur waktu. Mohon bersabar ya, dan tetaplah setia membaca cerita ini.
Komentar pembaca sekalian akan menjadi spirit untuk melanjutkan cerita ini...
Love you all...
Vee_Ernawaty