Azka masuk ke ruang interogasi bersama Achmed seorang anak buahnya anggota dari Cyber Five. Di dalam ruangan tersebut tampak seorang pria yang sejak tadi menunggu dan bertanya-tanya kenapa dia ditahan di ruangan itu.
"Tn. Alfred" sapa Azka dengan tegas. Yang dipanggil namanya tersebut lalu mendongakkan wajahnya pada suara yang manggilnya.
"Anda tahu apa yang membuat anda berada disini?" tanya Azka selanjutnya.
Pria itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Apa salah saya pak polisi? Kenapa saya yang anda tahan?" pria itu malah balik bertanya.
"Apakah anda mengenal Caroline Williams?" tanya Azka kemudian.
"Saya mengenalnya, wanita itu dia masih hidup! Dia selalu ada di pintu dan jendela" kata pria itu sambil melihat ke arah pintu. "Namun sekarang dia tidak ada!" seru pria itu kemudian.
"Kenapa kamu membunuhnya?" tanya Azka kemudian dengan suara yang kasar dan membentak.
"Saya tidak membunuhnya. Bukan saya yang membunuhnya." kata lelaki itu kemudian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan saya yang membunuhnya, pak" ujarnya lagi.
"Lalu kenapa kau bisa masuk ke dalam apartemen Caroline?" tanya Azka kemudian, kali ini dengan nada yang lebih pelan.
"Saya mengikutinya, saya masuk ke apartemen itu, Caroline tampak begitu mempesona tanpa busana, tubuh gadis itu sangat indah" Pria itu tampak menghayalkan tubuh gadis cantik itu.
"Tn.Alfred!!" bentak Azka kemudian yang membuyarkan hayalan lelaki itu.
Lelaki itu kemudian tampak bingung, lalu seperti orang ketakutan ia melihat ke sekeliling ruangan itu.
"Pak polisi, saat saya masuk ke ruangan itu sudah ada seseorang disana. Bukan saya, bukan saya yang membunuh gadis itu, Pak. Tolong!! Saya harus keluar dari sini." Kata lelaki itu seperti ketakutan sambil melihat kearah borgol di tangannya. "Lepaskan borgol ini. Tolong, lepaskan saya!!" pria itu lalu berteriak histeris dalam ruangan itu.
...
Azka dan Achmed keluar dari ruang interogasi itu, mereka tidak mendapatkan titik terang dari informasi yang mereka cari. Tn.Alfred kembali menjadi histeris, ia sudah seperti orang dengan gangguan jiwa, mereka tidak bisa melanjutkan interogasi mereka, akhirnya mereka keluar. Disaat bersamaan datanglah dua wanita cantik itu Alice dan Viona.
"Selamat sore. Aku ingin tahu bagaimana kelanjutan dari kasus Caroline Williams, aku akan menjadi saksi untuk kasus ini." kata Alice pada kedua polisi itu.
"Baiklah" kata Azka tanpa senyum diwajahnya, "Achmed, catat setiap pernyataan yang disampaikan dokter Alice!!" kata Azka kemudian, lalu pergi dari tempat itu menuju ke ruangannya.
Achmed mempersilahkan kedua wanita itu duduk di kursi yang berhadapan dengan meja kerjanya lalu mulai mencatat setiap perkataan yang di ucapakan dokter Alice.
"Apakah dia sudah mengaku?" tanya dokter Alice kemudian penuh selidik.
"Kami belum mendapatkan pernyataan yang jelas dari tersangka, dia masih belum kooperatif. Tersangka masih histeris" jawab Achmed.
"Dia tidak akan mudah untuk diinterogasi. Ijinkan saya yang menginterogasi Tn.Alfred, dia adalah pasien jiwa saya, mungkin dia bisa bekerjasama dengan baik jika saya yang turun tangan" Viona mulai angkat bicara.
"Saya tidak mempunyai kewenangan untuk itu nona, sebaiknya anda bicarakan langsung dengan atasan saya." Ujar Achmed kemudian sambil mengarahkan tangannya menunjuk ke arah ruangan Azka.
Viona menarik napas dalam lalu bergegas menuju ruangan itu, Alice hanya menatap langkah kaki sahabatnya itu, ada perasaan bersalah dalam dirinya. Sahabatnya itu mulai jatuh cinta pada pria yang berada di dalam ruangan itu, tapi pria itu malah mencintai dirinya.
"Selamat sore, Pak" kata Viona saat dirinya telah berada di ruangan Azka
"Selamat sore" ujar pria itu lembut sambil memperlihatkan senyum manisnya itu, senyum manis yang mempesona.
"Ehem" Viona berdehem sebelum akhirnya melanjutkan omongannya "Saya bermaksud membantu untuk menginterogasi Tn.Alfred, dia adalah pasien jiwa saya, mungkin saya bisa membantu untuk memperoleh beberapa informasi darinya" kata Viona kemudian.
Azka lalu berjalan kearah Viona, wanita itu tampak terkejut dan mulai tak kuasa mengontrol emosinya, dia tampak menarik napas dalam untuk menguasai dirinya sendiri.
"Kami mencurigai dia adalah pelaku pembunuhan mendiang Caroline Williams, jika dia adalah seorang pembunuh apakah anda masih yakin untuk berhadapan dengannya? Apa anda masih bisa menjadi psikiater untuk pasien seperti itu?" tanya Azka penuh selidik.
Alice memundurkan langkahnya sekali lalu menjawab "Iya, saya yakin pak" jawab Viona kemudian dengan tegas.
Azka maju selangkah lagi ke arah wanita itu, kini mereka saling bertatapan, Azka mengulurkan tangannya pada wanita itu sambil berkata "Saya terima bantuan anda, mari kita bekerjasama memecahkan kasus ini"
Viona lalu mengulurkan tangannya dan menjabat tangan pria itu, ada getaran yang tak biasa saat tangannya menyentuh tangan pria itu. Mata mereka saling bertatap, ada secercah harapan yang Viona tanamkan pada pemilik senyum manis itu, sedang Azka menyimpan perasaan yang lain pada wanita didepannya, mungkin lebih seperti rasa iba. Ntah mengapa, namun rasa cinta yang dirasakan Azka saat melihat Alice, tak sebanding dengan rasa iba lelaki ini saat mendengar sendiri setiap penderitaan yang dialami wanita ini saat hidup bersama Alice. Iya, Azka mengenang kembali pembicaraan yang Alice dan Viona bicarakan tadi pagi di ruang kerja Viona.