Chereads / Beautiful Doctor VS The Cyber Police / Chapter 27 - Ibu Caroline Bercerita

Chapter 27 - Ibu Caroline Bercerita

Waktu menunjukan pukul 21.30 saat Alice dan Viona tiba di apartemen mereka. Kegiatan dan perjalanan mereka sepanjang hari ini membuat keduanya cukup menguras pikiran dan tenaga. Alice menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur, dan berharap malam ini bisa segera berlalu. Ia ingin hari esok cepat datang, banyak hal yang ingin dia lakukan di hari esok. Setelah kedua wanita itu membersihkan diri mereka, mereka lalu beranjak ke tempat tidur lalu terlelap dalam mimpi mereka masing-masing.

Alice terbangun ditengah malam karena sebuah mimpi buruk, jarum jam menunjukan pukul 00.20 pagi. Setelah meneguk segelas air Alice lalu berusaha tidur kembali, namun wanita itu tak lagi bisa memejamkan matanya. Akhirnya wanita itu memilih keluar di balkon kamarnya sambil menikmati udara di malam hari. Angin malam mulai membuat rambut wanita itu berantakan, namun ia tidak mempedulikannya. Ia menatap kearah langit, langit malam itu begitu gelap, hanya ada beberapa bintang yang cahayanya redup, tanpa ada rembulan disana. Alice lalu melihat ke arah jalanan dibawah sana, dari lantai 29 tampak sekali mobil di bawah sana seperti mobil mainan sedangkan matanya tak mampu untuk melihat manusia yang hanya seukuran semut. Jalanan tidak begitu ramai, hanya ada beberapa mobil yang masih mondar-mandir mengisi jalanan yang tampak sunyi itu.

Alice menarik napas dalam lalu mulai mengingat kembali kejadian tadi siang di rumah Caroline. Ia memasuki rumah itu dengan perasaan takut dan penasaran. Takut jika ibu Caroline sewaktu-waktu akan menjadi sehisteris seperti saat ia bertemu dengannya di makam Caroline, namun ada rasa penasaran yang tak bisa disembunyikannya, apa yang membuat ibu Caroline ingin menemuinya saat ini. Rumah itu sangat sunyi, tidak terlihat ayah dan juga kedua saudari Caroline, hanya ada mereka bertiga di sana, Alice, Viona dan Ibu Caroline.

"Dokter Alice, tolong maafkan saya karena waktu itu sempat berlaku kasar pada anda" kata ibu Caroline memulai pembicaraan.

"Tidak mengapa nyonya, saya sudah memaafkan anda. Lagipula saya tahu jika saat itu anda berada dalam masa yang sangat sulit" kata Alice dengan tenang.

Ibu Caroline menatap kedua wanita didepannya secara bergantian, lalu memberikan suatu benda kecil pada Alice. "Caroline memberikan ini dihari terakhir kami bertemu. Dia memintaku menyimpan benda ini dengan baik, dia mengatakan jangan memberikan ini kepada siapapun, kecuali dia sendiri yang memintanya."

Alice menerima benda itu, mengamati dengan baik. Sedangkan wanita itu masih melanjutkan lagi ceritanya "Aku tidak menyangka itu adalah pertemuan terakhir kami, gadis itu datang padaku sambil membawakan spaghetti, dia tahu itu adalah makanan kesukaanku, tidak seperti biasanya dia datang bercerita cukup lama hari itu. Dia memeluk dan mencium pipiku, katanya 'Ibu, aku beruntung memiliki kau sebagai ibuku, aku bahagia menjadi anakmu' ini adalah kata terindah yang pernah kudengar sepanjang hidupku."

Wanita tua itu bercerita sambil menangis, Alice lalu merangkulnya. "Tenanglah Bu, Caroline bangga memiliki ibu sepertimu" kata Alice kemudian.

"Ibu? Kau memanggilku seperti itu, suaramu terdengar seperti Caroline yang sedang berbicara" kata wanita itu kemudian sambil menatap Alice dan memegang wajahnya. "Setelah ini, panggil lah aku dengan sebutan Ibu" lanjut wanita itu.

"Baiklah" kata Alice sambil memperlihatkan senyum bahagianya, wanita itupun tersenyum, Alice lalu merangkul wanita itu sambil berbisik di telinganya "Mulai sekarang, aku akan memanggilmu Ibu."

Setelah sejenak berangkulan, wanita itu lalu melanjutkan ceritanya "Caroline, dia mencintai seseorang dan lelaki itu pun tulus mencintai Caroline, namun karena suatu hal lelaki itu harus melanjutkan studinya di luar negeri. Cerita yang beredar mengatakan jika putriku didepak dari agensi yang menaunginya menjadi seorang model, lalu depresi dan bunuh diri. Namun tak ada satupun dari cerita itu yang benar. Caroline, dia sendiri yang mengundurkan diri dari pekerjaannya, dan dia sama sekali tidak pernah menggunakan obat anti depresi, dokter" cerita wanita itu kepada Alice sambil menggenggam kedua tangan Alice. Viona tampak memperhatikan perbincangan keduanya.

"Lalu mengapa saat dimintai keterangan, anda mengatakan jika Caroline depresi karena dipecat dari pekerjaannya dan mulai menggunakan obat anti depresi?" Tanya Alice kemudian dengan curiga pada wanita itu.

"Aku menerima pesan dari ponsel Caroline yang mengatakan 'Ibu, maafkan Aku' aku mencoba untuk menghubungi ponselnya namun tidak ada yang menjawab tekeponku. Sejam kemudian aku akhirnya memutuskan untuk pergi ke apartemennya dan aku tidak menyangka melihat sendiri mayat putriku tergantung seperti itu di pintu kamar mandi. Aku lalu berteriak histeris meminta tolong, disaat yang bersamaan tanpa diduga ada seseorang yang berusaha melompat dari balkon apartemen Caroline menuju balkon apartemen kamar di sebelah. Lelaki yang melihat kedatanganku itu dengan cepat lalu menyergapku dan menutup mulutku. Dia mengancam untuk menghabisi nyawa kedua putriku seperti dia menghabisi Caroline jika aku buka mulut" Ibu Caroline mengakhiri ceritanya dengan berlinangan air mata.

"Jadi anda melihat wajah pria itu?" Tanya Alice dengan penasaran. Wanita itu lalu menganggukan kepalanya.

"Aku membuat cerita seperti yang lelaki itu perintahkan, dan membuat nyawa Caroline sebagai bayaran untuk ketentraman hidup kami. Namun kami salah, justru ini sangat membuat kami hidup dalam rasa bersalah." Isaknya kemudian.

"Maafkan Ibu Caroline, maaf nak. Ibu dan ayah sangat merasa bersalah untuk semua ini." Lanjutnya masih dalam tangisan.

"Dokter, tolong bantu kami untuk mengungkap kasus ini. Kalaupun kehidupan keluarga kami nantinya akan hancur, yang aku tahu putriku Caroline setidaknya akan berbangga hati dengan keputusan yang dibuat ibunya ini."

...

"Arghh...." Teriak seseorang dengan penuh amarah, pria tersebut menghamburkan seluruh barang yang ada diatas meja kerjanya, terlihat wajahnya memerah dan tatapan matanya begitu tajam. Disisi lain tampak dua orang sedang berdiri mematung menatap pria tersebut tanpa suara. Seorang lelaki tampak lebih muda, dan seorang lagi adalah seorang pria paruh baya.

"Saya terlalu bodoh mempercayakan semua ini pada anda" pria itu memulai pembicaraannya sambil mengarahkan pandangannya pada pria paruh baya yang berada dihadapannya itu. Pria tersebut hanya menundukkan kepalanya tak sanggup menatap pria yang berbicara tersebut.

"Dan kau? Jika saja kau membunuhnya tanpa meninggalkan sperma busukmu itu, kita tidak akan berada pada posisi tidak aman seperti saat ini!" Lanjut pria itu dan mengalihkan pandangannya pada pria yang lebih muda.

"Hahahaaaa...." Terdengar suara tawa terkekeh dari pria yang lebih muda itu "Siapa yang akan menolak jika disuguhkan hidangan yang sangat lezat, Tn.Markroverd? Jika kau ada disana, sudah pasti kau akan melakukan hal yang sama. Hahahaaaa...." Lanjut pria itu, masih dengan terkekeh.

"Tutup mulut kotormu itu" bentak pria yang sangat marah tadi masih dengan wajah garangnya.

Pria muda itu hanya tersenyum sambil berkata dengan sinis "Jika saja anda lebih pintar menjalankan bisnis haram anda itu, tanpa diketahui gadis bodoh itu mungkin saja nyawanya tidak akan melayang, dan anda tidak akan sepanik ini".

"Tutup mulutmu bodoh, sekarang yang dalam bahaya itu adalah kau, karena kau yang telah memperkosanya dan membunuh gadis itu" tiba-tiba pria paruh baya di pojok sana yang sedari tadi tertunduk kini angkat bicara.

"Jika saya sampai masuk dalam sel itu, sudah pasti kalian berdua juga akan ada disana" jawabnya sambil tersenyum, "Pertama kau, tua bangka. Kau yang menyuruhku melakukan hal ini dan aku punya buktinya." Lanjutnya kemudian sambil menatap pria paruh baya itu, lalu kemudian mengalihkan pandangannya pada pria yang pertama tadi dan berkata "Dan kau, sudah pasti kau yang mendanaiku menjalankan aksiku dan yang membayar jasaku, aku memang tidak punya buktinya. Tapi pria tua itu pasti punya buktinya kan? Tidak mungkin dia mau masuk penjara sendiri, sudah seharusnya dia mengajak anda Tn.Markroverd!" Katanya selanjutnya sambil menunjuk pria paruh baya yang kembali menundukkan kepalanya. Senyum sinis tampak dibibir lelaki muda itu.

"Arghh....." Kembali pria itu berteriak dengan gusarnya, kali ini sambil memegangi kepalanya dan dada kirinya.

"Tuan" pria paruh baya itu berlari panik menghampiri tuannya.

"Kau.... Tolong jangan bicara lagi, jika kau berani buka mulut, maka nyawa adik perempuanmu yang akan menjadi taruhannya" kata pria paruh baya itu memperingatkan pria muda yang kini berada dihadapannya.

"Awalnya saya mencemaskan keluarga saya, namun kini saya tidak perlu mencemaskannya lagi, karena saya sudah menempatkan mereka di tempat yang aman" kata pria muda itu kemudian dengan keyakinan penuh. "Lagipula, untuk membunuh Caroline kalian menyewa jasaku, sekarang siapa lagi yang akan kalian sewa jasanya untuk mengancam keluargaku.?"

"Aku peringatkan, jangan ganggu keluargaku. Jika saja kalian berani mengganggu hidup keluargaku, maka kalian dan seluruh keluarga kalian akan berakhir lebih tragis lagi dari apa yang terjadi pada Caroline Williams" ancam pria muda itu sambil meninggalkan ruangan itu.

Pria itu membuka pintu ruangan itu saat seseorang berada tepat dimuka pintu itu. Pria itu hanya berlalu saja tanpa mengalihkan pandangannya pada orang yang berdiri di pintu itu. Orang itu menarik lengan pria muda itu sambil berkata "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Dia memperhatikan wajah pria itu dengan seksama, pria itu hanya tersenyum dan berkata "Entahlah" lalu menghempaskan genggaman tangan orang tersebut lalu cepat menghilang dari depan ruangan itu.

Orang itu hanya menatap langkah kaki pria itu pergi, lalu bergegas masuk kedalam ruangan itu. Dia melihat suasana ruangan yang begitu berantakan, dan tampak pemandangan dua orang pria sedang terduduk dilantai ruangan itu. Yang satu sedang memegang dada kirinya dan tampak meringis menahan sakit, sedang yang lain sedang menyangga tubuh pria yang satunya dengan kedua tangannya agar tubuh pria itu tidak terjatuh.

"Tuan anda tidak apa-apa?" Tanya si pria paruh baya.

"Ayahh..." Teriak orang yang baru masuk itu lalu cepat-cepat menolong kedua pria itu.

"Apa yang terjadi pada ayah, paman Gilbert?" Tanya orang itu pada lelaki paruh baya yang masih dengan susah payah menyangga tubuh tuannya itu.

Paman Gilbert, lelaki paruh baya itu tidak menjawab pertanyaan orang itu, dia hanya terdiam sambil menatap pada tuannya.

"Richard, kapan kau datang nak?" Tanya pria yang dipanggil ayah tersebut.

"Aku baru saja datang ayah, apa yang membuat ayah begini? Siapa pria tadi? Apa yang dia lakukan pada ayah dan paman?" Richard lalu memberondong kedua lelaki itu dengan banyaknya pertanyaan sambil mengarahkan pandangannya pada seluruh ruangan kerja ayahnya yang kini sangat berantakan.

"Tenanglah nak, ini hanya masalah pekerjaan" kata ayahnya kemudian sambil bangkit berdiri secara perlahan.

...

Catatan penulis.

Up baru lagi, selamat menikmati imajinasi kalian dalam membaca cerita ini.

jangan bosan menunggu ya...

jangan lupa juga komentar, review, bintang n power stone..

Thanks you dear..

🥰🤗