Setelah kejadian kemarin, Sabian terus terbayang bagaimana itu ciuman dan rasa dari bibir Richard yang membuatnya tidak bisa tidur.
"Aissh aku memikirkan ciuman itu lagi. Tapi bibir Richard benar-benar lembut. Aku ingin melumatnya lagi. Ugh apa boleh? Aissh apa yang sedang aku pikirkan!" Sabian mengacak rambutnya frustasi dan masuk kedalam kelasnya.
"Richard tidak mengikutimu ke kelas hari ini?" Tanya Louis saat laki - laki mungil itu duduk di tempatnya.
"Sepertinya. Baguslah, dia tidak akan membuat masalah lagi dengan para guru"
"Tapi Biii aku benar-benar penasaran. Kemarin kau dan Richard pergi kemana? Kau tidak masuk kelas lagi setelah pergi menemui Richard" Sabian terdiam, potongan kejadian kemarin terlintas di pikirannya. Tentang ciuman itu, kedua teman Richard yang tiba-tiba muncul dan Richard yang tidur di bahunya.
"Aku menemani Richard tidur" Jawab Sabian dengan rona merah di pipinya. Kejadian kemarin sangat memalukan tapi membuatnya tidak bisa tidur karena terus di bayangi oleh bibir Richard. Dirinya tidak tau kenapa, dia benar-benar ingin menyentuh bibir Richard lagi. Apa kan ini yang dinamakan hormon? Bagaimanapun juga itu kali pertama Sabian berciuman panas seperti itu.
"Apa?! Kalian melakukan 'itu'?" Louis sangat terkejut mendengar jawaban dari Sabian ditambah lagi dengan rona merah di pipi laki - laki mungil itu lebih menguatkan dugaannya jika mereka sudah melakukannya. Tapi bagaimana mungkin? Saat ini Sabian adalah dominant Richard. Mungkinkah Sabian yang mendominasi Richard? Benar-benar tidak bisa di percaya.
"Tidak mungkin kami melakukan 'itu' di sekolah! Dasar mesum!"
Louis bernafas lega, dia tidak bisa membayangkan jika Richard yang pasrah di bawah Sabian dan Sabian yang-arrghhh Tidak! Itu tidak akan mungkin terjadi. Tapi jika itu benar-benar terjadi, Louis akan berguru kepada Sabian. Siapa tau dia bisa menjadikan Sam submissivenya haha.
"Kenapa? Tidak ada yang berani masuk kedalam markas Richard kecuali kedua temannya itu. tempat itu bisa di jadikan tempat untuk..."
"Aiish Louis! Aku tidak melakukan apapun dengan Richard!"
"Melakukan apa?" Dean yang baru saja masuk kedalam kelas langsung menatap bingung kedua temannya itu.
"Tidak"
"Sabian! Sabian! Richard berkelahi di belakang sekolah!" Seorang laki - laki berteriak kencang di ambang pintu kelas Sabian dengan nafas yang terengah-engah.
"Apa?! Aissh laki – laki ini benar - benar" Sabian langsung berlari keluar setelah mendengar Richard berkelahi (lagi). Louis dan Dean yang juga mendengar teriakan laki - laki tadi langsung memutuskan untuk mengikuti Sabian.
Setelah beberapa menit berlari, Sabian akhirnya tiba di belakang sekolah mereka. Dengan nafas yang terengah-engah laki - laki mungil itu melihat Richard dan kedua temannya sedang berkelahi hebat dengan kakak kelas mereka.
Mereka saling memukul dan memaki satu sama lain dengan tatapan tajam membunuh yang mereka layangkan kearah lawan mereka masing-masing.
Louis dan Dean yang baru menyusul Sabian juga dia terpaku di tempat mereka melihat perkelahian hebat itu. Nafas keduanya juga masih terengah-engah selepas mengejar Sabian tadi.
"Itu mereka?" Tanya Louis sambil menatap Sabian dan perkelahian itu bergantian. Sabian hanya diam, dengan langkah ragu laki - laki mungil itu mulai melangkah mendekati arena perkelahian itu.
"Jangan Biii. Kau bisa saja terkena pukulan mereka nanti" Tahan Dean sambil menarik tangan Sabian.
"Mereka harus di hentikan sebelum salah satu dari mereka mati!!" Sabian kembali melangkah dengan tangan gemetar mendekati Richard yang masih berkelahi itu. Richard bahkan tidak menyadari kehadiran kekasihnya di sana.
"Richard! Berhenti!" Sabian sudah berdiri di dekat perkelahian itu. Dia juga sesekali melangkah mundur ketika seseorang terhempas mendekatinya.
"Richard berhenti ku bilang!" Richard belum menghentikan pukulan demi pukulan yang dia layangkan kearah lawannya itu membuat Sabian mengepalkan tangannya kesal. Dia benar-benar tidak suka Richard berkelahi. Richard itu submissive! Submissive mana yang bertingkah seperti Richard? Tidak ada! Submissive itu seharusnya manis dan menggemaskan!
"RICHARD!!" Teriakan Sabian seketika menghentikan pergerakan Richard. Kepalan tangannya yang hampir menyentuh wajah lawannya itu berhenti di udara. Richard melebarkan kedua matanya terkejut saat melihat Sabian ada disana.
"Sabian? Bagaimana bisa kau ada disini?"
Sabian tidak menjawab pertanyaan Richard. Matanya melebar saat melihat sudut bibir Richard yang terluka dan berdarah.
"Astaga Richard! Kau berdarah!"
"Sialan! Jangan mengabaikanku!" Lawan Richard yang sedari tadi di kunci pergerakannya oleh laki - laki tinggi itu langsung meronta kuat dan berhasil terlepas dari cengkraman kuat Richard.
"Kau masih mau melawanku?" Richard dan laki - laki itu kembali saling menghajar satu sama lain. Sedangkan kedua teman Richard-Sam dan Alex-sudah berhasil mengalahkan lawan mereka.
"Richard hentikan!"
Satu pukulan terakhir di wajah lawan Richard membuat laki - laki itu tersungkur ketanah dan sepertinya kehilangan kesadarannya. Kedua teman laki - laki itu langsung membawanya pergi dari tempat itu sebelum Alex dan Sam juga membuat mereka tidak sadarkan diri.
Richard berbalik menatap Sabian yang terlihat sangat marah padanya.
"Sayang.."
"Kau! Sudah ku katakan bukan? Kau tidak boleh berkelahi lagi Richard!" Richard menghela nafasnya pelan dan melangkah mendekati Sabian.
"Maafkan aku. Hanya saja mereka yang memulainya. Aku, Sam dan Alex hanya menyelesaikannya saja"
"Jangan mendekat!" Gerakan Richard berhenti. Laki - laki tinggi itu sangat terkejut saat Sabian berteriak untuk tidak mendekatinya. Sebegitu marahkan kekasihnya itu sehingga dia tidak boleh mendekat?
"Kenapa aku tidak boleh mendekatimu?"
"Kau berdarah!" Sabian bergerak mundur saat Richard kembali melangkah mendekatinya.
"Ah ini. Jadi kenapa aku tidak boleh mendekatimu sayang?"
"Itu darah! Jangan mendekat Richard!"
"Jadi kenapa? Aku baik-baik saja Biii" Richard berhenti melangkah dan menghela nafasnya pelan. Kedua temannya juga menatap bingung Sabian. Ada apa dengan laki - laki mungil itu?
"Darah! Itu darah!"
Richard yang sudah kesal langsung melangkah mendekati Sabian. Laki - laki mungil itu langsung menutup kedua matanya dengan satu tangannya. Sedangkan Richard sudah berdiri di depan Sabian.
"Kenapa kau menutup matamu?"
Sabian tidak menjawab, tangannya yang satu lagi bergerak untuk meraih bibir Richard yang terluka.
"Argh!" Richard berpura-pura kesakitan saat Sabian menyentuh bibirnya.
"Apa itu sakit?" Tanya Sabian sambil mengelus pelan bibir bawah Sabian. Akhirnya aku bisa menyentuh bibir ini lagi pikir Sabian.
"Tidak"
"Tapi kau berteriak tadi. Itu pasti sakit"
Richard meraih pergelangan tangan Sabian yang sedari tadi menyentuh bibirnya lembut.
"Kenapa kau menutup matamu?"
"Aku..Aku.. Aku tidak bisa melihat darah" Sabian mengatakannya dengan sangat pelan. Richard sedikit terkejut mendengar apa yang baru saja Sabian katakan lalu terkekeh geli melihat kepolosan kekasih mungilnya itu.
"Jadi kau akan membiarkanku terluka seperti ini?"
"Tidak! Bibirmu tidak boleh terluka" Aku masih ingin merasakannya lagi lanjut Sabian dalam hati.
"Begitukah? Kau bahkan masih menutup matamu. Kau tidak ingin bibirku terluka bukan?"
Sabian menurunkan tangannya yang sedari tadi menutup matanya dan mencoba membuka kedua mata mungil itu.
"ITU DARAH!" Sabian kembali heboh sambil berjongkok di depan Richard dan menutup kedua matanya dengan kedua tangannya. Richard yang melihat reaksi kekasihnya itu langsung mengambil jaket Sam yang tergeletak di tanah dan mengusap darah di sudut bibirnya itu menggunakan jaket Sam.
"Sialan! Itu milikku!" Richard langsung menatap tajam Sam membuat laki - laki berkulit putih itu hanya diam di sebelah Louis yang masih melihat seberapa parah luka di wajahnya. Sedangkan Alex? Dia hanya diam melihat adegan itu dengan kekehan geli sembari menunggu kekasihnya yang sudah berlari ke ruang kesehatan untuk mengambil obat luka untuk laki - laki tan itu.
"Hey Biii, kau dominant tapi kau takut dengan darah? What the hell is that Sabian Byun?" Louis menatap Sabian lalu memutar bola matanya malas. Seorang dominant tapi takut dengan darah? memalukan! Eh Sabian memang tidak pantas menjadi seorang dominant.
"DIAM! Itu salah Richard! Aku sudah melarangnya berkelahi tapi dia tetap saja berkelahi"
Richard berjongkok di depan Sabian, laki - laki tinggi itu meraih kedua lengan Sabian yang menutupi wajah kekasih mungilnya itu.
"Sudah tidak ada darah"
"Benarkah? Jika kau berbohong aku akan memukulmu Richard" Ancaman Sabian itu membuat Louis memutar bola matanya malas.
"Melihat darah saja kau ketakutan Biii. Kau ingin memukulnya? Ku pastikan kau yang akan melihat darah di tubuhmu"
"Louis aku tidak ingin mendengar suara jelekmu itu!"
"Sialan kau!.." Sam langsung menutup mulut Louis yang akan berteriak kearah Sabian membuat laki - laki cantik itu mencibir kesal.
"Tidak, buka matamu dan lihat aku"
Sabian perlahan membuka kedua matanya dan melihat sudah tidak ada darah di sudut bibir Richard.
"Kemana darahnya?"
"Menghilang"
"Cih! Berhentilah berdrama Sabian" Laki - laki mungil itu langsung mendelik tajam kearah Louis yang di balas dengan gerlingan malas laki - laki cantik itu.
"Diam Louis! Kau obati saja kekasihmu itu"
"Kekasih?" Tanya Sam sambil mengernyitkan dahinya bingung. Dia menatap Louis dan Sabian bergantian sambil melipat kedua tangannya.
"Ah tidak tidak. Ayo aku akan mengobatimu Sam" Louis langsung menarik Sam pergi meninggalkan kedua pasang kekasih itu.
"Oke sudah selesai. Jika aku melihatmu berkelahi lagi awas saja!" Alex hanya tersenyum lebar kearah Dean yang baru saja mengobatinya. Pantas saja sedari tadi tidak ada suara dari sepasang kekasih ini. Dean dari tadi hanya sibuk mengobati Alex dan Alex hanya diam sambil menelusuri wajah imut kekasihnya.
"Kau juga harus mengobatiku" Sabian langsung menatap Richard kesal. Dia berdiri dari jongkoknya di ikuti Richard yang juga berdiri di depannya.
"Tidak mau, itu salahmu sendiri kenapa berkelahi"
"Kau tidak mau?" Sabian menganggukkan kepalanya sambil bersedekap di depan Richard.
"Aku tidak mau"
Richard menyeringai kecil lalu menatap Alex yang masih berada disana.
"Alex, jika Dean terluka apa kau akan mengobatinya?"
"Tentu saja aku akan mengobati kekasih ku"
"See? Kau dominant seperti Alex bukan?" Richard menyeringai sambil melihat Sabian yang terlihat gugup.
"Ayo kita pergi, kita biarkan saja kedua orang ini sendiri" Alex langsung berdiri dan merangkul bahu kekasihnya lalu pergi meninggalkan Sabian dan Richard.
"Ugh baiklah kau menang. Ayo kita keruang kesehatan" Sabian mempoutkan bibirnya kesal karena tidak bisa melawan kekasihnya.
"Tidak. Kita ke markasku"
"Disana tidak ada obat yang bisa menyembuhkanmu Richard!" Sabian menatap Richard kesal, mereka seharusnya keruang kesehatan bukannya ke markas milik Richard. Sabian tidak yakin di tempat itu ada obat-obatan yang bisa mengobati kekasih tiangnya itu.
"Tentu saja ada. Ayoo"
Richard langsung menarik tangan Sabian meninggalkan belakang sekolah itu mengabaikan protesan dari kekasih mungilnya.
**
"Apa sakit?" Sabian sudah duduk di depan Richard sambil membersihkan luka Richard menggunakan alkohol. Ternyata di tempat itu terdapat banyak obat-obatan yang bisa mengobati luka. Sabian yakin mereka sengaja menyimpan itu disana karena ya kau tau sendiri jika mereka sering berkelahi dan pastinya mereka akan mengobati luka mereka disini.
"Tidak"
"Kau berbohong. Kau meringis tadi! Ck berhentilah berkelahi Richard" Richard hanya terkekeh geli melihat kekasihnya yang sedang marah itu. Mengganggu kekasihnya itu sudah menjadi hobi barunya saat ini karena Sabian terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah.
"Sudah ku katakan bukan? Mereka yang memulainya sayang"
"Tapi kau tidak perlu sampai berkelahi Richard" Sabian menghentikan gerakan tangannya di sudut bibir Richard dan mendelik kesal kearah laki - laki tinggi itu.
"Itulah yang biasa ku lakukan"
"Tidak boleh! Kau itu submissive Richard"
"Ck kau dominant tapi takut darah"
Sabian langsung menekan kapas yang ada di tangannya kesudut bibir Richard yang terluka.
"Arrghh Biii!" Richard langsung menatap tajam kekasih mungilnya yang sengaja menekankan kapas itu di lukanya. Sabian mempoutkan bibirnya kesal, dia sedikit takut melihat tatapan tajam Richard itu.
"Darah itu menyeramkan Richard. Aku tidak suka"
"Baiklah baiklah. Jangan lakukan lagi" Sabian menganggukkan kepalanya dan memberikan obat luka di sudut bibir Richard sambil sesekali meniupnya. Dia tidak ingin Richard kesakitan.
"Aku tidak akan melakukannya lagi"
"Kau membuat lukaku semakin parah"
"Aku kan sudah mengobatinya Richard! Kau membuatku marah!" Sabian melipat kedua tangannya di dada setelah meletakkan obat luka yang di pegangnya keatas meja.
"Baiklah marah saja"
"Benarkah? Aku akan pergi" Richard langsung tersenyum geli dan menahan Sabian yang ingin berdiri dari duduknya. Kau lihat, Sabian benar-benar menggemaskan bukan?
"Baiklah aku kalah. Apa yang kau inginkan?" Sabian kembali duduk di sebelah Richard dan menatap bibir laki - laki tinggi itu. Bolehkan dia mengatakannya? Ugh kenapa bibir Richard terlihat begitu menggoda sekarang? Argh aku ingin menyicipi bibir itu lagi. Jadi dengan suara yang sangat pelan, Sabian memberanikan diri untuk mengatakan nya. Dia benar-benar merasa gugup dan malu saat ini.
"Bibirmu. Bolehkah?"
"Apa?" Richard benar-benar terkejut mendengar permintaan dari kekasih mungilnya itu. Sabian menginginkan bibirnya? Tanpa sadar Richard menyeringai lebar dalam hati. Akhirnya Sabian yang pasif bertindak sedikit agresif sekarang.
"Eum.. itu.. itu.. aku pernah melihat Dean mencium bibir Alex yang terluka. Dean mengatakan padaku jika itu akan mempercepat penyembuhan luka di bibir laki - laki hitam itu. Jadi.. ya.. mmm.. aku ingin melakukannya juga. Mungkin lukamu akan cepat sembuh"
Richard tertawa dalam hati, sepasang kekasih itu benar-benar mempengaruhi otak polos kekasihnya. Padahal Richard yakin itu hanya akal-akalan Alex saja agar bisa di cium Dean. Laki - laki tan itukan sangat mesum.
"Baiklah lakukan apapun yang kau inginkan sayang"
Sabian bergerak pelan mendekati Richard, dia sangat gugup saat ini apa lagi Richard sedang memperhatikanya. Ugh memalukan!. Laki - laki mungil itu menarik wajah Richard yang duduk di sebelahnya lalu menyatukan kedua bibir itu. Richard benar-benar berterima kasih dengan sepasang kekasih itu yang telah mengotori otak polos kekasihnya. Dia benar-benar tidak menyangka Sabian akan menciumnya terlebih dahulu apa lagi dengan alasan menggelikan seperti itu.
Sabian merasakan perasaan yang sangat-aahhh dia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Dia akhirnya bisa menyicipi kembali bibir yang terus saja menggentayangi pikirannya dari malam tadi. Sebenarnya alasan bodoh yang di ucapkannya tadi adalah kebohongan saja. Dia tidak pernah melihat Dean mencium Alex atau apapun itu. Dia hanya ingin kembali merasakan bibir yang sekarang sudah menjadi candu baginya itu. Dengan semangat, laki - laki mungil itu mengemut bibir bawah Richard yang terasa sangat lembut dan manis. Sedangkan Richard? Dia hanya diam menikmati Sabian yang memainkan bibir bawahnya. Dia membiarkan kekasihnya itu untuk melakukan apapun yang dia inginkan.
"Kau tau, aku sangat menyukai bibir bawahmu ini" Sabian mengusap lembut bibir bawah Richard setelah melepaskan tautan mereka.
"Milikku adalah milikmu sayang. Kau bisa menikmatinya kapanpun kau mau" Richard menyeringai lebar saat melihat Sabian begitu antusias dengan bibirnya itu.
"Aku tau"
Sabian kembali mendekatkan wajahnya kearah Richard. Meraih kembali bibir yang sudah menjadi narkoba untuknya itu. Richard meraih pinggang Sabian dan membawa tubuh kekasih mungil itu untuk duduk di pangkuannya.
Kali ini Richard tidak diam saja, dia membalas melumat bibir atas Sabian dan laki - laki mungil itu masih asyik memainkan bibir bawah Richard.
**