Chereads / Romantic Scandal / Chapter 24 - Dua Puluh Empat-Perjuangan

Chapter 24 - Dua Puluh Empat-Perjuangan

Saat pintu lift terbuka dan Lean buru-buru keluar. Dia berlari ke apartemen Rein, lalu menencet bel dengan tidak sabaran. Tiga jam yang lalu Rein menghubunginya membuat Lean rasanya ingin cepat menemui gadis itu. Tapi mau bagaimana lagi, jarak memisahkan mereka. Belum lagi pesawat yang sempat delay beberapa menit.

"Rein!!" panggil Lean tidak sabaran.

Tidak lama setelah panggilannya, Rein membuka pintu. Dia mendapati wajah Lean yang dipenuhi bintik keringat dengan napas memburu itu.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Lean sambil meneliti Rein dari atas hingga bawah. Tidak ada sesuatu yang aneh dalam tubuh Rein. Hanya bagian mata yang terlihat sembam dan memerah. Lean lalu menarik tangan Rein untuk dia genggam. "Kenapa?"

Rein tidak segera menjawab pertanyaan itu. Dia menarik tangan Lean dan membimbing lelaki itu masuk. Setelah itu Rein menghempaskan tubuhnya di sofa dengan lelah. "Gue pernah bilang, kan, kalau mama gue reaksinya beda waktu tahu ada gosip itu?"

Lean mengangguk. Sekarang dia paham ke mana arah pembicaraan Rein. Lean mengubah posisi duduknya menjadi miring hingga menatap Rein dari samping. Dia mendapati gadis yang dia cintai itu menghela napas panjang.

"Gue dijodohin, Le," ucap Rein setelah beberapa detik terdiam. Dia mengubah posisinya hingga berhadapan dengan Lean. Rein melihat lelaki itu diam dengan rahang mengeras. Lalu dia tidak kuasa menahan tangisannya, karena sebenarnya dia memang gadis cengeng. "Kata Mama ini yang terbaik. Biar nggak ada gosip lagi."

Lean menarik Rein ke dalam pelukan. Dia ikut sedih mendengar Rein akan dijodohkan. Lean baru saja merasakan sedikit kebahagiaan bisa bersama Rein, tapi informasi ini membuatnya terhempas. Dia merasa tidak pernah diberi kesempatan untuk bahagia. Terutama bersama Rein. "Kenapa sampai dijodohin, Sayang? Memang nggak ada cara lain?"

Kedua tangan Rein membalas pelukan Lean. Dia menumpahkan kesedihannya dalam dekap hangat itu. "Nggak tahu. Gue udah bilang ke mama. Tapi mama bilang ini yang terbaik. Bukan hanya buat karier, tapi bagi kehidupan gue."

Kedua tangan Lean terkepal di balik tubuh Rein. Dia tidak terima dengan keputusan sepihak itu. "Siapa lelaki itu, Rein?"

"Dava."

"Dava siapa? Apa dia lebih baik dari gue?"

Perlahan Rein melepas pelukan Lean. Dia tidak mengerti maksud pertanyaan Lean yang terkesan sedang membandingkan dengan Dava itu. Rein lalu menatap rahang Lean mengeras itu. "Kenapa lo tanya gitu?"

Lean membuang muka sejenak, mencoba meredam emosi yang telah menguasai dirinya. Beberapa detik kemudian, Lean menatap Rein. Kedua tangannya menyentuh pundak Rein dan mengusapnya pelan. "Karena gue sayang sama lo," jawabnya mantap. "Gue cinta sama lo," lanjutnya lebih mantap.

Tubuh Rein kaku mendengar pernyataan cinta itu. Selama ini dia tidak tahu jika Lean menyimpan perasaan kepadanya. Sekarang Rein harus bagaimana? Dia baru saja putus dari Miko lalu dia dan Lean sedang mendapat gosip tidak sedap. Dia juga hendak dijodohkan, dan barusan Lean menyatakan perasaan cinta. Rein bimbang.

Melihat Rein yang diam saja, Lean diliputi perasaan cemas. Dia mengusap pundak Rein pelan. Jantungnya berdetak lebih cepat, menunggu reaksi gadis di depannya itu. "Rein," panggilnya saat Rein tidak kunjung merespons.

Rein tersentak lalu menatap Lean dengan tersenyum. "Lo cinta sama gue? Sejak kapan?"

Sekarang Lean yang terdiam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia tidak tahu kapan tepatnya dia mencintai Rein. Semuanya seolah mengalir begitu saja. Mengalir layaknya air sungai yang tenang, tapi mengalir begitu cepat. "Gue nggak bisa jawab. Karena gue sendiri nggak tahu kapan gue cinta sama lo," jawabnya apa adanya.

"Tapi beberapa hal yang gue tahu. Gue nggak mau lo kenapa-napa. Gue pengen ngelindungi lo. Gue selalu suka ngeliat lo senyum. Gue selalu suka ngeliat lo kesel karena ulah gue. Gue, pengen terus sama lo," lanjut Lean.

Rein menunduk sambil memejamkan mata. Dia pun juga merasakan hal seperti itu. Baginya, Lean adalah tempat paling aman untuk berkeluh kesah. Rein tidak tahu arti seorang Lean baginya bisa menjadi seperti itu. "Le. Tapi keadaan kita sulit. Kalau gue jalanin hubungan sama lo, pasti ada gosip yang membenarkan kalau gue selingkuh sama lo. Ini nggak baik buat karier kita," jelasnya menoba mencari pengertian.

Lean membuang muka. Inilah risiko yang harus dia tanggung menjadi seorang entertain. Untuk bahagia saja harus mempertimbangankan banyak hal. "Rein. Kalau kita saling mencintai, gosip itu nggak akan pernah menghalangi kita," jelasnya.

Rein mengangguk, setuju dengan ucapan Lean. Tapi di sisi lain dia lelah dengan gosip yang tidak-tidak. Apalagi, kalau nanti dituduh yang tidak-tidak oleh mami Lean. Rein tidak siap dengan itu semua. "Gue nggak tahu harus gimana, Le..."

Kedua tangan Lean perlahan menjauhkan tangan dari bahu Rein. Dia menatap Rein dengan perasaan sesak. Kalimat gadis itu seolah kalimat penolakan baginya. "Lo nggak mau nyoba sama gue? Gue kira, kita bisa lalui bersama."

Rein memeluk Lean erat. "Kasih gue waktu. Setidaknya sampai kondisi membaik. Apa lo nggak mau nunggu gue?"

Kesedihan yang Lean rasakan perlahan terkikis mendengar permintaan itu. Dia lalu membalas pelukan Rein dengan erat. "Mau, Sayang. Gue bakal nunggu dan buktiin ke lo."

Dalam pelukan Lean, Rein tersenyum. Dia memejamkan mata, mendengar degup jantung Lean yang berdetak lebih cepat, seirama dengan degup jantungnya. Rein tidak ingin terlalu berharap banyak. Dia pernah berharap ke Miko, tapi lelaki itu malah mematahkan. Sekarang Rein hanya perlu menikmati, biarlah waktu yang mengeksekusi.

***

Rein memilin ujung kausnya dengan kepala tertunduk. Dia tidak berani mengangkat wajah hingga membuatnya bersitatap dengan mamanya. Sejak lima menit yang lalu, mama Rein datang dengan raut yang tidak bersahabat. Rein menduga kalau mamanya mendengar obrolannya dengan Lean.

"Bisa kamu jelaskan maksud ucapanmu dengan Lean?"

Mendengar nada dingin itu, Rein memejamkan mata. Lean baru saja pulang, karena diusir. Sekarang Rein harus menghadapi kemarahan mamanya, tanpa bantuan lelaki penguatnya itu.

Sarah menatap anaknya yang masih bungkam itu. Dia memang sempat mambahas masa lalu dengan Atika. Tapi Sarah tidak merestui hubungan Rein dengan Lean. Terlalu banyak masalah yang telah dua orang itu lakukan. Jika Rein dan Lean menjalin hubungan, maka akan ada berita yang tidak mengenakkan keduanya.

"Lean mencintai Rein, Ma," jawab Rein setelah beberapa saat diam.

Rein menghela napas panjang. Tidak pernah dia bayangkan kalau kedekatannya dengan Lean bisa seperti ini.

"Kamu juga mencintainya?" tanya Sarah.

Kepala Rein semakin tertunduk lalu dadanya sesak entah kenapa. Rein takut, dipisahkan oleh Lean. Selama tiga hari tidak ada Lean, hati Rein rasanya hampa. Dia tidak tahu bagaimana hatinya kalau dipisahkan dengan Lean dalam waktu yang cukup lama. "Rein belum yakin dengan perasaan Rein."

Sarah menghela napas panjang. Dia sudah menduga kalau Rein mencintai Lean. Lama-lama Sarah kasihan dengan Rein. Kenapa kisah cinta Rein seperti ini? Belum lagi, masalah permusuhan Sarah dan Atika. Kalau sampai Rein berpacaran dengan Lean dan sampai tercium media, akan banyak pemberitaan heboh yang menerpa mereka. Itulah yang membuat Sarah tidak mengizinkan Rein dengan Lean. Demi kebaikan dua orang itu sendiri.

"Mama nggak bakal setuju, Rein."

Tes.

Air mata Rein langsung turun membahasi pipi. Dia merasa jalan di depannya cukup terjal untuk dilalui. Dia tidak sanggup melewati sendirian. Namun, jika meminta bantuan Lean, terlalu banyak orang-orang yang tidak mendukung keduanya.

***

"Banyak wanita di luar sana yang mau sama kamu, Lean!!"

"Tapi Lean nggak mau mereka, Mi!!"

"Kamu cuma mau milih Rein?"

"Mami sudah tahu jawabannya."

Lean membuang muka dengan rahang mengeras. Sejak sejam lalu perbincangan ini tidak berakhir. Dia tetap dengan pendiriannya tidak ingin menjauh dari Rein. Sedangkan Atika ingin Lean menjauh demi karier dan kehidupan lelaki itu sendiri. "Mami ngomong gini karena mami tahu yang terbaik buat kamu."

Lean tersenyum sinis. "Terbaik apanya? Mami ngelarang aku sama orang yang aku cintai. Apa itu yang namanya terbaik?"

Atika berkaca-kaca mendengar kemarahan anaknya itu. Selama ini Lean jarang marah kepadanya, tapi kali ini berbeda. Sepertinya anaknya itu sudah begitu mencintai Rein. "Ada banyak hal yang akan kalian hadapi, Le."

"Lean sanggup, Mi," jawab Lean mantap.

Sejak semalam, Lean memikirkan risiko yang harus dia tanggung jika tetap menjalin hubungan dengan Rein. Pertama dia dan Rein akan mendapat gosip tentang dua anak musuh yang ternyata saling mencintai. Kedua, akan ada gosip jika Rein memang berselingkuh dengan Lean. Ketiga akan ada gosip cinta segiempat antara Rein, Lean, Miko dan Nana. Keempat akan ada gosip yang tidak bisa mereka tebak. Karena pemburu berita akan semakin melebarkan masalah.

"Lean terima apapun masalahnya. Hanya karena gosip bukan berarti Lean berhenti perjuangin Rein." Setelah mengucapkan itu Lean memutuskan masuk kamar. Dia menghempaskan tubuhnya di ranjang, lalu memijit pelipisnya untuk meredakan pusing di kepala.

"Nggak peduli lingkungan bakal ngomong gue kayak gimana. Satu yang terpenting. Gue harus perjuangin kebahagiaan gue sama Rein."

Beberapa menit berbaring, Lean ingat dengan gadis itu. Dia bangkit dan mengambil ponsel di nakas. Dia mencoba mengubungi Rein, tapi yang terdengar suara operator. Akhirnya Lean memilih mengirimkan pesan untuk Rein.

Apapun yang terjadi, gue bakal perjuangin lo. Nggak peduli sama gosip di luar sana. Nggak peduli sama mama kita yang musuhan. Gue cinta sama lo, dan akan memperjuangkan lo, apapun rintangan yang harus gue hadapi. Karena ini tentang bahagia kita, bukan tentang pendapat orang lain.