Brian mendorong kereta bayi berisikan Alea juga menggenggam tangan Arkha masuk kedalam sebuah mall terdekat. Seperti tujuan utama mereka, ketiganya menuju restauran steak yang ada di mall itu. Brian telah menghubungi Hana bahwa mereka akan makan di restauran, niatnya untuk mengajak pergi bersama, namun Hana menolaknya beralasan bahwa ia masih menyelesaikan masalahnya. Sebenarnya ia ingin ke butik Hana memastikan keadaan istrinya apalagi saat mendengar suara serak Hana, Brian jadi semakin cemas tapi sekali lagi ia mengingatkan dirinya untuk percaya. Hana pasti baik-baik saja. Saat keduanya sedang jalan, tak sengaja ia menangkap sosok pria yang sangat ia kenali nampak menyedihkan duduk dipojokan tangga dekat pintu lobby. Brian pura-pura tak melihatnya, tidak ingin menegor karena ia yakin hanya akan ada adegan memalukan nantinya tapi agaknya itu cuman angan saja sebab dengan polosnya Arkha memanggil namanya.
"Uncle Daniel!!" Teriak Arkha membuat Brian menghembuskan nafasnya pasrah. Daniel yang mendengarnya, mendongakan kepalanya dengan mata berbinar melihat kedatangan Brian layaknya malaikat penyelamat.
"Arkha! Abang Brian!! Huhuhu Senangnya ketemu Abang." Daniel berteriak dengan kencang, semua orang yang mendengar menoleh kearah Daniel. Mereka menatap aneh lantaran ada pria tampan berprilaku tak waras. Brian memijit pangkal hidungnya, ia benar-benar malu dengan kelakuan Daniel, mau bilang tak kenal, tapi anak gila itu sudah memeluknya erat.
"Aduh apasih! Lepasin bodoh"
"Abang ngapain disini? Abang bisa telepati ya, tau aja Daniel lagi kesusahan"
"Siapa juga yang tahu, abang nyesel malah kesini kalau tau kamu ada disitu. Lagi ngapain sih duduk kayak gembel disana?"
"Jahatnya ngatain gembel! Mana ada bang gembel ganteng, kalau ada juga buat konten iamtube. Daniel lagi nunggu anak setan noh si Lucas, daritadi ditungguin gak dateng-dateng mana lupa bawa duit, mana laper, mau pesen ojek online hape lowbat"
"Terus ngemis di tangga?"
"Enak aja kaga ngemis bang, tapi baru niat" Brian menoyor kepala Daniel kesal
"Sama aja!"
"Abang ngapain disini?"
"Mau makan steak uncle" Arkha yang sedari tadi diam memperhatikan pamannya, membuka suara. Bocah cilik itu bosan dicuekin, ia juga sudah lapar.
"Wuihhh, makan enak!! Daniel ikut bang"
"Gaboleh!" Bukan Brian yang menjawab, melainkan arkha yang sudah melipat tangannya didepan dada, menatap tajam kepada Daniel, yang ditatap mengeryit bingung.
"Kenapa?"
"Punya uang gak uncle? Sini bayar ke Arkha, Kalau tidak punya berarti uncle hutang sama Arkha"
"Heh?" Daniel melongo, ternyata bocah dihadapannya sedang balas dendam. Menggaruk pelipisnya pelan, Daniel menyengir menampakan gigi putihnya lalu menggeleng.
"Uncle gakpunya uang, tapikan yang bayar paman Brian, kenapa harus bayar ke kamu?"
"Iyah dong, kan paman Brian bayarin Arkha, paman Brian jangan bayarin Uncle Daniel ya."
Brian yang kebingungan melihat dua presensi yang sedang mengotot itu, akhirnya hanya mengangguk pasrah, mau gimana lagi kalau menuruti Daniel nanti anak kakaknya malah menangis, Brian yang tak punya pengalaman mengurus anak tidak mau mengambil resiko itu. Daniel mendengus lalu mengangguk dengan berat hati.
"Yasudah iya, jadi hutang. Puas kamu!"
"Hmmm, ayo let's go paman"
Setelah konversasi panjang dan negosiasi perhutangan akhirnya mereka duduk di dalam restauran, Brian memandang keduanya keheranan walaupun mereka sempat bertengkar, sekarang justru terlihat seperti sahabat sejati tak terpisahkan. Saling bersepakat memesan makanan yang berbeda agar keduanya bisa saling mencicipi. Sejujurnya Brian bingung juga, Darren mendidik keduanya dengan baik atau terlalu pelit? Pasalnya uangnya banyak tapi mereka benar-benar hanya akan membeli satu makanan untuk dibagi, seakan-akan mereka dilarang membeli terlalu banyak.
Lama tak berselang, pesanan mereka datang. Seperti yang disepakati keduanya, mereka benar saling berbagi makanannya lalu makan dengan tenang. Ternyata yang bisa mendiamkan orang cerewet macam mereka itu makanan. Baiklah, Brian catat buat jaga-jaga kedepannya.
Selesai makan mereka berempat keluar dari restauran niatnya mau kembali ke butik Hana, karena tujuan awal Brian keluar itu ingin belanja bulanan. Daniel juga sudah bilang ikut Brian, seperti yang dikatakan sebelumnya, ia tak punya uang sama sekali, ponselnya juga mati dan untungnya diiyakan oleh Brian. Gitu-gitu juga Daniel masih adik sepupunya. Mau dibiarkan nanti diomelin nenek. Saat keduanya menuju mobil tiba-tiba Alea dalam kereta bayi menangis kencang, ia menggeliat seperti tak nyaman dengan sesuatu.
"Ssst Lea kenapa sayang?" Tanya Brian
"Paman! Lea bau busuk."
"Hah?"
"Waduh Bang, Alea nimbun emas deh kayaknya!"
"Haaah!???!" Tangisan Alea semakin keras, ia benar-benar tak nyaman dengan kondisinya sekarang membuat kedua paman dan juga kakaknya panik tak karuan.
"Gimana nih? Kalau ketempat Hana butuh waktu 10 menit perjalanan, belum ngantri keluar parkiran. Daniel kamu bersihin sana ke toilet."
"Heeeeh??? Gaksalah bang? Gakmau ah geli!! Lagian bisa patah anak orang, gendong Alea aja takut, Kak Helena gak pernah ngizinin, takut anaknya jadi kerupuk, Arkha aja tuh dia kan kakaknya" yang disebut-sebut namanya melotot, memandang horor pamannya.
"Arkha masih kecil Uncle!"
"Halah badan doang kecil, isi kepala kamu tuh kaya orang dewasa, bandel dikasih taunya" disebut begitu Arkha yang kesal menendang kaki Daniel sampai pria tampan itu mengaduh kesakitan, buset kecil-kecil tendangannya bikin nyeri. Sedangkan Brian yang sedang kepusingan dengan Alea semakin dibuat pusing sama dua makhluk didepannnya, lalu mendengus kasar meninggalkan keduanya yang beradu mulut menuju toilet, mau yang besar dan yang kecil sama aja, sama-sama bikin pusing.
"Yahkan ditinggal, kamu sih"
"Enak aja uncle tuh!!" Lalu Keduanya berlari membuntuti Brian. Tepat didepan toilet Brian tak segera masuk, ia jadi bingung sendiri harus berbuat apa, sedangkan Alea tak berhenti menangis, kasihan Alea punya paman tidak ada yang benar. Apalagi Daniel yang mondar-mandir seperti setrikaan.
"Kamu gakbisa diam? Mondar mandir begitu bikin pusing abang aja."
"Lagi mikir ini bang"
Saat sedang berdebat tiba-tiba ada seorang wanita sedang menggendong anaknya, menepuk pundak Brian. Seketika pria itu terlonjak kaget.
"Oh Maaf kalau saya mengejutkan, saya perhatikan, sedari tadi anak bapak menangis. Ada apa ya? Ibunya kemana?"
"Oh ini anak saya sepertinya sedang menimbun emas. Eh maksud saya sedang pup, mungkin dia nangis karena tak nyaman."
"Owalah, ibunya kemana?"
"Ibu dirumah sakit tante, adik Arkha sedang sakit" Arkha menyahut, anak itu benar-benar tidak bisa diabaikan.
"Oh gitu, jadi kalian tidak ada yang bisa mengganti popoknya?" Tanya ibu-ibu itu, menatap Brian dan Daniel dengan pandangan seakan-akan sedang mengolok, bisa tidak sih jaga anak? Ganti popok aja gak becus.
"Yasudah saya bantu gantikan, kasian wajah anaknya sampai merah gitu, karena menangis."
"Serius bu?" maka anggukan ibu-ibu itu membuat 3 pria termasuk Arkha mendesah lega. Ya Tuhan mereka selamat! Setelahnya ibu itu memberikan anaknya kepada baby sitternya, lalu menggendong Alea membawanya kedalam kamar mandi. Sebenarnya Brian dan Daniel sedikit was-was . Gimana kalau orang itu ada niat jahat ke Alea? Beruntung seakan mengerti keadaan, Arkha tanpa disuruh ingin mengikuti adiknya yang akan dibersihkan, jadi tanpa perlu merasa tak enak, setidaknya ada Arkha yang menjaga adiknya di toilet wanita itu.
Menunggu beberapa menit, ketiganya keluar dari toilet dengan Alea yang sudah tenang, ia tak lagi menangis dan nyaman dalam gendongan ibu-ibu itu. Brian menduga kalau diculik, Alea pasti akan diam saja saat ada yang menggendongnya. Bahaya juga anak itu.
"Terima kasih bu, sudah menolong kami."
"Iya sama-sama mas, besok-besok kalau dirumah ikut bantuin istrinya juga, jadi pas pergi sendirian seperti ini tidak kebingungan. Lagian gak ada ruginya kok bantuin istri" Brian tersenyum kikuk mau tak mau mengangguk, ia sadar diri karena sudah di tolong. Yang penting sekarang pulang dulu, ketemu Hana.
🍀🍀🍀
Brian mendesah lega saat bisa membaringkan tubuhnya diatas ranjang, rasanya hari ini benar-benar melelahkan. Pria itu lalu menyuruh istrinya mendekat, ia meminta Hana berbaring disampingnya agar bisa ia peluk sebab Brian butuh mencharge energinya dengan pelukan Hana.
"Ya Ampun, capek banget?" Tanya Hana mengusap punggung besar Brian.
"Banget Han. Ngurus 3 bocah! Apalagi yang paling besar udah bikin malu, nyusahin lagi" adunya pada Hana, mengingat Daniel hari ini ikut menyusahkannya. Hana tergelak membuat tubuhnya bergetar, mendengar tawa Hana yang renyah, membuat Brian semakin menyelusup kedalam ceruk istrinya.
"Tapi aku seneng banget hari ini, biar melelahkan tapi capeknya gak kerasa tadi, liat mereka ketawa rasanya nyenengin banget Han. Kalau kita punya sendiri pasti seru ya."
Seketika tubuh Hana menegang, tawanya berhenti begitu juga dengan usapannya, Brian yang menyadari perubahan Hana mengumpat sedikit lalu mendongak.
"Sayang, ma-maksud aku.."
"Iyah aku paham kok." Ujarnya dengan sedikit seyuman ia sematkan pada wajahnya.
"Maaf ya Bri.." lanjutnya mengusap wajah Brian.
"Serius Hana, aku yang seharusnya minta maaf, maksud aku nanti kalau udah waktuya. Bukan sekarang kok"
"Iyah aku tau kok, udah yuk tidur. Besok kamu gakbisa bolos lagi, katanya capek"
"Kan aku bosnya Han"
"Terus kalau bos mau seenaknya aja gitu?" Katanya galak, Brian menggelengkan kepalanya dengan senyuman, tepat saat melihat manik Hana seketika pandangannya berubah sendu, ia mengusap kepala Istrinya dengan sayang lalu mengecup keningnya. Pria itu kembali membawa istrinya kedalam dekapannya.
"Aku serius minta maaf Han, kamu harus tau mungkin ini udah berkali-kali aku bilang, aku sayang banget sama kamu, aku lebih baik nunggu daripada kehilangan kamu. Meski kamu gakbilang, aku tahu isi kepala kamu. Jangan pernah nyuruh aku buat ninggalin kamu"
Hana mengeratkan pelukannya, menangguk dalam keheningan yang tercipta setelah perkataan Brian, ia mati-matian menahan air matanya. Ia tidak mau Brian sampai tahu kalau ibunya sudah memberinya ultimatum, biar saja jalan Tuhan seperti apa, Hana hanya ingin mengikutinya. Jikalau memang harus berpisah mungkin itu yang terbaik.