Belum sempat Hana menapakan kedua kakinya dengan benar, salah satu karyawan sekaligus sahabat Hana menghampirinya dengan tergopoh-gopoh, wajahnya pucat pasi, seperti baru saja melihat makhluk halus atau ada kejadian buruk telah menimpanya. Tapi kalau diingat-ingat memang tujuannya datang kemari ingin menyelesaikan masalah, wajar saja kalau wanita dihadapan Hana nampak gelisah. Namun yang jadi pertanyaan Hana apa masalahnya besar sekali sampai-sampai ia pucat begitu? Dan tanpa perlu waktu lama untuk mengetahuinya, setelah karyawan Hana membisikan sesuatu kepadanya, Hana ikut pucat. Dengan gerakan cepat Hana menahan Brian yang hendak turun dari kursi kemudinya.
"Bri.. kamu jangan turun! Bawa saja Alea jalan-jalan ya. Masalah didalam sepertinya cukup parah tidak baik kalau Lea melihat keributan" Brian mengernyit tak setuju, kalau masalahnya parah justru semakin membuatnya ingin menemani istrinya. Kalau Hana disakiti karena komplainan tak jelas bagaimana? Seperti waktu lalu Hana hampir ditampar orang sinting yang mengaku polisi lantaran kesal dengan Hana, pesanan tunangannya tak kunjung kelar, padahal waktu itu Hana sudah menjelaskan dengan cara baik-baik bahwa tunangannya memang baru dua hari lalu datang memesan gaun, dan sudah menjelaskan tidak akan kelar dalam waktu dua hari dengan detail yang banyak.
"Justru kalau parah aku harus menemanimu Han. Aku tidak mau kejadian waktu lalu terulang lagi. Kamukan tanggung jawabku" agaknya perkataan brian membuat Hana terenyuh tapi sungguh, ia tidak bisa membawa Brian masuk kedalam.
"Promise!! aku akan baik-baik saja sayang, kasihan Lea, jika melihat pertengkaran diusianya yang masih kecil"
Brian menghela nafas meskipun benar apa yang dikatakan Hana ia masih khawatir melihat Hana seperti ini. Ia tidak tega membiarkan istrinya di maki orang lain. Tapi mendengar nada yang dikeluarkan Hana, apalagi sampai memanggilnya sayang. Itu tandanya Brian harus menurutinya. Maka setelah anggukan dari kepalanya, dan kecupan di kening Hana, Brian kembali menyalakan mesinnya.
"Segera hubungi aku kalau terjadi sesuatu Hana dan kau Re tolong paksa wanita keras kepala ini untuk menghubungiku segera" Setelah memastikan kedua wanita dihadapannya mengiyakan perintahnya, ia menjalankan mobilnya dengan berat hati meninggalkan butik Hana, lalu setelah memastikan mobil Brian benar-benar menghilang, dengan langkah tergesa ia masuk kedalam lalu menemukan ibu mertuanya tengah duduk menanti dirinya. Hana tersenyum canggung, karena beberapa bulan ini hubungan keduanya tak begitu baik.
"M-mah.. sudah daritadi? Kenapa tidak menghubungi Hana? Mamah mau mau minum ap—"
"Tidak usah repot-repot Hana. Mamah mau bicara sama kamu penting. Berdua saja." Hana mengangguk lalu membawa ibu mertuanya masuk keruang kerjanya, Hana mempersilahkannya duduk, diikuti Hana yang duduk bersebrangan dengan ibunya.
"Well Hana, Langsung ke intinya saja. Mamah mengerti kondisi kalian yang sulit mendapatkan anak.." jujur saat ini Hana takut setengah mati, pembahasan anak selalu membuatnya sakit.
"Y-ya mah maaf.."
"Tidak perlu minta maaf, mamah yang harus minta maaf sama kamu. Mamah sangat ingin punya cucu Hana, teman-teman mamah suka membicarakan cucunya, kamu tahu mamah cuman bisa diam saja karena kalian belum memberikannya padaku? Jadi maaf keputusan mamah sudah bulat Han. Mamah akan menjodohkan Brian dengan wanita lain." Selama ini Hana menganggap istilah bagai disambar petir di siang hari itu konyol namun sepertinya istilah itu sangat cocok sebagai gambaran atas apa yang dialaminya saat ini. Mata Hana memanas, tubuhnya lemas seketika bagaimana mungkin ibu mertuanya melakukan ini kepada Hana?
"Mah... beri Hana kesempatan untuk mencobanya lagi, kami bisa ikut prog—" lirih Hana yang ucapannya dipotong, ia tidak sanggup berada diposisi seperti ini.
"Terlalu lama Hana, dulu kau juga berkata begitu, tapi nyatanya apa? Kalian masih saja seperti ini. Keputusan mamah sudah bulat, Brian harus bercerai denganmu dan menikah dengan wanita lain. Tapi mamah tahu anak mamah seperti apa, dia tidak akan pernah melakukannya, dia juga tidak akan pernah biarkan kau menggugatnya. Mamah tahu Brian akan mempertahankanmu, jadi mau kau mengizinkannya atau tidak mamah akan memperkenalkan seorang wanita kepadanya. Mamah hanya minta, Jangan pernah kau melarang Brian untuk mendekati wanita itu. Kau paham? biarkan Brian berbakti pada orang tuanya. Aku ibunya Hana"
"Mah... jangan seperti ini mah"
"Sudahlah, itu saja yang mamah mau katakan, mamah tidak mau mendengar jawabanmu. Yasudah, Mamah pulang"
"Bi-biar Hana antar mah"
"Tidak perlu!" setelah berkata demikian Ia meninggalkan Hana yang masih terpaku, air matanya tak dapat lagi ia tahan. Tak lama Renata sahabat Hana masuk kedalam ruangannya, wanita itu langsung memeluk Hana.
"Maaf Han, mertua kamu melarangku mengatakan kalau dia datang. Kau baik-baik saja?"
"Re.. mamah Brian ingin aku cerai dengan anaknya." Renata membeliak, ia semakin erat memeluk Hana, kasian Hana. Kalau bisa memilih Hana juga pasti tidak akan mau dalam kondisi seperti ini.
🍀🍀🍀
Perasaan Brian masih tidak tenang, ia masih kepikiran dengan Hana. Tapi karena Hana memaksa mau bagaiamana lagi, ia harus percaya bahwa Hana bisa mengatasinya. Lalu Setelah mendapat panggilan dari Aldrian, Brian juga Alea bergegas menuju les piano untuk menjemput kakak gadis itu yang sedang mengikuti les, sebenarnya seharusnya Aldrian yang menjemput, namun karena ada meeting mendadak jadilan pria dingin itu meminta tolong kepada Brian.
Tak lama setelah menempuh perjalanan selama 10 menit dari butik Hana, Brian telah sampai di tempat les, Arkha yang mengenali mobil pamannya segera bangkit ditemani guru lesnya, menunggu pamannya yang sedang mematikan mesin mobilnya lalu keluar menghampiri keduanya.
"Selamat siang, terimakasih sudah menemani Arkha" guru les Arkha menggangguk dengan senyuman canggung, sedikit gugup sebab mengetahui keluarga Arkha merupakan bibit unggul, buktinya ayahnya tampan, ini pamannya juga tak kalah tampan.
"Y-ya Tuan, tidak apa-apa itu sudah tugas saya. Nah Arkha pamannya sudah sampai, hati-hati pulang dijalan ya"
"Ya miss, Arkha pulang dulu baybay"
"Baiklah kami permisi dulu." Setelah berpamitan keduanya mulai meninggalkan tempat itu, Arkha yang duduknya di belakang bercanda dengan adiknya.
"Oiyah kok paman Brian yang jemput? Bukannya uncle Al?"
"Uncle Al sedang ada meeting, jadi paman yang jemput. Kamu sudah makan? Mau makan apa?"
"Gratiskan paman?" Brian mengernyit, keheranan dengan jawaban Arkha. Ia tahu Arkha itu anak ajaib, anak paling banyak akal tapi paling nakal juga. Pernah ia ingat cerita dari kakaknya Darren, Arkha pernah mensolasi mulut adiknya yang terus menangis. Astaga baru sadar sekarang ia sedang bersama dengan si biang masalah 2nya Daniel.
"I-iya tentu aja sayang, memangnya kamu punya uang buat gantinya?"
"Enggak! tapi uncle Daniel selalu mencatatnya jadi hutang. Huh dasar pelit, pantas saja pacarnya irit" Brian tertawa melihat keponkannya yang kesal, bibirnya mengerucut sehabis menggibahkan pamannya.
"Memangnya uncle Daniel punya pacar?"
"Justru itu paman, karena tidak punya makanya irit" lagi-lagi Brian tertawa, sebenarnya tidak mengerti juga apa hubungannya Irit dan tak punya pacar. Tapi biarlah namanya juga anak-anak, imajinasinya tak bisa di hentikan.
"Nanti kalau diomongin terus kasian Ucle Daniel tersedak kha"
"Biarin tersedak kodok! Hehehehe"
Brian menggelengkan kepalanya, ternyata selain nenek musuh Daniel termasuk Arkha.
"Yasudah kamu mau makan apa jadinya? "
"Hmmm.... sebentar Arkha pikir-pikir dulu" katanya seraya meletakan jari telunjuknya dikeningnya seolah-olah sedang berpikir keras.
"Karena gratis, Arkha mau yang mahal paman. Arkha mau Steak...." lanjutnya
"Yakin??" Tanya Brian tak yakin dengan pilihan Arkha, tapi anggukan kepalanya yang bergerak dengan semangat seperti mosing lagu metal, mengurungkan niat Brian untuk mengajaknya ketempat lain.
"Baiklah kalau Bos Arkha yang mememinta, paman tak bisa nolak, jadi meluncur sekarang nih boy?"
"He eh jadi dong... ayo go go go meluncur. Arkha laparrrrr...." teriaknya semangat, membuat Brian tersenyum manis.