Aku masih berada di dalam mobil.
di bangku depan, ada seorang pria dengan sopir berkacamata hitam yang tampak lebih tua.
sedangkan yang ada di depanku, adalah seorang wanita tua yang terlihat cantik.
Tunggu, berapa usia wanita ini. Baju mahal, kacamata mahal. Rambut yang terlihat rapi.
"Apa kabar?", tanyanya.
Aku diam, tak menjawab.
Otakku berfikir keras. Memproses tampilan wanita di depan ku dan mecoba mencari tau siapa dia.
Wajahnya tak asing.
"Kau jadi lebih pendiam dari pada saat kita bertemu di taman kemarin ya?"
Dia adalah wanita yang ku temui kemarin di taman!
mataku terbelalak. Dia? sedikit berbeda.
Apa benar itu dia?
"Reveline Exodious! Aku ingat sekarang. Kau yang menolong ku saat aku terjatuh di Mall. Kau ingat?", tanyanya padaku.
"O iya, perkenalkan. Namaku Servin"
Mobil ini melaju cepat sekali. Memoriku mulai membuka-buka kembali kenangan saat sebelum hidupku seberantakan ini.
Aku ingat, hari itu aku menolong nya. Tapi wajahnya tak sacantik hari ini. Ia pun mnunjukkan bekas luka jahit di kepalanya. Untuk menyakinkanku.
"Maaf bisa turun kan aku?" pintaku.
"Baik~tapi katakan padaku kau mau pergi kemana?", jawabnya.
Aku kalah saat ini memang aku tak ada tujuan. Aku belum menemukan tempat tinggal baruku.
"Kemana kita akan pergi?", tanyaku lagi,
"Home!~", jawabnya singkat.
Kami tiba di sebuah rumah mewah di kawasan barat . Dengan halaman super luas. Ada taman air mancur dibagian halaman.
Kami turun dari mobil. Seseorang menyambut kami. Ia tampak lebih tua dari pada Nyonya Servin. Mungkin ia adalah suami.
"Selamat datang" katanya menyambut Ny. Servin dan memeluknya sebentar.
"Reveline, Dia yang menolongku saat di Mall" katanya memperkenalkan aku pada suaminya.
Sang suami segera menghampiriku dan menyambutkku .
"Kau malaikat penolong kami. Trimaksih!" katanya sambil menyalamiku.
Aku hanya bisa tersenyum.
"Masuklah, Jacob sudah menyiapakan makanan untuk kita. Anggap saja rumah sendiri" tambah suami Ny. Servin.
Bagiku tetap saja ini bukan rumahku. Aku tak pernah tinggal di rumah sebagus ini. Dengan lobi, ruang tamu mewah. Ruang makan dengan perapian, terlihat seperti ballroom di sebuah restaurant.
Ada lukisan Ny. Servine dan suaminya. Karena tampak begitu muda, kurasa itu dilukis saat mereka masih muda atau baru menikah.
"Perkenalkan namaku Antonie Daughlas Servin", kata suami Ny. Servin sambil mempersilahkan aku masuk dan mengagumi ruangan ini.
Aku duduk didepan Ny. Servin. Tuan Servin berada di
ujung kami.
"Aku tak tahu apa yang akan terjadi, jika kau tidak menolong istriku. Mungkin aku tak akan bisa bertemu dengannya hari ini!" katnya memulai pembicaraan.
"Aku memang salah, harusnya jika memang sopir kami hanya bisa mengantarnya, aku tak sebaiknya membiarkanya pergi. Lain kali, aku tak akan membiarkannya pergi sendirian tanpa teman."
"Ya sayang, kau luar biasa. Kau menolongku meskipun aku tak mengenalmu. Saat aku ingin bicara, Kau pergi begitu saja. Aku beruntung si dokter memberikan hasil pemeriksaan dan kutemukan namamu di tanda tanganmu di kolom persetujuan. Saat aku melihatmu kemarin, aku penasaran dengan namamu. Aku menanyakannya berkali-kali. Aku beruntung, Bearly dapat mengenalimu kemarin"
Seseorang masuk kedalam ruangan.
"Ah disini rupanya anda Ny. Servin" Katanya sambil berjalan menuju tempat duduk Ny. Servine.
"Kalung berlian anda terjatuh dan hampir terinjak olehku"
Ny. Servine menerima kalung berlian itu. Ia mengamatinya.
"Oh Bearly, ini bukan kalungku.." serunya.
Lalu meletakkan kalung itu di tengah meja makan, Sebuah kalung dengan dengan batu warna putih dan berantakan juga kusam. Tak terlihat berharga sama sekali.
Ya pastilah itu bukan milik Ny Servin . Aku baru ingat itu kalungku.
"Itu milikku, maaf", aku mengambilnya.
"Sebaiknya simpan baik-baik Nona muda , aku yakin kalung ini cukup bernilai, saya permisi dulu"
Bearly pun pergi meninggalkan kami.
Tuan Servin mengingatkan agar lebih hati-hati. Namun aku menjelaskan bahwa ku rasa kalung ini tak seberharga yang mereka pikirkan. Ini bukan berlian.
"Benarkah? Bukan berlian? Tapi ini terlihat mahal" kata Tuan Servin.
"Benar Reveline, Barly bisa mengenali berlian dengan cukup baik. Walaupun tak seahli Jacob. Iya kan Jacob?" Seru Ny Servin pada Jacob yang baru saja masuk ke ruangan membawa pelayan dengan makanan.
Ia tampak terkejut dengan perkataan Ny. Servin.
"Anda membicarakan saya?" Tanya Jacob
"Aku ingin Kau memeriksa Kalung Nona Reveline. Apa Aku bisa?" .
Jacob terkejut dan menaikkan alisnya. Ia melihat ke arahku. Ia kemudian melihat ke arah tuan dan Ny. Servine kembali. Sementara para pelayan itu menyiapkan makanan untuk kami.
"Oh tentu saja, Tidak ada yang meragukan kemampuan saya, Boleh aku bawa kalungnya Nona?"
Aku pun menyerahkan kalung itu padanya sebelum kemudian menghilang dari hadapan kami.
Tuan Servin menanyakan padaku bagaiman aku mendapatkkannya. Aku pun mulai bercerita
"10 tahun lalu, aku melihatnya mengemis saat hujan. Menanyainya, kenapa tak bersekolah adalah hal pertama yang kulakukan. Ia sudah 2 tahun berhenti sekolah sejak tak ada yang mau membiayainya sekolah dan memberikannya besiswa, dengan berbagai alasan.
Singkat cerita aku memperbolehkannya sekolah di tempatku dan tinggal di ruangan dekat penjaga sekolah. Setelah lulus ia mendapat beasiswa mutlak dari pemerintah Perancis. Aku tak begitu ingat apa itu.
Kudengar ia lulus dalam satu setengah tahun. Dan mendapat pekerjaan yang bisa membuatnya kaya. Saat usianya 21 tahun ia mencariku dan menemuiku. Ia memberikan hadiah kalung ini. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya, Ia memintaku untuh menikah dengannya saat itu." Jelasku sambil tertawa.
Tuan dan Ny. Servinpun juga ikut tertawa mendengar cerita kami.
"Dan….?" Tanya Tuan Servin penasaran.
"Tentu aku menolaknya, aku tak mungkin menikahi orang yang jauh lebih muda dariku. Kalian bisa banyangkan aku 26 tahun dan ia 20 tahun. Aku mengembalikan kalung itu tapi ia menolaknya, Aku bilang:
Kau pasti akan menemukan orang lain yang lebih baik dan benar-benar mencintaimu. Ia tak percaya waktu itu. Namun setahun kemudian, Ia benar-benar menikahi seorang gadis berusia sama dengannya di Perancis.
Aku datang ke sana, Aku memakai kalung itu. Dia senang sekali. Ia memohon agar aku terus menyimpan dan memakainya?"
Ceritaku membuat mereka tertawa. Mereka senang mendengarnya. Bahkan Tuan Servin sampai menangis karna terlalu banyak tertawa.