Chereads / My Boss And His Past (18+) / Chapter 7 - 6 Hal yang aneh untuk dimengerti

Chapter 7 - 6 Hal yang aneh untuk dimengerti

Instagram: gorjesso

Sampai di ruang kerjanya. Naya dan Danita kembali ke kubikel masing-masing. Naya melihat sepucuk surat ada di atas meja kerjanya. Yang ternyata surat penugasan untuk mewakili acara pelatihan yang akan diadakan di Lombok selama 3 hari.

Pelatihan seperti ini memang terkadang diadakan untuk melatih dan mengambangkan ketrampilan karyawan. Diadakan oleh serikat pekerja atau terkadang dinas tenaga kerja atau juga gabungan beberapa perusahaan. Naya pernah beberapa kali ikut, tergantung dari terpilih untuk mewakili atau tidak.

Naya menyimpan kertas itu di dalam tasnya. 4 hari lagi dia akan melakukan pelatihan itu, jadi sampai minggu depan dia masih bekerja di kantor. Dia berharap semoga pelatihan kali ini jadwalnya tidak terlalu padat sehingga dia bisa menggunakan sedikit waktu untuk refreshing.

///

Makan siang hari ini, dia tidak menemui Fazran di kantin. Bukan, ia bukan ingin mencari keberadaan pria itu. Hanya sedari tadi Danita sibuk berceloteh tentang ketidakhadiran orang nomor 1 di kantor mereka itu. Dan ingin sekali Naya berseru di depan wajah temannya itu kalaupun Fazran pindah dari kantor ini pun dia tidak peduli.

"Pak Fazran lagi ada jadwal ketemu sama pemilik pabrik kain sutra. Jadi beliau nggak akan ada di kantor seharian ini." Kata Lusi, salah satu karyawan divisi produksi. Dia tahu tentang hal itu dari manajernya yang ikut bersama Fazran.

"Yah..." Seru 3 orang lain yang duduk bersama semeja dengan Naya. Entah sejak kapan meja tempatnya makan di kantin ini menjadi tempat bergosip oleh 4 orang karyawan fans berat bos mereka, tentu terkecuali dirinya. Dia tetap fokus makan dan mengacuhkan segala ucapan dari 4 wanita yang semeja dengannya itu.

Karena yang dia pikirkan adalah besok dia akan ke Lombok dan hari ini ia mungkin akan lembur sampai tengah malam untuk menyiapkan beberapa laporan yang harus dievalusi. Dan pukul 7 pagi dia harus sudah ada di bandara keesokan harinya. Kacau jadwalnya.

///

Dengan gontai Naya melangkah menuju pintu keberangkatan. Dia tidak terlambat, dia datang 15 menit sebelum pengumuman keberangkatan pesawat. Dan sekarang dia sedang melewati gate untuk masuk ke dalam badan pesawat. Dia tidak banyak membawa barang, hanya koper kecil dan tas punggung andalannya ketika dia diharuskan mendapat jadwal dinas ke luar kota atau disaat liburan sekalipun.

Wajah kantuknya ia tutupi dengan kaca mata hitam. Dugaan lemburnya yang semula pukul 10 jadi pukul 12.30 kenyataannya. Dia bahkan harus memesan kamar hotel di dekat bandara untuk memudahkannya menuju bandara tanpa harus melewati kemacetan Jakarta untuk bisa sampai di bandara tepat waktu.

Naya duduk di bagian dekat sayap pesawat. Merasa beruntung karena dia bisa meluruskan kakinya dan melanjutkan tidur setibanya dia di tempat duduknya. Dan dalam bebrapa menit, dia sudah tertidur lelap di kursi pesawatnya.

Naya terbangun saat mendengar sayup-sayup pengumuman pesawat mereka akan landing. Dia mengucek matanya untuk mendapat kesadaranya kembali, meraih botol minuman dan meminumnya sedikit. Begitu ia menoleh ke samping kirinya untuk melihat keadaan pesawat. Ia dibuat terkejut bukan main saat melihat siapa yang duduk di sebelahnya. Dia memang duduk di kelas bisnis sesuai akomodasi dari kantornya, namun yang tidak ia kira adalah dia duduk bersebelahan dengan bosnya.

Iya, si Fazran Azri Gunayudha.

Pria itu duduk di sebelahnya dengan kacamata hitam model aviator yang tampak sangat cocok dengan lekukan wajahnya yang menawan. Tanpa Naya sadari, dia telah beberapa menit mengamati wajah rupawan Fazran, bosnya dengan lekat sampai kemudian suara deheman terdengar diikuti beberapa penumpang yang mulai berdiri.

Naya tersadar dari lamunannnya dan baru menyadari bahwa pesawat sudah landing. Dia memegangi pipinya yang terasa panas karena malu, dia malu karena ketahuan mengamati bosnya dengan tatapan yang pastilah mampu membuat Naya menceburkan kepalanya ke lautan Lombok sesampainya nanti. Dia malu sekali, jadi sembari menunggu sampai wajahnya kembali normal, dia berniat untuk tetap berada di kursinya, tidak masalah dia harus yang terakhir turun, yang terpenting tidak mendahului bosnya. Dia malu, sungguh!

Dan benar, bosnya sudah turun sejak tadi namun dirinya benar-benar menjadi yang terakhir turun dari pesawat. Memakai kacamatanya lagi dan menggeret kopernya keluar dari bandara. Dia menghubungi seseorang yang akan menjemputnya sesuai akomodasi dari kantor. Beberapa menit kemudian di tempat transit datanglah mobil BMW seri terbaru di hadapannya, plat nomor yang dikirimkan seseorang tadi pada Naya cocok dengan mobil mewah itu. Walau ragu, dia akhirnya menjadi tersenyum senang karena bisa menaiki mobil mewah itu, sebelum kemudian seseorang berjalan lebih dahulu ke dalam pintu mobil mendahuluinya.

Dia Fazran Azri Gunayudha, bossnya, atasanya, direktur utamanya.

Supir yang tadi membukakan pintu untuknya menatapnya merasa bersalah.

"Jadi..apa saya harus menunggu mobil lain?" Tanya Naya merasa dirinya akan terbuang di bandara ini.

"Tidak, bu." Supir itu segera menyergah. "Saya memang ditugaskan untuk menjemput anda dan Pak Fazran di bandara. Jadi silahkan masuk." Supir itu kemudian berjalan ke sisi lain dari pintu penumpang dan membukakannya lalu mempersilahkan Naya untuk masuk ke dalam mobil.

Naya pasrah saja, dari pada dia harus menaiki taksi tapi dia tidak tahu baik tentang pulau Lombok, jadi dia harus pasrah untuk duduk bersebelahan dengan pria yang sebenarnya ingin ia maki dan sumpah serapahi atas perbuatan yang dilakukan pria itu 5 tahun yang lalu.

Selama perjalanan dari bandara, suasana hening menyelimuti mobil. Tidak ada satupun yang berniat memecah keheningan itu dan hanya terdengar suara lembut mesin mobil yang melaju.

Naya yang masih berusaha untuk mejaga sikapnya karena kesal berusaha tidak memerdulikan wujud Fazran yang duduk di sebelahnya dengan mengadapkan wajah ke jendela menikmati pemandangan kota Lombok yang dilewati mobil. Ia kemudian penasaran dengan udara pulau Lombok hari ini sehingga dia membuka kaca jendela mobil dan melongokan kepalanya untuk bisa merasakan terpaan angin yang membelai wajah dan rambutnya.

Segar.. batinnya.

Dia menjulurkan tangannya untuk mersakan angin itu di telapak tangannya. Baru beberapa detik Naya menikmati semilir angin di telapak tangannya, dia dikejutkan oleh suara Fazran yang sangat dingin dan datar menyapa gendang telinganya.

"Jangan melakukan hal konyol itu. Berbahaya." Ujar Fazran dengan nada datar.

Naya langsung menolehkan kepalanya dan hanya mendapati Fazran yang tetap fokus dengan tab sedari tadi. Dia mengernyit karena merasa sangat kesal pada pria itu.

Tapi memang benar apa yang di lakukannya berbahaya. Jadi ia putuskan untuk menutup kaca jendela dan memejamkan matanya sembari menunggu mobil ini sampai di hotel tempatnya menginap.

///

Naya terbangun dengan tubuhnya yang merasa nyaman padahal dia merasa dia tidur di mobil. Mencoba membuka matanya, Naya langsung terduduk dan melihat ke sekelilingnya yang bukan sama sekali pemandangan yang ada di dalam mobil, melainkan di dalam kamar hotel. Reflek, dia pun membuka selimut yang membungkus dirinya, dan mendapati pakaiannya masih berada di tempatnya terkecuali outer tipis yang tadi dipakainya sudah tergeletak di sandaran sofa dekat jendela.

Naya memejamkan mata memikirkan lagi runtutan kejadian sehingga ia bisa ada disini. Di atas kasur. Dan sekarang sudah pukul 3 sore. Seberapa lama ia tertidur?

Seingatnya dia tadi hanya berniat memejamkan mata di mobil, tapi sepertinya dia tertidur. Dan yang menjadi titik rasa penasarannya, siapakah yang membawa tubuhnya sampai ke kamar hotel?

Supir itu?

Ck! Pasti bukan.

Fazran?

Apalagi ini.. nggak mungkin..

Naya mengacak rambutnya frustasi dan segera beranjak dari kasurnya karena jam 5 sore nanti pembukaan acara pelatihan akan dimulai. Jadi sebaiknya ia bergegas bersiap.

Konsep pelatihan kali ini memang sangat santai, diadakan oleh gabungan sekitar 10 perusahaan. Perusahaan-perusahaan itu ingin mengembangkan karyawan mereka melalui pertukaran pengalaman dari berbagai bidang perusahaan sehingga bisa memunculkan solusi ketika karyawan menghadapi suatu masalah. Naya cukup antusias dengan pelatihan ini dan ia sangat menantinya.

Dia berjalan ke arah ballroom yang besar dengan sudah banyak tamu yang hadir, kebanyakan memang mengenakan pakaian santai namun tetap formal. Naya sendiri memilih menggunakan dress dengan warna kuning dengan bentuk line A. Dress yang tampak manis untuk Naya dan rambutnya ia urai dengan gelombang-gelombang sebagai teksturnya. Serta sebuah stiletto hadiah dari Danita di ulang tahunnya tahun kemarin dia pakai. Beberapa mata memandang Naya dengan lekat. Kebanyakan pria yang kemudian melemparkan senyum untuk Naya. sedangkan Naya hanya tersenyum canggung dan tetap diam sejak dia sampai di tengah ballroom.

Suasana tampak ramai, mungkin ada ratusan orang di ruang ini. Konsepnya seperti pesta namun justru menggunakan busana semi-formal yang mungkin bisa untuk kerja. Naya kemudian mengambil segelas red wine dan menikmatinya dengan menyecap sedikit demi sedikit. Dia memang diutus bersama 2 orang lain namun mereka berada di divisi yang berbeda yang entah berada dimana. Karena pribadi Naya yang tetutup dan cenderung menarik diri dari pergaulan kantornya, di tempat ini pun dia hanya memilih berdiri di dekat stand cupcakes dimana tidak banyak orang yang ada disana.

Sembari mengecek ponselnya dan media sosial, Naya kemudian mengamati lagi keadaan ballroom yang kini nampak lebih terorganisir setelah acara dimulai. Dan setelah beberapa orang menyampaikan pembukaan acara, kini makanan-makanan berat berdatangan di stand-stand yang ada di pinggiran ruangan. Naya kemudian menyingkir karena mulai banyak orang yang berjalan ke arah stand tempatnya berdiri.

Dia menemukan teman satu kantornya dan melambaikan tangannya. Namun dia tidak berniat untuk mendekat pada temannya itu.

"Hi, nona."

Naya menoleh dan mendapati seorang pria dengan setelan jas warna merah marun tersenyum padanya.

"Hi." Balas Naya dan menyambut uluran tangan pria itu.

"Peserta latihan?" Tanya pria itu, dan Naya mengangguk sebagai jawabannya. "Kamu cantik sekali malam ini" Kata pria itu setelah melihat keseluruhan penampilan Naya.

"Terimakasih." Kata Naya dengan ragu karena pria ini memujinya tiba-tiba.

"Perkenalkan, nama saya Arya." Pria itu memperkenalkan dirinya sembari merogoh dompetnya dan menyerahkan kartu nama pada Naya, yang kemudian membuat Naya terkejut.

"Kamu kerja di REAL hotel?" Tanya Naya setelah membaca informasi yang tertera di kartu nama itu.

"Kamu tahu hotel itu?" Tanya Arya.

"Tentu, hotel itu berseberangan dengan gedung kantor saya, Be & Co corporation."

"Aaa... Saya tahu perusahaan itu. Saya baru saja pindah dari cabang hotel yanga da di Amerika sekitar 1 minggu yang lalu dan saya baru sekali masuk kantor." Ujar Arya dengan tersenyum.

"Oh...begitu." Naya menanggapi singkat.

"Kalau boleh tahu siapa nama—"

"Nayara." Kalimat Arya terpotong saat seorang memanggil Naya.

Mereka pun menoleh pada sumber suara dan Naya mendapati Fazran disana. Untuk pertama kalinya sejak ia bertemu lagi dengan pria itu, Fazran memanggilnya. Pria itu jelas selalu tampan, namun yang membedakan dengan penampilan kantornya yang biasa, Fazran membiarkan rambutnya menutupi keningnya.

Pria itu menghampirinya dan berdiri tepat di sampingnya. Membuat Naya sedikit mundur untuk tetap menjaga profesionalitas.

"Ada beberapa orang yang ingin saya perkenalkan padamu." Kata Fazran.

Naya mengernyit heran. "Hah?"

"Saya akan memperkenalkanmu dengan beberapa manajer HRD dari perusahaan lain sehingga kamu bisa banyak menyerap ilmu mereka." Kata Fazran memberi penjelasan.

"Tapi—"

"Ayo!" Kata Fazran mengajak Naya sebagai keputusan final.

"Sampai jumpa." Hanya itu yang bisa dkatakan oleh Naya pada Kim Arya karena Fazran sudah menggiringnya menuju tujuan pria itu.

Di dekat tempat pemain musik berada, beberapa orang berdiri disana sengan aura santai namun sepertinya terlibat diskusi yang cukup serius soal bisnis. Sebenarnya jika bukan karena Fazran adalah atasannya, dia tidak akan mau untuk bertemu kumpulan petinggi perusahaan itu karena dia merasa itu bukan ranahnya. Tapi apa boleh buat, dia bahkan sekarang sudah menjadi bagian lingkaran itu.

"Perkenalkan, ini Nayara Iva Pratista, salah satu karyawan saya di bagian HRD." Kata Fazran pada orang-orang itu memperkenalkan Naya.

Naya menyapa ramah tidak lupa pula memberikan kartu namanya. Mereka kemudian melanjutkan diskusi dengan Naya sesekali menyahut ketika ia dimintai pendapat. Namun ada yang membuatnya sedikit terganggu. Sesuatu yang hangat membungkus pinggangnya. Lengan Fazran.

Lengan Fazran yang melingkari pinggangnya. Tidak terlalu erat namun mampu membuat Naya terdiam dan sempat bebapa kali dia sengaja bergerak mejauh untuk melepaskan diri dari lengan pria itu namun Fazran bergerak mendekatinya lagi dan akhirnya melingkari pinggangnya dengan erat. Naya hanya bisa pasrah dan semoga tidak banyak orang yang mengetahuinya, apalagi rekan sekantornya.

Sampai acara selesai pukul 9 malam, tangan Fazran masih betah merangkul pinggang Naya dan beberapa kali mereka menghampiri lingkaran-lingkaran manusia untuk menyapa dan memperkenalkan diri. Dia kemudian berjalan keluar ballroom dengan canggung karena Fazran sepertinya tidak berniat untuk melepaskan tangannya dari pinggang rampingnya. Sampai kemudian mereka berada di dalam lift dan hanya berdua disana. Naya berani untuk menjauh dengan bergeser sampai menyentuh dinding lift di sisi lain dari Fazran.

Dan dia bersyukur karena Fazran tidak menahannya lagi. Kemudian saat dia melihat ke depan, dimana pintu lift yang bisa memantulkan bayangnnya dan Fazran. Samar, dia melihat Fazran menatapnya melalui pantulan itu dan kemudian tersenyum miring. Naya tersentak dan memilih memalingkan wajahnya untuk memandangi deretan angka yang menunjukan lantai gedung hotel ini.

Ini benar-benar tidak baik. Batin Naya.

///

Purwokerto tanggal 4 Juli 2019

Tertanda,

Orang yang masih menutupi kesedihannya... tapi ya udah nggak seih-sedih banget sih :')

wkwkwk