Naya duduk di kursi dengan beberapa orang yang berada semeja dengannya. Bentuk meja itu bundar dengan 5 orang mengisi meja itu. Dan posisinya duduk di tengah sesuai dengan nama yang sudah tertera di sandaran kursi.
Pelatihan ini sudah di mulai pukul 8 pagi tadi. Dengan pakaian yang di tentukan berwarna hitam putih namun dengan gaya bebas asal sopan dan formal. Naya memilih menggunakan blouse warna hitam dan rok warna putih yang sangat menonjolkan lekuk pinggulnya. Dia salah membawa rok sehingga dia membawa rok yang di belinya 2 tahun lalu karena modelnya hampir sama. Ia pasrah karena panjang rok itu lebih dari 5 centi di atas lutut. Di pinggangnya, sebagai pemanis dia menambah belt kecil berwarna coklat. Dan sepatu stiletto warna putih gading tidak ketinggalan juga, lalu Jam tangan yang mengisi pergelangan tangan kirinya. Rambutnya ia gerai lurus. Plus make-up minimalis yang manis jika dicocokan dengan penampilannya saat ini.
Dirinya adalah salah satu karyawan perusahaan yang bergerak dalam bidang fashion dan termasuk dalam perusahaan ternama di negeri sejuta kepulauan ini, jadi tampil menarik adalah hal wajib menurutnya. Karena itu bisa membawa citra perusahaan menjadi baik.
Naya memperhatikan dan sesekali mencatat hal-hal penting dari apa yang disampaikan narasumber di panggung depan yang jaraknya 5 meter dari mejanya. Pelatihan yang tadinya hanya 3 hari di perpanjang menjadi 4 hari setelah beberapa pertimbangan dari panitia dan perusahaan yang membawa karyawannya ikut. Pengumuman itu disampaikan tadi begitu acara seminar sebagai salah satu agenda pelatihan dimulai. Naya sendiri senang-senang saja karena dia bisa sedikit rehat dari padatnya pekerjaan, walaupun dia juga harus bersiap ketika sekembalinya ke kantor, dia akan melihat gunungan kertas di meja kerjanya.
Beberapa narasumber yang datang rata-rata sudah berumur dan seorang pemimpin perusahaan yang mengadakan acara pelatihan ini. Acara seminar menjadi kaku dan sangat formal ketika itu. Namun ketika Fazran—ya.. pria itu juga menajdi narasumber dan satu-satunya yang masih berambut hitam duduk diatas panggung sana menunjukan wibawanya—antusias karyawan tentu berbeda ketika Fazran naik ke podium untuk menyampaikan kalimatnya. Kebanyakan karyawan perempuan bersikap seolah menemukan diskon di pusat berbelanjaan.
Naya tidak heran, dengan penampilan eksekutif muda, setelan jas slim fit, wajah tampan, aura cerdas, dan tatapan ramahnya mampu menarik mata siapapun menatapnya lebih dari 2 kali. Kalimat-kalimat yang disampaikan Fazran tentang bekerja di perusahaan fashion dan pengalamannya selama ini dalam bidang manajemen dan bisnis disampaikan dengan apik dan ringan. Semua peserta tenggelam dalam penjelasan Fazran. Termasuk Naya.
Bagi Naya, melihat Fazran dalam sosok ini memang bukan sekali saja. Saat mereka masih di jenjang perkuliahan, Fazran adalah senior yang aktif dan selalu menjadi panutan mahasiswa lain. Tampan, cerdas, ramah, dan berwibawa. Fazran kerap menjadi bintang dalam setiap acara mahasiswa yang diadakan kala itu. Dan satu lagi daya tarik Fazran adalah dia pintar menyanyi, pandai juga memainkan gitar dan drum. Pria itu juga bisa membuat lagu. Andai saja pria itu memilih jalur menjadi seorang artis untuk karirnya, Naya yakin, pria itu adalah idola yang di gandrungi oleh remaja bahkan yang seumuran dengannya. Fazran mampu melakukan itu.
Sekitar 15 menit Fazran menyampaikan kalimatnya. Walau sebentar ketimbang nara sumber lain, namun menurut Naya, isi dari penjelasan Fazran yang paling diingatnya karena cepat di mengerti.
Acara berhenti sejenak untuk makan siang. Ada dua pilihan untuk peserta, ingin pergi keluar di sekitaran hotel atau tetap di tempat karena panitia menyediakan tempat makan khusus dan itu gratis. Naya sendiri memilih untuk stay karena ia malas untuk berjalan keluar karena cuaca hari ini panas.
Dia mengambil wadah makannya yang dia isi dengan daging sapi lada hitam, rujak, dan sup ayam serta nasi. Minumnya ia memilih air mineral dingin lalu membawanya ke luar dimana tidak banyak orang yang duduk disana. Saat ia baru saja beberapa suap memakan makannannya, tiba-tiba di depannya datang Fazran. Mereka duduk berhadapan disana dan ia melihat Fazran makan nasi goreng seafood. Favorit pria itu.
Ya.. Naya memang masih mengingatnya segala hal tentang Fazran.
Naya tidak menghiraukan adanya Fazran di depannya saat ini. Dia tetap memakan makanannya dengan tenang dan sesekali melihat pada ponselnya dan sekelilingnya yang tersaji pemandangan langsung ke laut.
Tapi sebenarnya Naya juga sedang berpikir, kenapa pria itu bisa duduk disini sedangkan Naya yakin pihak panitia pasti sudah menyediakan makanan dari restoran bintang lima untuk pemimpin perusahaan ketimbang makan nasi goreng bersama peserta pelatihan. Well, walaupun itu hak Fazran juga untuk memilih apa yang akan dimakan pria itu.
"Kamu menikmati acara ini?"
Naya mendongakan kepalanya dari ponsel saat mendengar suara Fazran. Ia melihat pria itu sedang menatapnya, berarti pertanyaan itu memang untuknya. Naya pun meletakan ponslenya dan duduk tegap sebagai kesopanan.
"Iya, pak." Jawab Naya singkat disertai anggukan.
"Baguslah kalau begitu." Kata Fazran lagi, namun hanya itu dan pria itu kemudian bangkit dari kursinya yang juga membawa pergi piring makannya dari hadapan Naya yang masih tidak mengerti dengan situasi yang sedang terjadi.
Naya menghela nafasnya, dia tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi pada pria itu beberapa tahun ini. Ia kadang seperti tidak mengenal pria itu, dan pria itu juga terkadang bersikap tak mengenalnya namun seolah mendekat padanya. Tentu Naya bersikap defensif. Dia tidak mau lagi terlibat dengan pria itu. Namun seperti kerjadian semalam saat dia merasakan tangan Fazran melingkari pinggangnya yang masih teringat jelas di ingatannya dan juga Fazran yang mengantarnya sampai ke depan pintu kamar hotelnya.
Naya sendiri tidak tahu kalau pria itu mengikutinya selepas mereka keluar dari lift. Naya berusaha tidak menghiraukan pria itu dan terus berjalan hingga ke depan pintu kamarnya dan melihat Fazran berhenti juga dan menantinya selesai berkutat dengan panel kunci yang menggunakan key card. Dan setelah Naya masuk dan hendak menutup pintunya, dia juga melihat Fazran masih berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasukan 2 tangannya ke dalam saku celananya. Pria itu hanya diam dan menatapnya datar. Sehingga Naya canggung sendiri dan memilih membungkukan badannya lalu menutup pintu kamarnya pelan. Ia harap itu sudah cukup sopan, lagi pula ia tidak mengerti kenapa juga Fazran harus beridri disana.
Ck!
Naya tanpa sengaja berdecak memikirkan hal yang semalam terjadi.
///
Pelatihan hari kedua diisi dengan acara diskusi dimana peserta di bentuk kelompok untuk menyelesaikan beberapam persoalan. Naya mendapat kelompok yang sudah ditentukan secara acak oleh panitia. Naya merasa dia seperti terbang kembali ke era dia sekolah karena belum pernah ada pelatihan bentuknya seperti ini. santai namun tetep mengedepankan target yang dicapai.
Teman sekelompoknya memiliki perbedaan bidang yang digeluti. Naya senang saja karena mereka bisa mengobrol untuk sharing tentang pekerjaan di tempat masing-masing bekerja.
Hari itu berjalan lancar dan selesai lebih cepat ketimbang kemarin. Di pukul 3 dia sudah keluar dari tempat pelatihan dan dia berniat untuk mengunjungi private beach yang tersedia di hotel ini. Dia kembali ke kamarnya untuk mengganti pakaian dengan yang santai berupa celana hotpans jeans sendal jepit dan los berkerah sabrina dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Dia membawa sling bag untuk memuat beberapa lembar uang dan ponselnya karena dia takut ada sesuatu yang penting tapi dia tidak membawa ponselnya.
Dia melewati pintu belakang hotel yang langsung tertuju menuju pantai dengan pasir putih dan air laut biru. Suasana masih panas walalupun menginjak sore hari. Ia meraih ponselnya dan mengabadikan pemandangan yang dilihatnya. Lalu mendudukan dirinya di atas kursi santai. Dia memang tidak berniat untuk bermain air. Karena hanya sekadar menghirup udara segar dan melihat laut yang tenang.
Beberapa menit dia menutup mata menikmati suasana disekitarnya lalu membuka matanya lagi. Dan saat itulah dia melihat Fazran dengan papan selancarnya di atas air. Pria itu bersiap menerjang ombak yang memang cukup tinggi untuk bisa bermain surfing.
Dan kenapa Naya bisa tahu itu Fazran?
Karena Naya hapal betul papan selancar yang digunakan Fazran. Fazran memang tidak memiliki papan selancar kesayangan, namun pria itu selalu menghias papan selancarnya dengan gambar-gambar aneh layaknya gambar doodle yang terlihat lucu untuk seumuran Fazran. Tapi entah mengapa pria itu tidak terganggu dengan pendapat orang lain, termasuk ejekan Naya di masa mereka masih menjadi sepasang kekasih.
Fazran memang bukan ahli, tapi pria itu cukup bisa untuk menaklukan ombak. Badannya yang sekarang shirt-less juga menjadi santapan wanita-wanita yang ada di pantai. Badan pria itu lebih kekar dan berotot ketimbang beberapa tahun lalu. Tentu, di usia semakin dewasa Fazran terlihat semakin matang dan tampan. Namun kulit putihnya dan matanya yang bersinar teduh membuatnya selalu terlihat muda.
Naya menikmati pemandangan dimana Fazran berhasil beberapa kali menaklukan ombak. Pria itu menjadi berkali lipat tampan, Naya akui itu. Dan sore harinya ia habiskan menatap pria itu dengan kenangan mereka di masa lalu yang begitu saja berputar di kepalanya.
Malam hari, seusai makan malam. Naya mendengar pintu kamarnya di ketuk. Ia mengernyit karena dia tidak memesan layanan kamar. Namun karena penasaran, dia pun membuka pintu kamarnya dan melihat bos nya, Fazran berdiri disana.
"Pak Fazran?!"
///
Purwokerto,7 Juli 2018
Tertanda,
Orang yang lagi rebahan aja gicu😉