Chereads / My Boss And His Past (18+) / Chapter 11 - 10 Orang Baru

Chapter 11 - 10 Orang Baru

"Semua manusia ingin lebih lama 

menyimpan kenangan saat bahagia

tapi sayangnya sebagian manusia justru 

lebih cepat dan lebih lama untuk mengingat

kenangan pahit mereka."

Ada yang berbeda dengan keseharian Naya kali ini. Meski tidak intens, percakapan melalui aplikasi chat dengan Arya cukup sering dilakukan Naya akhir-akhir ini. Mereka belum bertemu kembali sejak pertemuan di restoran Real Hotel karena kesibukan masing-masing. Namun yang jelas mereka akan bertemu kembali diperayaan ulang tahun Real Hotel 3 hari lagi.

Dan sejak pulang dari pelatihan pun dia tidak bertemu dengan Fazran, karena pria itu sedang melakukan perjalanan bisnis ke Milan dan Paris untuk keperluan perusahaan yang akan segera mengeluarkan style baru yang memberi trend kepada anak muda sekarang. Target mereka bisa dipasarkan melalui selebriti atau influencer di instagram dan youtube. Naya sendiri sudah mulai disibukkan dengan banyak proposal sebab adanya rencana ini.

Selepa kerja nanti dia berencana pergi berbelanja gaun bersama Danita. Ya, dia memutuskan pergi bersama Danita saja karena ia pun tidak banyak memiliki teman pria dan dengan mengajak Danita dia merasa lebih nyaman.

Arya:

Jangan lupa datang 3 hari lagi ya..

Me:

Sure..

Percakapan kecil sering dia lakukan dengan Arya dan pria itu juga tidak lupa mengingatkannya terkait perayaan Real Hotel. Setelah sekian lama, dia merasa nyaman mengobrol dengan pria di luar konteks pekerjaan.

///

Dengan gaun berwarna bernuansa coklat yang memancarkan aura lembutnya, Naya melangkah masuk ke dalam balroom hotel tempat acara perayaan ulang tahun Real Hotel bersama Danita yang memilih menggunakan dress pendek warna hitam. Wanita itu menjadi lebih misterius. Gaun warna coklat ini juga dipilih Naya atas saran Danita ketika melihat Naya sungguh cocok menggunakannya, apalagi beberapa hari kemarin Naya baru mengganti warna rambutnya menjadi satu beberapa tone lebih cerah dari warna rambut sebelumnya. Make up yang bernuansa nude yang tahun ini menjadi trend juga di sarankan oleh Danita, pokoknya 75 persen penampilan Naya untuk menghadiri acara penting ini adalah saran Danita. Teman Naya itu bergitu antusias untuk mendandani Naya agar nantinya di acara perayaan bisa tampil stunning apalagi Danita sudah tahu kalau Naya mendapat undangan khusus dari manajer hotel yang pernah mentraktirnya wine itu. Tentu Naya harus tampil berbeda dan istimewa.

Dari pintu masuk tadi sudah banyak wartawan karena mengundang beberapa selebriti Korea dan orang penting lain, Naya dan Danita juga tadi melewati red carpet namun mereka tidak berpose disana, hanya lewat saja.

"Wah.. jadi ini nih ulang tahun Real Hotel yang cuma bisa kita lihat beritanya di instagram?" Danita yang sudah cantik dan nampak misterius dengan riasan berikut gaunnya kembali lagi menjadi Danita yang cerewet setelah melihat keindahan dekorasi di dalam ballroom.

Naya mengangguk setuju sembari melihat ke sekelilingnya dengan detail, ikut terpesona dengan kemegahan yang membalut ballroom hotel saat ini. "Dan gue yakin, wine yang disediain sangat berkualitas." Kata Naya menanggapi.

"Iyalah! Gue beneran beruntung bisa dateng ke pesta megah kayak gini. Pokoknya gue bakal banyak ambil foto buat dipamerin di kantor lusa." Danita menarik senyum miring setelah memikirkan idenya. Naya hanya terkekeh melihat Danita yang sudah bersiap mengambil foto dengan ponsel.

Naya masih mencari seseorang, tentu saja yang Naya cari adalah Arya. Dia ingin menyapa pria itu karena telah mengundangnya ke pesta ini. Namun suasana ramai di dalam ballroom membuat Naya menebak Arya pasti sangat sibuk dengan segala persiapannya. Maka dari itu dia memilih mengikuti Danita untuk mengambil segelas wine untuk sedikit meredam kegugupannya. Ya, siapa yang tidak gugup untuk pertama kalinya datang ke pesta sebesar dan semegah ini dan dikelilingi orang penting juga terkenal.

Sembari menikmati winenya, Naya masih berusaha mencari Arya. Danita sendiri sedang mengobrol dengan seorang pria tampan di sebelahnya. Meskipun obrolan Danita dan pria itu membuat Naya terabaikan, setidaknya dia tidak ditinggalkan oleh temannya itu.

"Hey, Nay!."

Naya berjengit dan hampir saja tersedak mendengar seorang berbisik di telinganya.

"Astaga! Arya!" Naya segera saja memukulkan tas tangannya pada lengan Arya karena mengejutkannya. "Elo pengen bikin gue heboh di pesta elo?!" Pekik Naya kesal.

Arya hanya tertawa sambil mengusap lengannya yang dipukul Naya. "Lo yang ngelamun aja makannya bias kaget begitu."

Naya hanya mendengus.

"Tapi..." Arya memundurkan tubuhnya kemudian mulai men-scan penampilan Naya dari atas ke bawah lalu kembali ke atas lagi yang membuat Naya tersipu dengan perbuatan Arya. "Elo...cantik banget malam ini by the way.. Gue pikir bakal punya banyak saingan malem ini." Pria itu pura-pura menunduk pasrah.

"Nggak usah ngawur.. saingan apanya.." Naya berkata masih dengan tersipu dan salah tingkah.

"Beneran.. Elo perfect banget male mini soalnya. Dan makasih ya udah datang."

"Stop gombal deh, Ya! Tapi elo cukup kece juga. Dan seharusnya gue yang berterimakasih karena udah diundang ke pesta semegah ini."

Mereka kemudian mengobrol santai. Mereka juga sepakat menggunakan bahasa elo-gue supaya lebih akrab meskipun Arya 3 tahun lebih tua dari Naya. Arya dan Naya yang berdiri di dekat stand wine kemudian menjadi pusat perhatian karena melihat interaksi mereka dimana Arya tidak segan untuk mengusap puncak kepala Naya dengan lembut ketika dirasa Naya berubah menjadi menggemaskan, atau juga ketika ada beberapa orang yang lewat di sekitar mereka dan membuat Naya tidak sengaja tertabrak oleh tamu lain, Arya degan sigap meraih pinggang Naya untuk mendekat kearahnya yang lebih aman. Namun kemudian tangan Arya tampaknya betah bertengger di pinggang Naya sembari masih berbincang dengan wanita itu.

Posisi itu membuat seorang yang tengah membicarakan tentang pergerakan saham dengan serius teralihkan, kemudian matanya menyipit tajam ketika melihat posisi tangan pria itu di pinggang Naya.

Arya melepaskan tangannya dari pinggang Naya untuk melihat waktu di jam tangannya. "Kayaknya acara dansanya bakal segera dimulai."

"Oh ya?"

"Loe mau dansa sama gue?" Tanya Arya menawari Naya dengan tersenyum.

"Gue nggak yakin bisa nari dengan baik dan benar, Ya. Gue bahkan lupa kapan terakhir kali gue ngelakuinnya." Naya meringis menyadari dirinya yang tidak ahli melakukan satu hal yang sering menjadi acara disela pesta besar.

"Kalau gitu selain menjadi patner lo, gue juga bakal jadi guru nari buat elo, gimana? Tertarik?"

Naya terkekeh geli mendengar kalimat Arya kemudian mengangguk setuju. "Well..gue nggak akan nolak les privat sama guru yang punya tampang lumayan ganteng." Gurau Naya.

Arya terkekeh mendengarnya lalu menyerahkan lengannya untuk diapit oleh Naya. Kemudian mereka berdua berjalan bersama ke tengah balroom ketika mendengar master of ceremony mengumumkan beberapa menit lagi dansa akan dimulai. Beberapa orang juga mulai berjalan ke tengah ballroom sama seperti mereka, bersiap dengan pasangannya untuk melakukan dansa. Arya menempatkan kedua tangannya di pinggang Naya, sementara Naya meletakan tangannya di atas bahu Arya.

Kemudian sebuah alunan musik lembut mulai bersenandung merdu. Lampu di ballroom pun disesuaikan menajdi lebih redup. Arya dan Naya juga kemudian mulai melangkahkan kaki mereka mengikuti alunan musik dengan santai.

"Oke.. ternyata nggak terlalu buruk." Kata Naya terkekeh melihat gerakan kakinya yang sepertinya bisa diajak berkompromi untuk melakukan dansa.

"Pasti karena gue." Kata Arya percaya diri.

Naya menyipitkan matanya mendengar kenarsisan Arya. "Elo bahkan belum ngajarin apapun."

"Elo udah bisa.. apa yang harus gue ajari, hm?"

Naya hanya tersenyum lalu mengedarkan pandangannya sembari kakinya terus bergerak sesuai musik. Dan saat itu matanya terkunci dengan mata seorang pria yang berdiri di pinggir balroom dan menatapnya dengan tajam dan rahang yang kaku. Naya bingung meliat raut wajah Fazran yang menatapnya penuh intimidasi. Mencoba mengabaikan, Naya kemudian menundukan kepalanya dan berkata baik-baik saja ketika Arya bertanya apa yang terjadi.

"Ahh...gue nggak rela ganti pasangan." Keluh Arya ketika dirasa musik mulai akan berhenti dan berganti irama.

"Gue kira cuma satu putaran." Naya menanggapi.

Arya menggeleng. "Nggak bakal.. Direktur utama gue ini seneng banget dansa dan beliau minta gue buat ngatur acara dansa sampe 3 kali putaran, tapi karena kurangnya waktu jadi dua putaran saja." Jelas Arya. "Dan sekarang gue harus rela ngeliatin elo dansa sama cowok lain. Ck!"

Naya terkekeh. Dia mengusap lengan Arya. "Gue juga pengen dansa sama cowok lain, Ya.. sapa tahu ada yang lebih ganteng dari elo?."

Arya mendelik kesal mendengar perkataan Naya. "Ya ampun..Kurang ganteng apalagi gue, Naya.." Arya menyentil pelan dahi Naya. "Nggak usah terlalu deket sama cowok lain, ya." Kata Arya memperingati.

"Ih.. siapa elo deh, Ya. Lagian dansa kan emang kudu deketan kali."

Arya kemudian mendengus dan dengan berat hati melepas tangannya dari pinggang Naya untuk melakukan gerakan putaran dan berganti pasagan. Naya memutar tubuhnya dan kemudian dalam waktu beberapa detik dia sudah berada di pelukan pria lain. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat siapa yang memegangi pinggangnya saat ini.

"Pa—pak Fazran.."

///

Naya menundukan kepalanya karena Fazran yang terus menghunuskan tatapan intimidasi padanya. Dan tubuhnya bergerak kaku ketika Fazran semakin mengeratkan pegangan tangan di pinggangnya membuat posisi mereka semakin dekat, seperti berpelukan. Tangan Naya yang berada di bahu atasannya di kantor itu tidak berpindah kemana-mana karena suasana yang sangat canggung.

"Kalian saling mengenal?"

Naya mendongakan kepalanya ketika Fazran bersuara dan pria itu kini sudah merubah tatapannya, tidak sedingin tadi.

"Hah?"

"Kamu dan pria yang baru saja berdansa denganmu." Ujar Fazran.

Naya menggigit bibir bawahnya namun gerakan itu dilihat oleh Fazran. Dan dengan menggunakan jarinya, Fazran membebaskan bibir itu dari gigi Naya. Gerakan itu membuat Naya membeku apalagi ketika usapan lembut dari ibu jari Fazran di bibirnya. Naya melebarkan matanya menatap Fazran yang kini matanya menatap lembut pada Naya.

"Iya. Kami saling mengenal." Jawab Naya ketika menemukan kesadarannya kembali.

Tangan Fazran sudah kembali memerangkap pinggang Naya dan semakin merapatkan posisi tubuh mereka. Dia menundukan kepalanya kembali menatap Naya.

"Kalau begitu jangan pernah berdekatan lagi dengan pria itu." Kata Fazran yang kemudian membuat kening Naya berkerut bingung meminta penjelasan. "Dia bukan pria baik." Lanjut Fazran.

"Maksudnya?" Tanya Naya.

"Cukup jangan berdekatan dengan pria itu lagi, Nayara. Dia tidak sebaik yang kamu kenal, mengerti?"

Mata Naya memincing, nampak tidak setuju dengan ucapan Fazran. Lagi pula Fazran hanya atasannya di kantor, pria yang sedang melakukan dansa dengannya ini bukanlah siapa-siapanya lagi yang berhak mengaturnya.

"Anda tidak berhak memutuskan hal itu." Tegas Naya, mengutarakan ketidak setujuaannya.

"Benarkah?" Fazran tersenyum miring.

"Anda tidak memiliki otoritas untuk melarang saya bergaul dengan siapapun selain urusan pekerjaan. Dan tentang saya yang ingin bergaul dengan siapapun bukanlah termasuk dalam urusan pekerjaan, pak." Tutur Naya.

Fazran terkekeh kecil dan satu tangannya mengusap lembut punggung Naya. "Kalau begitu saya akan membuat diri saya berhak mengatur kamu, bagaimana?"

"Apa?"

Belum sempat mendapatkan penjelasan atas kalimat ambigu Fazran, musik yang mengiringi dansa sudah berhenti berbunyi tanda dansa telah selesai. Fazran dengan senyum tipis kemudian melepaskan tangannya dari pinggang Naya, menjauh selangkah lalu membungkukan badannya dan pergi menjauh dari hadapan Naya. Sedangkan Naya masih terdiam di empatnya sampai tidak menyadari Danita sudah berdiri sejak tadi di belakangnya.

"Heh!"

"Ya ampun!" Naya menoleh ke belakang dan menemukan Danita disana.

"Lo baru aja dansa sama pak Fazran?" Tanya Danita, mata wanita itu sudah berbinar menuntut jawaban Naya.

"Y—ya.." Jawab Naya gugup.

Danita melompat kecil dan mencubit lengan Naya pelan karena gemas. "Lo berutnung banget sih, Nay!"

"Beruntung? Hahaha.."

///

Naya datang terlambat ke kantor dihari senin. Bukan karena bangun kesiangan, namun dia baru saja melakukan chek up kesehatan secara rutin. Dia sudah mendapat izin hari ini dan hanya diperbolehkan izin setengah hari. Meskipun masih dua jam lagi izinnya masih berlaku, tapi karena kegiatan chek upnya selesai dengan cepat, Naya memutuskan berangkat ke kantor.

Seperti biasa, senin selalu menjai hari yang padat. Di awal minggu seperti ini tamu banyak sekali datang dan memenuhi lobi, deretan karyawan yang berbaris menunggu lift tidak ada habisnya. Sepertinya sejak pagi benda besi itu tidak berhenti bergerak barang satu menit saja.

Sesampainya di ruangan HRD, Naya berjalan menuju kubikelnya dan terkejut melihat mejanya kosong dan ada dua kardus di atas mejanya. Ia membuka kardus itu dan kembali terkejut melihat itu adalah barang-barangnya.

Pikirannya sudah kalut, ia berpikir mungkin dia baru saja dipecat karena barang-barangnya sudah dibersihkan seperti ini. Tetapi kenapa tidak ada pemberitahuan apapun bahkan melalui pesan singkat? Sebelum kepalanya meledak karena penuh dengan spekulasi dan pikiran negatif sekaligus amarah, Naya meletakan tas kerjanya di atas meja lalu bergegas menemui manajernya yang ruangannya terletak di dalam ruangan HRD.

"Masuk."

Naya kemudian membuka kenop pintu setelah mendengar izin dia bisa masuk ke ruangan manajernya.

"Oh, Naya kamu sudah kembali?" Kata pak Prabu melihat ternyata Naya yang mengetuk pintu ruangannya.

"Iya, pak.. tapi pak.. kenapa barang-barang saya dikemasi ke dalam kardus?" Tanya Naya langsung. Dia sudah penasaran dan dia harus segera mendapatkan jawabannya.

"Ah.. itu.. mengenai itu kamu baru saja mendapat jabatan baru." Jawab Pak Prabu.

"Jabatan baru? Tapi—"

"Kamu diangkat menjadi sekertaris direktur utama."

"Apa?!"

///