Chereads / Introvert Boss & Mad Secretaries / Chapter 10 - Pandangan Pertama -2-

Chapter 10 - Pandangan Pertama -2-

Arvita memegangi kedua lututnya sendiri, nafasnya tersengal-sengal ketika ia tiba dengan selamat di lobi utama gedung perkantoran.

Mengibaskan angin buatan dari tangannya sendiri, merasa letih dengan semua perjuangannya untuk bisa sampai di tempat tersebut.

Petugas kemanan memandanginya dengan tatapan curiga, setelah melewati pengecekan di pintu utama. Petugas itu akhirnya yakin, bahwa Arvita bukanlah seorang penguntit ataupun penjahat.

Gedung mewah dengan arsitektur bergaya eropa itu terlihat elegan dan mewah, bahkan ada pancuran dengan tinggi lima meter berada ditengah-tengah lobi tersebut. Sebuah logo besar berwarna emas dengan tulisan EG, berada persis di tengah-tengah air mancur tersebut.

"Wahh...." Gumam Arvita takjub dengan suasana gedung yang sangat berbeda.

Pikirannya kembali mengingatkannya untuk segera cepat bertindak, ia sudah sangat terlambat untuk interview kerjanya saat itu.

Arvita berjalan cepat kearah front counter, seorang petugas wanita dengan seragam hitamnya menyapa dengan sapaan yang ramah.

"Selamat siang, bisa saya bantu?" Tanya petugas tersebut.

"Siang mbak, hari ini jadwal interview saya untuk posisi sekertaris di EG Group. Saya tau saya ini sangat terlambat, apakah saya masih bisa berkesempatan untuk menghadiri jadwal interview saya?" Tanya Arvita seraya mengatupkan kedua tangannya, mengharapkan belas kasihan dari petugas wanita tersebut.

Petugas wanita itu melirik ke arah jamnya, langsung saja tatapannya menjadi sinis pada Arvita. Karena dia tau, jika Arvita benar-benar terlambat di hari yang sangat penting.

"Tunggu sebentar, saya akan tanyakan terlebih dahulu."

Arvita mulai mengamati petugas wanita tersebut, mengangkat teleponnya dan mulai berbicara dengan seseorang.

"Ya... Baik pak, benar beliau sudah ada disini. Baik pak, terimakasih." Petugas wanita tersebut pun menutup teleponnya, dan sebuah senyuman yang dipaksakan ia munculkan untuk Arvita.

"Anda sangat beruntung sekali hari ini, kebetulan peserta interview saat ini sangat banyak. Sehingga melewati waktu yang sudah ditentukan. Masih ada tersisa satu orang lagi didalam ruang interview, dan anda yang terakhir."

Arvita langsung saja memekik kegirangan, senang karena keberuntungan masih berada dipihaknya. Berloncat-loncat kecil dan lupa dengan petugas wanita yang masih terus memperhatikannya.

"Ehemm...hemm..." Arvita berhenti dari aksinya, ketika petugas tersebut berdeham.

"Tolong tukarkan tanda pengenal anda dengan kartu akses masuk." Perintah petugas tersebut dengan tegas dan sopan.

***

Sebuah senyum tidak hentinya ia biarkan terukir pada wajahnya, ia merasa lift itu bergerak cukup lama. Rasa khawatir itu masih menghantui perasaannya.

Hanya ada beberapa orang yang berada dalam lift, memperhatikan Arvita yang mengetukkkan jarinya di sisi lift.

Sisi Lift yang memiliki cermin, membuat Arvita sempat untuk merapikan dirinya. Tidak lama pintu lift terbuka, Arvita langsung saja melengos keluar dengan cepat.

Baru saja beberapa langkah Arvita berjalan, disaat yang tidak diduga dan tanpa ia sadari. Tiba-tiba Arvita bertabrakan dengan seseorang, Tubuh orang itu tidak bergeser sedikitpun. Justru malah dirinya yang melangkah mundur.

"Arrggg.... maaf saya..." Ucap Arvita seraya mendongak seorang pria yang amat tinggi berada dihadapannya.

"Armand??"

Arvita benar-benar terkejut dengan siapa yang berada didepannya, wajah itu tidak berubah sama sekali. Gaya rambutnya saja yang sedikit berubah. Ditambah dengan penampilan Armand yang amat formal saat itu.

Tampil lebih modis dengan setelah jas hitamnya, Armand hanya mengernyitkan dahinya. Belum ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya. Sedangkan Arvita berbinar-binar, menatap teman SMA-nya.

"Kamu kerja disini Armand?" Ucap Arvita lebih nyaring lagi, beberapa pegawai yang lewat tampak segan dan berbisik-bisik tidak jelas melihat Arvita yang terlalu riang bertemu dengan Armand.

"Wahh...wah... sekarang kamu hebat ya, penampilan udah OK begini. Keren pokoknya, hampir enggak kenalin..."

"Tunggu... kamu lupa ya siapa aku?" Ucap Arvita yang sadar Armand hanya terdiam memandanginya dengan wajah datar.

"Aku Vita, Arvita teman sebangku kamu. Ihh masa kamu lupa sih Armand." Arvita sedikit menyikut Armand dan pria tersebut masih saja diam seribu bahasa.

Lagi-lagi pikiran Arvita mengingatkannya untuk segera ingat dengan tujuan utama dia, "Ahh... Sayang banget kita gak bisa ngobrol banyak, kamu kerja disini kan. Aku yakin pasti kita ketemu lagi." Seringai Arvita dengan percaya diri, dan meninggalkan Armand yang masih menatap dingin.

"Cihhh..." Armand terlihat kesal, dan mulai berjalan dari posisinya saat ini.

***

"Silahkan tunggu ya mba Arvita, masih ada satu kandidat didalam yang belum selesai di-interview." Ucap seorang wanita dan mengarahkan Arvita untuk duduk dikursi duduk.

Arvita pun mengangguk riang, duduk dengan posisi tegap dan masih terus memasang senyumannya. Menyilangkan kedua kakinya, dan mulai menggoyangkan kakinya hanya demi menghilangkan rasa geroginya.

Arvita menatap sepatu kerjanya yang berwarna hitam, terlihat ada sebuah noda yang berada di ujung sepatunya. Dengan cepat Arvita langsung mengacak-ngacak isi tasnya, mencari sesuatu untuk bisa membersihkan noda disepatunya.

"Ahhh.. tisu..." Arvita berhasil menemukan selembar tisu bekas, yang masih berguna. Langsung saja ia menunduk dan mulai membersihkan.

"Pak, masih ada satu kandidat yang akan interview lagi." Suara wanita tadi terdengar samar-samar, tidak lama diikuti sepasang langkah kaki yang semakin mendekat. Arvita masih saja menunduk, masih berusaha membersihkan noda sepatunya.

Arvita duduk persis didepan pintu masuk, dalam posisi yang menunduk ia bisa melihat sepasang sepatu yang berjalan mendekatnya. Arvita sedikit melirik, dan sangat terkejut dengan Armand yang sedang berjalan ditemani wanita yang tadi membantunya.

Arvita semakin menundukkan kepalanya, dia merasa ada kejanggalan yang terjadi saat ini.

"Baiklah, pastikan setelah ini saya tidak mau lagi menerima kandidat lain."

"Baik pak." Jawab wanita tersebut.

Armand sudah berada didepan Arvita, untungnya ia masih belum menyadari dengan kehadiran Arvita yang masih saja menunduk untuk menutupi sebagian besar wajahnya.

Arvita hanya bisa melihat sepasang sepatu Armand dari arah belakangnya, tidak lama Armand pun masuk kedalam ruangan tersebut.

Wajah Arvita memerah, karena terlalu lama ia menunduk. Ia mencubit pipinya sendiri, berharap kalau ini hanyalah mimpi.

"Auuuwwww....."

"Ini bukan mimpi..." Keluh Arvita yang langsung bangkit dari duduknya, menghampiri cepat wanita yang tadi membantunya. Wanita itu tampak sibuk dengan layar komputer dihadapannya.

"Mmmm..... maaf.. Boleh saya bertanya?" Tanya Arvita.

"Ya, ada apa?" Tanyanya kembali.

"Tadi pria tadi... maksud saya, tadi yang anda panggil pak itu. Apakah dia yang bernama Armand?"

Wanita itu memicingkan pandangannya, menatap Arvita yang mencurigakan. "Ya anda benar? Dan Pak Armand merupakan CEO kami di EG group. Kebetulan beliau sendiri yang akan mewawancarai sekretaris pribadinya."

Hati Arvita langsung saja mencelos, rasa tidak nyaman ia rasakan. Seperti ada sebuah lubang raksasa yang sedang mengerogoti dadanya, membuat ia tiba-tiba menjadi sesak dan butuh oksigen tambahan.

"Anda tidak apa-apa?" Tanya wanita itu, melihat wajah pucat Arvita.

Pintu ruangan interview tiba-tiba terbuka, seorang wanita beramput pendek dengan kemeja biru keluar dengan menangis tersedu-sedu, bahkan wanita itu sedikit membanting pintu dengan kesal.

Arvita dan wanita yang baru keluar tersebut, sesaat berpandangan. "Kamu mau wawancara juga ya?" Tanya wanita berbaju biru tersebut, Arvita membalas dengan sebuah anggukan perlahan.

"Lebih baik kamu batalkan saja, karena bosnya sama sekali tidak berprikemanusiaan." Ucap wanita itu dan langsung cepat pergi meninggalkan Arvita dengan pertanyaan yang masih menggantung dipikirannya saat ini.

Lagi-lagi pintu ruangan interview tersebut terbuka, Arvita merasa jantungnya seakan-akan mau lepas. Membayangkan Armand yang keluar dari ruangan tersebut, tapi kenyataannya bukanlah Armand yang keluar.

Seorang pria dengan setelan jas hitam dan dasinya yang berwarna hijau, keluar dengan wajah yang amat lelah. Bahkan pria tersebut menghela nafas amat panjang. Arvita yang melihatnya, hanya bisa menelan ludahnya sendiri.

Apakah sebegitu menyeramkankah Armand saat ini?

"Vita... Kenapa kau bodoh sekali. Bukankah kau sudah tau bagaimana Armand sewaktu SMA dulu." Batin Arvita mulai memprotes,

"Ahh...." Teriakan pria tersebut membuyarkan lamunan Arvita, pria itu berjalan mendekat kearahnya. Sebuah senyuman kelegaan ia pancarkan dengan penuh energi.

"Kamu pasti Arvita kan? Kamu adik sepupunya Rani kan?" Tebak pria itu dengan girang,

"Ya benar saya Arvita."

"Akhirnya kamu datang juga, Rani sendiri yang merekomendasikan kamu untuk posisi sekertaris ini..."

"Tapi sepertinya saya tidak akan...." Arvita berusaha memotong pembicaraan pria tersebut, tapi pria itu tampak tidak peduli.

"Perkenalkan nama saya Hidayat, saya manager personalia disini. Ayo cepat Arvita, Pak Armand sudah menunggu." Hidayat langsung saja memegangi bahunya, memaksakan langkahnya untuk segera masuk kedalam ruangan tersebut.