Chereads / Takdir Yang Ku Tulis / Chapter 4 - T UNTUK TIGER

Chapter 4 - T UNTUK TIGER

"Ada, ini kayaknya isinya catok roll kan ya?." Jawab Ford

Aku menerima paket yang masih utuh terbungkus. Ada label nama barang di depannya.

"Berapa belinya" Tanya Natali padaku

"Murah kok, 65"

Natali dan Ford adalah dua sejoli yang harus berdiri selama8 jam di meja resepsionist. Mereka biasa menerima tamu dan paket-paket yang di kirimkan ke kontor baik untuk urusan bisnis maupun pribadi.

"Punya Dela ada?" tanyaku lagi. Ford segera memeriksa daftar paket yang diterimanya. Setelah di periksa ia meyakinkanku bahwa tak ada paket atas nama Dela.

"Ia nggak ada, kapan emang belinya?"

"Barengan sih,tapi nggak ada ya ?.."

Natali mengalihkan pandangan pada orang yang baru saja masuk. Berbusana dress elegant warna putih merah berbahan sutra. Pasti belinya di butik. Pakain sekelas itu hanya dijual di butik tanpa diskon khusus.

"Pagi, Natali, aku minta cleaning ya dua. Suruh ke atas ya, sekarang"

Natali mengiyakan dan segera memencet pencet telepon.

"Sudah Nona, akan segera naik, Choirudin dan Amer"

Wanita itu tersenyum dengan anggunya. Aku lirik tasnya,bukan tas seharga 10 atau 15 juta tapi bisa diatas 50 juta. Pasti dia orang yang kaya sekali. Melihat dari tatanan rambut ala hair stalish profesional, membuatku tambah yakin dia orang yang akan membuat siapapun terpesona di buatnya.

"Tuan, Defiance kembali?" Tanya Ford spontan.

"Benar"jawabnya datar. Dan langsung meninggalkan lobi dengan gerakan kaki lemah gemulainya.

"Aduh, Kimat" Natali mulai mengomel sendiri. Ford pun segera meraih id card yang dari tadi hanya ia simpan di laci dan memakainya

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

***********************************************************

Seorang laki-laki tak banyak senyum melenggang tanpa rasa peduli. Ia tak tertarik pada apapun yang ada di depannya. Tidak pada orang , lukisan, bahkan dinding-dinding keramik yang menghiasi lobi Indonesia Printing. Melihat gerak-gerik dari pria tersebut, Natali menggangkat telepon dan menyampaikan informasi pada seseorang di sebrang telepon.

"Ya baiklah, trimaksih."

Ford tak banyak komentar dan hanya melanjutkan pekerjaannya. Ia terlihat membuka-buka buku cokelat besar di depannya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tampak sesekali menunjukkannya pada Natali, dan saling bicara sedikit dengan ekspresi murung.

Pada jam-jam itu, lobi sedang ramai orang berlalu lalang. Laki-laki tadi hanya masuk lift sendirian tanpa merasa terusik sama sekali. Wajahnya tak terlalu enak di pandang mata. Ia melihat ke layar smartphone yang dibawanya. Dari raut wajahnya pasti semua sutuju, hatinya sedang tak baik. Di sisi lain, tampak Hope juga sedang berada di lift dengan arah turun ke bawah. Ia membawa banyak map warna-warni. Hope berhenti di lantai 4, sedangkan orang yang ada di lift sebelah masih melanjutkan perjalananya ke lantai 5.

Keluar dari lift, ia melirik cctv yang ada di langit-langit. Entah apa yang ada di benak pria tersebut. Tak seorangpun paham maunya. Ia berpapasan dengan beberapa orang. Mereka melemparkan senyum, namun pria pendiam itu hanya mengangguk, seolah senyum itu mahal harganya. Sampai di lorong yang agak sepi di pengunjung koridor, ia tampak menerima telepon dan berbicara dengan cukup serius. Ia menghentikan langkahnya dan memutar badan saat seorang wanita memanggil namanya.

Ia tak banyak menjawab apa yang wanita itu sampaikan, konsentrasinya terarah pada telepon yang ia pegang. Setelah beberapa saat,wanita itu membuka pintu dan masuk ke ruangan yang tertutup untuk umum. Sementara si pria, melangkah pergi dan kembali ke lift.

***************************************************

Ruangan hari itu~

"Oh, maaf, saya kira, Bapak Henderi sedang di ruangan ini"

Pria itu membalikkan badannya dan tak terlalu mengubris Hope.

"Dia tidak masuk hari ini" jawabnya sambil lalu. Hope paham maksudnya dan segera meninggalkan ruangan.

"Bisakah lain kali tak masuk sembarangan?" ketus pria itu.

Hope menghentikan langkahnya dan sedikit memutar badan, "Maaf, Tuan tapi Tuan Handeri ingin saya meletakkan ini di mejanya, bahkan saat ia sedang tak ada di tempat sekalipun."

Hope sedikit mengangkat map warna biru toska yang iya bawa.

"Apa itu?"

Hope berjalan mendekat. Laporan yang harus saya serahkan hari ini juga tanpa penundaan"

Pria itu tampak semakin kesal.

"Letakkan saja di meja" perintahnya. Segera setelah Hope meletakkannya ia pergi dari ruangan tak bertuan.

Pria tadi membuka isi map dan membaliknya ke halaman paling belakang. Ia mengangkatnya sebentar dan meletakkannya lagi dalam keadaan terbuka. Ia ambil telepon di depannya

"Ambilkan berkas Escada Hope" , perintahnya

Tak lama, datanglah seseorang dari pintu dengan setumpuk hal yang ia minta. Setelah menyerahkannya, pria yang bernama panjang Yoelish Mandra segera pergi. Selang beberapa detik, wanita lain masuk dengan gayanya yang berkelas.

"Tuan Defiance, tuan Hendri berhalangan hadir karena keperluan pribadi." Serunya dengan suara semerdu piano.

"Oh aku tau, ruanganku sudah selesai dibersihkan?" Tanya Defiance pada sekertarisnya. Ia menggeleng. Defiance diam sejenak mengamati apa yang sedang ia pelajari sambil sedikit memainkan kursinya.

"Saya akan kembali saat ruangan anda siap Tuan.."

Defiance tak menjawab. Si sekertaris melenggang keluar. Tik tok tik tok, terdengar suara sepatunya yang merdu.

"Tunggu, siapa yang ada di bagian HRD sekarang?, Ziva".

Ziva berhenti dengan wajah kaget. Ia tak tahu jawaban dari apa yang bosnya tanyakan.

"Maafkan saya Pak, Saya akan cari tau…" tukasnya Ziva pada Defiance.

Defiance melanjutkan statemennya. "Tak perlu, pangil saja Rusmina Tan, aku ingin bicara dengannya sebelum makan siang"

Ziva memberi isyarat paham dan langsung meninggalkan ruangan itu.

************************************************

~Cafetaria~

" Hah kenapa si kurus itu harus kembali secepat ini sih?"Omel Dela sambil memainkan mie rendah lemak pesanannya.

"Siapa?" tanyaku singkat penasaran. "Mendadak mood semua orang berubah hari ini, Natali, Ford dan sekarang kau" tanyaku perlahan dengan santai

"Siapa lagi kalo bukan si macan tutul Asia"

Macan tutul, aku semakin tak mengerti julukan yang Dela berikan pada orang-orang di sekitarnya. Mulai dari si bangau, Kalibri untuk She she dan sekarang macan tutul Asia.

"Ada Ya?, Macan tutul Asia" tanyaku lagi.

" Ya adalah. Gimana sih kamu ini!"

Aku menyendok nasi lemak pesananku. Dan meneguk es jeruk yang aku pesan.

"Makan Donk, keburu hujan, mau makanannya basah?" Aku mencoba menasehatinya. Aku lihat banyak awan hitam rendah dari sini. Jika hujan pasti aku tak akan bisa makan di bagian luar café. Harus masuk ke dalam. Akan sangat merepotkan jika aku harus membawa makanan ke dalam. Belumtentu dapat tempat juga pikirku.

"Namanya Defiance T, bah orangnya hmm,... ngeselin. Belagak banget. Belum lagi sekertarisnya yang sok misterius itu. Senyum sana, senyum sini. Datangnya kalo Defiance ada doang, gajinya besar. Kalo bos gak ada, ya gk kerja, tapi gaji utuh. Gila!"

Aku hanya mencoba mendengarkan dengan seksama apa yang Dela ocehkan padaku. Sebagai teman yang baik, aku harus lebih banyak mendengar dari pada bicara.

"Untung, aku gak ada urusan ma dia. Urusanku sama Henderi. Tapi kalo pak Henderi gak masuk kayak sekarang ini, yah mau gak mau minta tanda tangan dia buat terbitan besuk. Males aku." Gerutunya.

"Tunggu-tunggu , emang dia ini siapa sih?,orangnya yang mana?"tanyaku lagi.

Dela menyuap makanan di sendoknya. Mengunyah perlahan.

"Dia itu orangnya tinggi, gak ramah, jelek, gak ganteng-ganteng amat malah. Old fashion." Ceritanya bersemangat. Ia menelan dan meminum air lemon yang di suguhkan di depannya.

"Terus, sok pingin tau ini, itu. Dia ada sekertaria. Cantik sih! tapi sok cool. Nama sekertarisnya , Zivanya. Tingi, putih, tas merek, sepatu mahal. Hair do nya kayak mau fashion show."

Aku jadi ingat jangan-jangan wanita yang di maksud yang tadi pagi aku temui secara tak sengaja di depan lobi

"Hari ini, bajunya putih merah bukan, V neck, Dres?" tanyaku.

Dela membenarkan.

"Kok tau,?"

Akupun menceritakan kejadian saat aku mengambil paket di resepsionis tadi pagi. Dela semakin bersemangat. Dia tambahkan beberapa informasi penting untukku yang belum genap dua bulan berada di sini. Menurutnya Defiance adalah orang yang paling tidak ingin ia temui seumur hidupnya. Jika bukan karena ia yang memiliki semua ini, ia pasti akan di tendang jauh-jauh dari Indonesi Printing. Mengingat sikap buruknya pada semua orang. Tak ramah tak baik. Cuek. Suka mengambil keputusan demi kepentingan pribadi.

" Jangan sampai deh kamu ketemu ma dia, pasti sakit hati kamu."

"Ohh….."

"Sejak tadi dia datang, dia ada di ruanagn Pak Henderi, Gue kan jadi gak bisa masukke situ tanpa ketemu dia. Padahal, aku mau ambil, berkas lo di situ."

Aku terkejut dengan penjelasan Dela.

"Oh, jadi yang di ruangan itu Defiance!!!!" seruku

" Pantesan….."kali ini suara ku lirih.

Dela terkejut lagi.

" Kamu ketemu?"

Aku anggukan kepalaku, dan mulai membahas kejadian yang baru saja menimpaku beberapa waktu lalu.

"Terus abis kamu taruh, dia bilang apa?"

Aku pun menjelaskan bahwa aku langsung pergi tanpa satu patah katapun darinya.

"Dasar macan. !. Sesuai sama namanya, Defiance T."

"T?, Tjong? Tanyaku.. dela menggeleng

"Tiger- Macan!" kamipun tertawa kecil. Nama yang aneh pikirku dalam hati, gabungan nama barat manusia dan Hewan. Raja hutan kali maksud orang tuanya.

" Maaf...…" seseorang bicara di belakngku. Kamipun menghentikan tawa kami dan menoleh. Dela kaget dengan kedatangan Yoel. Ia tersenyum sedikit sebagai perimintaan maaf menggangu makan siang kami.

"Tuan Defiance Menunggu Anda di ruangnya,…" kata Yoel

"Gue?" Tanya Della. Yoel melihat Hope sambil berkata

"Nona Ecada Hope…."