Chereads / PENGASUH TUAN MUDA / Chapter 2 - SINGA BETINA VS El RUMI

Chapter 2 - SINGA BETINA VS El RUMI

"Ayo!!...ikut aku! kamu akan aku laporkan pada polisi biar tahu rasa! Kamu harus di beri pelajaran!!" Desis El Rumi menyeret Fuji An masuk ke dalam rumahnya yang hampir mirip seperti mansion.

Dengan tersaruk-saruk Fuji An berusaha melepaskan diri dengan menendangkan kakinya ke arah El Rumi yang mempunyai tubuh tinggi dan seksi.

"Lepaskan aku!!" teriak Fuji An semakin brutal berontak dengan menggigit salah satu lengan El Rumi. El Rumi meringis kesakitan menahan marah.

"Kamu! berani-beraninya kamu menggigitku?!" ucap El Rumi dengan rahang semakin mengeras.

"Aku tidak takut! apa mau aku gigit lagi?!!" sahut Fuji An dengan tatapan penuh tanpa ada rasa takut. Apalagi dengan kemarahan El Rumi yang tidak terlihat di balik wajahnya yang tampan.

El Rumi membalas tatapan Fuji An dengan dada terasa meledak. Tanpa membalas ucapan Fuji An, El Rumi menarik pergelangan tangan Fuji An kemudian mengangkatnya dan memanggulnya.

"Aaaahh!! Apa yang kamu lakukan?!! turunkan aku!!" teriak Fuji An dengan suara melengking hingga suaranya menggema di mana-mana.

Tanpa memperdulikan teriakan Fuji An, El Rumi berjalan dengan tegap masuk ke dalam rumah.

Sampai di dalam rumah, El Rumi menghempaskan tubuh Fuji An di atas sofa yang sangat indah dan empuk.

Dengan cepat Fuji An duduk dengan wajah kesal namun tidak ada ketakutan di wajahnya. Mata El Rumi melotot tajam, saat melihat Fuji An malah duduk dengan santainya, bahkan Fuji An mengambil majalah yang berada di atas meja dan membacanya.

El Rumi semakin geram. Segera ia mengambil ponselnya dan menghubungi satpam yang menjaga pintu gerbang depan.

"Pak Mo...cepat segera ke sini! di sini ada pencuri mangga yang sudah tertangkap," ucap El Rumi sambil melirik Fuji An yang tak perduli dengan apa yang ia katakan.

"Aakkkkhhhhhh!!" teriak El Rumi dengan keras, merasa marah pada Fuji An yang terlihat tenang.

"El, ada apa? kenapa kamu berteriak seperti itu?"

Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita tua dari arah belakang El Rumi. Ternyata yang datang adalah Nenek El Rumi. Neny terpaksa keluar kamar karena tidur siangnya terganggu dengan suara teriakan El Rumi.

"Neny?" El Rumi menyapa Neneknya dengan melunakkan nada suaranya.

"Ini Neny, gadis ini yang telah mencuri buah mangga kita," jelas El Rumi pada Neneknya.

"Apa kamu yakin? kalau gadis itu pencurinya El?" tanya Neny dengan serius.

El Rumi menatap Neneknya kemudian beralih menatap wajah polos Fuji An yang terlihat tak bersalah.

"Aku sangat yakin Neny," jawab El Rumi dengan pasti.

Fuji An segera berdiri dan mendekati El Rumi, kemudian menendang tulang kaki El Rumi dengan sangat keras.

"DUG!!"

"Ouchhh!!" El Rumi mengaduh kesakitan sambil memegangi tulang kakinya.

"Rasakan!! itu balasan buat orang yang telah berani menuduhku," ucap Fuji An dengan tenang.

Neny tersenyum, entah kenapa hatinya sangat menyukai sikap Fuji An yang begitu berani pada El Rumi.

"Hem, sepertinya aku menyukai gadis ini," ucap Neny dalam hati dengan sebuah senyuman.

"Siapa namamu Nak?" tanya Neny seraya duduk di samping Fuji An.

"Fuji An, Nek," jawab Fuji An dengan sopan dan ramah, berbeda sekali dengan saat menghadapi El Rumi.

"Apakah benar apa yang di katakan El? kalau kamu yang mengambil mangga kami?" tatap Neny mencari kejujuran di mata Fuji An.

"Itu tidak benar Nek," bantah Fuji An sambil melirik ke arah El Rumi.

"Kalau kamu tidak sedang mencuri, lalu apa yang kamu lakukan di atas tembok?" sela El Rumi masih berdiri sambil bersendekap.

Neny menoleh ke arah El Rumi dan menatapnya tajam. Seketika itu juga hati El Rumi menciut dan diam.

"Aku mencari bolaku Nek. Aku sedang bermain sepak bola sama teman-temanku, kemudian bola itu terlempar masuk ke sini. Sebagai kapten tim, jadi aku harus mengambilnya." sahut Fuji An dengan wajah polosnya.

"Hahaha, kamu kapten tim sepak bola?? aku tidak percaya," ucap El Rumi mentertawakan pengakuan Fuji An.

"El, apa kamu bisa diam?" tatap Neny pada El Rumi.

El Rumi membalas tatapan Neneknya. Melihat wajah Neneknya yang serius, terpaksa El Rumi diam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Apakah kamu bermain sepak bola dengan sesama perempuan Nak?" tanya Neny dengan tatapan penuh.

"Tidaklah Nek, mana suka mereka," jawab Fuji An masih dengan santainya.

Neny menelan salivanya.

"Lalu? yang bermain sama kamu, apakah mereka laki-laki semua?" tanya Neny lagi dengan tatapan tak percaya.

Fuji An mengangguk kecil.

"Dasar, memang dia singa betina," ucap El Rumi dengan pelan, tapi Neny mendengarnya.

"El Rumi! Ssstt!"

Kembali Neny menatap El Rumi dengan wajah serius.

Fuji An melirik El Rumi dengan tatapan senang. El Rumi menggeram kesal.

"Nenek, boleh aku pulang sekarang?" tanya Fuji An mengingat teman-temannya yang pasti sedang menunggunya.

"Kenapa pulang? di sini saja temani Neny. Dan kamu jangan lagi panggil Nenek, panggil saja Neny," ucap Neny dengan tersenyum semakin menyukai Fuji An yang terlihat jujur dan apa adanya.

Fuji An terdiam, tidak tahu harus mengiyakan keinginan Neny atau tidak.

"Biar dia pulang saja Neny, kan ada aku di sini yang temani Neny," sahut El Rumi sedikit kecewa melihat Neny menyukai Fuji An.

"El Rumi, ada apa denganmu sayang?" tanya Neny menatap El Rumi sambil menggelengkan kepalanya merasa heran dengan sikap El Rumi yang tidak seperti biasanya.

Di mata Neny, El Rumi adalah laki-laki yang dingin dan tidak terlalu banyak bicara. Namun El Rumi bisa menjadi laki-laki yang penuh perhatian dan sangat penyayang kalau sudah mengenal dengan baik.

Fuji An menatap El Rumi dari tempatnya. Entah kenapa ia ingin sekali membalas perlakuan El Rumi yang sudah semena-mena padanya.

"Baik Neny, aku mau menemani Neny selama Neny menginginkannya," ucap Fuji An dengan sebuah senyuman.

Di kepala Fuji An sudah membayangkan bagaimana wajah El Rumi saat ia menerima tawaran Neny.

"Hahaha... aku sangat yakin, sebentar lagi wajah tampang dua yang menyebalkan itu akan merah padam dan meledak. 1...2...3."

Masih dengan pandangan yang mengarah ke El Rumi, Fuji An menunggu kemarahan El Rumi yang akan meledak dalam hitungan jari.

Dan benar saja, wajah El Rumi sudah merah padam menahan geram.

Dengan jawaban Fuji An, itu berati ia harus melihat singa betina itu lebih lama lagi.

"Neny, jangan lakukan ini, kita sama sekali tidak mengenalnya. Aku yakin, dia gadis yang tidak baik. Lihat saja sikapnya? sama sekali tidak sopan," ucap El Rumi dengan tatapan merajuk memegang pergelangan tangan Neneknya.

Neny menghela nafas panjang melihat sikap El Rumi yang semakin aneh.