"Begitu ya? kalau kamu menginginkan hal itu, aku bisa mengaturnya sayang. Apakah itu, berarti kamu setuju kalau menjadi kekasihnya El?" tanya Neny dengan sebuah senyuman.
Seketika itu juga Fuji An menelan salivanya merasa malu mendengar ucapan Neny.
"Neny, tidak seperti itu. Maksudku, aku...aahh, aku lupa kalau masih ada pekerjaan. Aku harus pergi Neny," sahut Fuji An dengan cepat bangun dari tempatnya untuk menghindari rasa malunya.
Namun Neny dengan cepat pula menahan pergelangan tangan Fuji An agar tidak pergi.
"Kamu mau kemana Fuji An? pembicaraan kita belum selesai. Kamu belum menjawab tentang keinginanku itu. Aku ingin mendengar dari kamu kalau kamu tidak menolak keinginanku itu," ucap Neny terlihat jelas ingin sekali mendengar jawaban Fuji An tentang keinginannya.
Kembali Fuji An menelan salivanya dengan hati gelisah.
"Neny, jujur...aku belum bisa menjawabnya sekarang. Aku masih membutuhkan waktu dan membiasakan diri untuk berteman dengan Tuan Muda," ucap Fuji An dengan tatapan memohon agar Neny memberinya waktu untuk berpikir. Karena baginya suatu hubungan bukanlah untuk main-main.
Neny terdiam menatap penuh wajah Fuji An. Apa yang di katakan Fuji An benar-benar telah menjadi pemikirannya.
"Baiklah Fuji An, aku akan memberikan waktu untuk kamu bisa membiasakan diri dekat dengan El Rumi. Tapi ingat sayang, dengan permintaan kamu ini, aku anggap kamu sudah menerima keinginanku ini. Aku akan mencari waktu yang baik untuk bisa bicara dengan El Rumi dan kamu," ucap Neny dengan senyuman dan tatapan bahagia.
"Apa Neny?? Neny mau membicarakan tentang hal ini dengan Tuan Muda?? Aduhhh!! jangan Neny, jangan!! aku masih belum siap melihat kemarahan Tuan Muda," ucap Fuji An dengan wajah pucat dan panik. Ia tidak menyangka apa yang ia katakan malah menjadi bumerang bagi dirinya.
"Kamu tenang saja sayang, biar aku yang menangani kemarahan anak keras kepala itu. Yang terpenting kamu sudah setuju dengan keinginanku," ucap Neny sambil mengusap puncak kepala Fuji An penuh kasih sayang.
Fuji An berkali-kali hanya bisa menelan salivanya tidak bisa lagi menolak keinginan Neny yang sangat keras kepala.
"Baiklah Neny, apa pun itu, yang terpenting Neny bahagia dan tidak sedih lagi. Em...aku permisi dulu Neny, mau melanjutkan pekerjaan," ucap Fuji An dengan tersenyum pasrah kemudian bangun dari duduknya dan berjalan keluar kamar.
****
Di dalam mobil El Rumi duduk santai dengan di antar sopir pribadinya Mang Parman.
"Tuan Muda, kita mau ke mana?" tanya Parman masih belum tahu kemana El Rumi mau pergi.
"Kita ke kota Mang, stock makananku sudah hampir habis," sahut El Rumi dengan tatapan matanya mengarah ke arah jalanan.
"Baik Tuan Muda," ucap Parman sambil menganggukkan kepalanya, menjalankan perintah El Rumi.
Setengah perjalanan ke arah kita, El Rumi mulai sedikit merasakan sesuatu pada kulit punggungnya dan dadanya.
"Mang, mobilnya sudah di cuci belum? sepertinya banyak hewan kecil yang sedang menggigitku," ucap El Rumi sambil menggerak-gerakkan badannya yang terasa panas dan gatal.
"Setiap hari saya cuci Tuan Muda, memang kenapa Tuan?" tanya Parman masih tidak mengerti dengan maksud El Rumi.
"Kulit punggungku terasa gatal Mang, kamu tahu kan kulitku sangat sensitif dengan debu?" ucap El Rumi lagi sudah tidak tahan dengan rasa gatalnya hingga menggaruk kulit dada dan punggungnya dengan asal dan itu semakin membuatnya gatal dan merasa panas.
"Bagaimana bisa Tuan Muda? Saya sudah membersihkannya setiap hari Tuan, bahkan tadi pagi saya juga mencucinya," ucap Parman mulai ketakutan saat melihat El Rumi tak berhenti menggaruk terus kulit tubuhnya.
"Mang, kita pulang saja aku sudah tidak tahan dengan semua ini," ucap El Rumi seraya melepas kemejanya dan menggaruk kasar dada dan punggungnya yang sudah memerah dan sedikit melepuh.
Tanpa berkata apa-apa lagi lagi Mang Parman memutar mobilnya untuk segera kembali pulang ke rumah.
Sampai di rumah dengan di papah Parman, El Rumi berjalan kesakitan melewati Neny yang sedang duduk di ruang tengah setelah adanya percakapan yang masih menggantung saat di kamar atas.
"El Rumi? ada apa denganmu sayang? kenapa kulit tubuh kamu merah dan melepuh seperti itu?" tanya Neny dengan perasaan cemas segera bangun dari duduknya dan mendekati El Rumi.
"Aku tidak tahu Neny, aku merasa kulit badanku panas dan gatal sekali seperti banyak hewan serangga sedang menggigitku," jawab El Rumi sambil menggaruk kulit badannya dengan kedua tangannya.
"Jangan di garuk terus El, ayo cepat duduk di sini biar di olesi salep sama Fuji An. Mang Parman panggil Fuji An kemari," ucap Neny dengan cemas membantu El Rumi duduk di sofa.
Mang Parman menganggukkan kepalanya, segera pergi meninggalkan tempat untuk memanggil Fuji An.
Tidak lama kemudian, Fuji An datang tergopoh-gopoh segera mendekati Neny dan El Rumi.
"Ada apa Neny?? dan kenapa dengan Tuan Muda?" tanya Fuji An sambil melirik ke arah El Rumi yang tampak tersiksa karena rasa gatal di tubuhnya.
Ada perasaan senang dan puas di hati Fuji An melihat pembalasannya berhasil. Tapi, saat melihat seluruh dada dan punggung El Rumi yang merah melepuh membuat Fuji An merasa kasihan dan bersalah.
"Entah apa yang terjadi pada El, mungkin ada sesuatu yang membuat kulitnya seperti itu. Sejak kecelakaan itu, kulit El sangat sensitif sekali. Fuji An, cepat antar El ke atas dan kamu ambil salep di kotak obat ya sayang. Neny mau panggil Dokter Thariq," ucap Neny pada Fuji An kemudian mengambil ponselnya yang ada di atas meja untuk menghubungi Thariq. Thariq adalah Dokter pribadi sekaligus sahabat El Rumi. Hanya Thariq yang masih bertahan bersahabat dengannya.
Fuji An menganggukkan kepalanya dengan cemas, tidak menyangka karena kemarahannya pada El Rumi, dirinya sendiri terkena dampaknya harus merawat El.
"Mari Tuan Muda, aku antar ke kamar," ucap Fuji An sekilas menatap wajah El Rumi yang masih kesakitan kemudian beranjak pergi.
Melihat Fuji An pergi begitu saja tanpa membantunya segera El Rumi menyusul Fuji An dengan kemarahan tingkat dewa.
"Singa betina!! ada apa denganmu? kamu mau mengantarku ke kamar! Tapi kamu meninggalkan aku!" teriak El Rumi sambil menggaruk bahunya yang gatal.
Fuji An mengambil nafas dalam kemudian menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap El Rumi dengan tatapan kesal.
"Tuan Muda yang manja, anda tahu kamar anda ada di mana kan? lagi pula aku lihat anda masih bisa berjalan. Anda ke kamar saja dulu, aku harus menyiapkan sesuatu," ucap Fuji An menatap El Rumi sekilas kemudian pergi meninggalkan El Rumi yang menatapnya penuh kemarahan.