Alaska menekan dada pria itu dan mendorongnya. Alaska menunggu amarah dalam dirinya meluap, namun tidak ada yang terjadi. Dia tidak merasakan apapun termasuk amarah. Bukankah ketika seorang laki-laki- yang meski bukan orang asing namun belum memiliki hubangan apapun dengannya- melakukan hal-hal seperti ini dia seharusnya marah? Bukankah ini sudah bisa dikatagorikan sebagai pelecehan? Akan tetapi, Seperti tersihir Alaska hanya bergeming dan menatap Kala.
"Apa yang sebenarnya yang ada dalam pikiran Laki-laki ini? Pada suatu saat dia begitu dingin dan tiba-tiba menjadi sedikit lebih hangat. Di saat yang lain, pria ini akan bersikap baik, sopan, dan lembut. Di kesempatan lain, dia akan berubah menjadi pria penggoda yang menyebalkan."batin Alaska.
"Maaf" ucap Kala memecah keheningan yang tercipta diantara mereka.
"Maaf atas kecupanmu atau maaf karena sikap konyolmu?" Pertanyaan itu meluncur dari bibir alaska seperti papan seluncur yang tidak dapat dihentikan.bahkan satu detik setelah mengucapkannya Alaska merasa menyesal. Lebih baik dia berlalu dan meninggalkan laki-laki konyol ini dari pada terlibat lebih jauh dalam muslihat si penggoda ini. Namun, seperti magnet yang ditarik kutub berlawanan Alaska tidak mampu menggerakan kakinya untuk beranjak pergi, ada sesuatu dalam diri pria ini yang menyerupai sebuah misteri. Misteri yang menggoda untuk dipecahkan.
"Aku tidak bermaksud agresif. Don't get me wrong, I was just too distracted." Ucap Kala sambil menyisir helai rambutnya. Dia terkihat sedikit kebingungan.
" kalau yang kamu maksudkan kecupan singkat pada keningku, jangan khawatir itu hanya sebuah kecupan"
Alaska berusaha terdengar seperti wanita tangguh dengan pengalaman bercinta yang kuar biasa meski nyatanya kecupan dikening itu barusan merupakan suatu hal terintim yang pernah dia lakukan.
"Tapi yang tidak aku mengerti adalah ucapanmu. Apa yang kamu maksud dengan "jalan lain?". Mau menjelaskan?" Desak Alaska.
Untuk pertama kalinya semenjak mereka berdua saling beradu kata, Kala terlihat kehabisan kata. Pria itu terlihat seakan sedang menimbang-nimbang sesuatu dalam benaknya. Seperti pemain catur yang handal Kala selalu mempertimbangkan setiap langkah yang akan dia ambil. Kala mempertimbangkan untuk melanjutkan kebohongannya dengan mengutarakan kebohongan lain atau mengutarakan sedikit kejujuran untuk menutupi kebohongannya. Apapun keputusannya, Kala tidak akan benar-benar juju. Dia hanya tidak ingin berbohong lebih banyak.
"Bagaimana jika ternyata aku memiliki niat yang tidak jauh berbeda seperti dirimu? Bagaimana jika ternyata aku hanya memanfaatkan mu dan akan berubah menjadi shrek ketika efek ramuan dari penyihir menghilang?"
Kejujuran. Alaska bisa melihat kejujuran di mata Kala dan hal itu mengusik hatinya. "Apakah pria itu bisa melihat kejujuran dimataku saat aku mengatakan hal yang serupa padanya?" Batin Alaska. Tanpa dapat dia cegah, kekecewaan menjalar seperti ivy yang merambat pada dinding bata bangunan tua. Alaska sadar bahwa dia tidak berhak kecewa pada Kala, karena dia tidak jauh lebih baik dari pada pria itu. Apapun Alasan Kala mendekatinya, jika benar pria itu hanya memanfaatkan Alaska untuk sesuatu yang Alaska tidak ketahui alasannya, maka hal itu seharusnya dapat mengurangi rasa bersalahnya. Sebab, alasan Alaska mengajak Kala datang ke pesta ulang tahun Anjas adalah untuk membuat Kama cemburu dan seperti wanita berpikiran dangkal karena cinta sepihaknya pada Kama, Alaska berpikir jika Kama melihatnya bersama pria lain mungkin saja pria itu akan sadar bahwa dirinya memiliki sisi mempesona. Jadi, Alaska tidak memiliki alasan untuk marah atas jawaban pria itu karena toh pada akhirnya mereka berdua sama-sama pembohong yang saling memanfaatkan satu sama lain demi sebuah kepentingan.
Mereka hanya saling tatap untuk waktu yang lama, tanpa menyadari bahwa ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Kemudian, dengan sebuah senyuman yang sedikit dipaksakan Alaska memberikan tanggapan serupa.
"Aku berharap kamu tidak akan berubah menjadi hijau. Aku lebih suka warna Ungu atau jingga dibandingkan hijau. Pastikan kau berwarna ungu karena itu lebih terlihat imut."
Kala tergelak sedangkan Alaska berusaha mempertahankan sikap acuh tak acuhnya namun gagal. Akhirnya ketika dua langkah kaki mendekat kearah mereka, Alaska dan Kala tertawa bersama.
"Imut dan aku tidak akan ada dalam satu kalimat, nona" ucap Kala bersamaan dengan suara seorang laki-laki yang menyapa mereka, menyapa Alaska tepatnya.
"Hi, Ka!"
Alaska dan Kala menoleh bersamaan kearah sumber suara. Dari sudut pandang Kala, dia melihat seorang laki-laki yang cukup tampan, berpakaian rapi dan tatanan rambut yang sengaja ditata untuk meberikan kesan "aku pria baik-baik, wanita aman dalam pelukanku". Laki-laki itu tersenyum singkat Kepada Kala seakan baru saja selesai melakukan penilaian yang sama dengan yang kala lakukan padanya. Kemudian Laki-laki itu memusatkan perhatiannya pada Alaska tanpa menghiraukan wanita berbadan mungil yang berdiri sambil memberengut disampingnya. Wanita itu mengangkat dagu tinggi-tinggi dan tersenyum lebar berusaha keras menutupi kekesalannya yang terlihat sangat jelas.
"Kama?"
"Pria itu bernama Kama rupanya" Kala menyandarkan tubuhnya pada mobil sambil melipat kedua lengannya didepan dada. Sedangkan Alaska menoleh kearah si wanita mungil
"Lidsey?" Ada sedikit rasa terkejut terkandung didalam ucapannya.
"Jadi wanita itu bernama Lidsey" batin Kala yang masih mengobservasi situasi canggung yang terjadi diantara mereka. "Siapa laki-laki ini?" Kala bertanya pada dirinya sendiri. Instingnya mengatakan bahwa laki-laki ini bukan hanya sekedar teman biasanya. Cara Alaska yang langsung menyelipkan helaian rambut pendeknya ke belakang telinga menandakan bahwa pria ini istimewa.
"Mengapa mereka datang ke acara ulang tahun Anjas bersama ? Bukannya mereka sudah berpisah?" Batin Alaska. Meski dia hampir mati karena penasaran akan jawaban atas pertanyaannya, demi harga diri Alaska menelan bulat-bulat rasa penasarannya dan berusaha bersikap acuh tak acuh.
"Kami bertemu saat memarkir mobil" kata Kama seakan dapat membaca pikiran Alaska.
"Ini siapa, Ka?" Tanya Lidsey yang berusaha mengalihkan perbincangan dan sekaligus membuang rasa malu karena Kama mesti repot-repot menjelaskan pada Alaska bahwa mereka tidak datang ke pesta itu bersama.
Tersadar bahwa dirinya tadi tidak sendiri, Alaska menoleh kearah Kala dan memperkenalkan mereka.
"Lidsey, Ini Kala. Kala ini Lidsey teman satu kantorku"
Kemudian Alaska menoleh kearah Kama dan berusaha memperkenalkan kedua laki-laki itu. Namun Kama sudah lebih dulu mengulurkan tangan pada Kala.
"Kamandanu Adi. Panggil saja Adi karena hanya Alaska yang memanggil saya Kama" pria itu ingin menekankan fakta bahwa Alaska memiliki panggilan istumewa untuknya.
Kala tersenyum menyeringai kepada Kama, dan menyambut jabatan tangan pria itu.
"Kala Carvalho" jawab Kala singkat.
"Carvalho? Sepertinya tidak asing" celetuk Lidsey.
" Anda siapanya Dalilah Carvalho?" Tanya Lidsey setelah mengingat baik-baik dimana dia pernah mendengar nama Carvalho sebelumnya.
"Dia adikku" jawab Kala singkat.
"Wow! Pantas Anda terlihat tampan, apa semua keluarga Carvalho cantik dan tampan?"
Kala menoleh kearah Alaska dan dengan tatapan jahil dis menjawab tanpa mengalihkan tatapannya dari Alaska. "Dilihat dari cara wanita ini terpesona saat memandangiku ketika kami berkendar tadi, ya sepertinya itu bisa menjawab pertanyaanmu." Kala melakukannya dengan sengaja. Dia ingin mengalahkan Kama, membuat Lidsey kesal dan Alaska terkejut.
Mendengar jawaban Kala yang tak terduga, Lidsey gelagapan dan memberengut kesal. Kesal melihat Kama yang terbakar cemburu, dan kesal karena seorang laki-laki tampan bertindak seperti sedang mabuk kepayang dengan saingan terbesarnya yaitu Alaska Dahayu. Hal itu semakin memupuk rasa kesal yang sudah tumbuh dalam hatinya. Sekarang kebencian Lidsey sudah seperti tanaman liar yang merusak pagar.
Menyadari bahwa dirinya kali ini sudah menang telak dari Kama, Kala melanjutkan aksinya. Dengan lues seakan tangan Alaska memang diciptakan untuk berada digenggamannya, Kala menggenggam tangan Alaska dan menarik tubuh wanita yang masih bergeming karena setengaj terkejut ditempatnya mendekat.
"Shall we?" Tanya Kala kepada dua makhluk menyedihkan yang menatap kearah dia dan Alaska dengan jijik dan menyedihkan.
Lidsey berjalan mendahului dengan kaki yang dihentak-hentakan dan Kama menyusul dibelakang nya sambil sesekali menoleh kearah Kala dan Alaska.
"Bagaimana si aneh Lidsey itu mengenal Dalilah?" Bisik kala.
Bisikan itu berhasil membawa Alaska kembali dari keterkejutannya. Spontan Alaska melepas genggaman pria itu dan membuat jarak diantara mereka. Dengan canggung Alaska menjawab
" Dalilah itu semacam selebgram Balikpapan. Dia punya 1 juta lebih pengikut di akun instagramnya. Bisa dibilang dia selebgram sekala nasional."
"Oh" menjadi respon singkat yang diberikan oleh Kala untuk sebuah fakta yang cukup luar biasa karena secara teknis dia memiliki seorang adik selebritis.
"By the Way, menurutmu cara tadi efektif membuat pria pujaan mu cemburu?"
"Bagaimana...?" Tanya Alaska. Dia tidak mampu melanjutkan pertanyaannya. Kenyataan bahwa Kala dapat menebak perasaanya pada Kama hanya dengan sekilas pandang membuatnya semakin gelisah. Karena itu artinya ada kemungkinan Kama sudah mengetahui perasaannya pada laki-laki itu.
"Apakah terlihat begitu jelas?"
Kala hanya terkekeh. "Hanya orang bodoh yang tidak dapat melihat bahwa kau tergila-gila pada laki-laki itu. Jadi apakah kamu masih mau melanjutkan misi mu membuat laki-laki itu cemburu dnegan cara memanfaatkan ku?"