Pesta malam itu tidak begitu menyenangkan, setidaknya dibagian awal. Bagian dimana Lidsey bertingkah seperti burung merak yang sedang mengembangkan ekornya berlenggak-lenggok ditengah kebun binatang. Ya, kebun binatang yang dipenuhi laki-laki hidung belang dan bermata nakal yang hanya memperhatikan wanita-wanita cantik dan menarik seperti Lidsey. Dari tempat duduknya yang sedikit tersembunyi dan seakan berada diluar radius pesta, Alaska dapat melihat Lidsey dengan sengaja merayu Kama disetiap kesempatan yang ada untuk menunjukkan kepada Alaska bahwa dia masih wanita yang memikat hati Kama bukan Alaska. Hal kedua yang tidak kalah menyebalkannya adalah orang yang seharusnya membantu Alaska untuk membuat Kama cemburu dengan berpura-pura menjadi teman kencannya malam ini, malah menghilang sejak 15 menit yang lalu meninggalkan si menyedihkan Alaska sendirian. Kemudian , hal yang tidak kalah menyebalkan adalah ketika salah satu tamu pesta ulang tahun Anjas tidak sengaja menumpahkan gelas berisi limun ke baju nya.
Seperti pelangi yang tebit setelah hujan, tidak ada hal didunia ini yang hanya dibebani dengan duka tanpa suka. Contohnya adalah pesta menyebalkan ini, setelah mengantre hampir 15 menit didepan pintu kamar kecil hanya untuk membersihkan cairan limun yang membuat noda berwarna kuning pada bajunya, Alaska melihat sosok yang tidak asing di pesta itu, Dalilah. Alaska merasa lega karena akhirnya dia bertemu dengan orang yang dia kenal di pesta ini. Memang Anjas adalah sahabat dari pria yang sudah bertahun-tahun dia cintai namun Alaska dan Anjas tidak benar-benar mengenal satu sama lain secara personal. Oleh karena itu Alaska sedikit merasa asing dan dikucilkan dipesta ini, terlebih karena Kama sama sekali tidak acuh pada nya semenjak kejadian diparkiran tadi.
Dengan hati yang menjadi sedikit lebih ringan dan digantikan kelegaan, Alaska berjalan ke arah Dalilah yang sedang duduk diatas sofa yang terletak ditengah-tengah ruang tamu. Beberapa pria duduk mengelilingi Alaska seperti semut yang mengerubungi setoples gula yang sedikit terbuka: menggoda namun sulit didapatkan. Alaska tidak heran melihat para pria itu tergila-gila pada Dalilah karena Dalilah adalah sosok wanita yang sempurna, 180 drajat kebalikan Alaska. Tidak sedikit diantara mereka yang rela melakukan hal gila hanya untuk memenangkan hati sahabatnya itu.
Sebelum Alaska sampai di tempat Dalilah duduk dengan nyaman dan anggun diantara para lebah pemburu nektar tersebut, Sahabatnya itu lebih dulu melihat kedatangan Alaska. Kemudian Dalilah melambaikan tangan kearah Alaska sambil tersenyum lebar. Senyum itu di tujukan untuk Alaska namun para lebah-lebah jantan yang duduk disampingnya nya lah yang harus menghela napas karena terlalu terpesona.
"Andai saja aku semenawan itu" batin Alaska.
Ketika jarak Alaska dan Dalilah hanya tersisa tiga langkah lagi, Kala muncul dari arah berlawanan dan gaya acuh tak acuh dia langsung duduk di ujung lain sofa tempat adik perempuannya duduk dan dikerumuni "lebah".kemudian pria itu menoleh kearah Dalilah melambai dan tersenyum. Senyum menawan yang ditujukan pada Alaska.
"Tak adail" batin Aalska sambil mencegah dirinya berputar arah dan menghilang diantara kerumunan. Sebab jika dia bergabung dengan dua kakak beradik itu, dia hanya akan menjadi itik buruk rupa diantara para Angsa. Namun, karena Aalska tidak mau menimbulkan kecanggungan dan prasangka yang akan timbul jika dia benar-benar memilih untuk menghindari mereka. maka sambil menggigit ujung lidahnya, Alaska duduk dibagian sofa yang kosong. Sayangnya bagian kosong itu tepat diantara Kala dan Dalilah.
"Where have you been?" Tanya Dalilah yang kini telah memusatkan perhatiannya 100 persen kearah Kala dan Alaska.
"Toilet" Alaska melirik kearah beberapa pria -yang tadi mengerumi Dalilah-beranjak dafi tempat duduknya karena akhirnya mereka sadar bahwa Dalilah sama seklai tidak tertarik "aku kira kamu enggak akan datang Dal" alaska bisa merasakan tatapan Kala yang menatap lurus kearahnya hanya melalui lirikan singkat.
Dalilah mengibaskan rambut nya yang sedikit mengikal diatas bahu "well, to be honest I didn't want to come but, even Anjas is such pain on ass, he is still a friend tho"
Alaska bergeser sedikit mendekat kearah Dalilah untuk membuat jarak anatara dia dan Kala. Sambil sedikit memutar punggungnya berusaha memunggungi Kala, Alaska menanggapi perkataan Dalilah
"Iya bener. Meski kamu enggak bisa balas cintanya, setidaknya kalian masih bisa berteman"
"Seperti kamu dan Kama?" Dalilah terkekeh.
Alaska mendelik kearah Dalilah, mengisyaratkan pada sahabatnya yang lancang itu untuk tutup mulut.
"Ups!" Dalilah menutup mulutnya dengan telapak tangan namun bukan berarti dia berhenti. Kemudian dengan tangan yang sama yang dia gunakan untuk menutuk mulut nakalnya, Dalilah menunjuk kearah Kama yang sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya disebrang ruangan.
"Laki-laki itu cinta pertama dan yang Alaska yakini seperti dia meyakini bahwa hari kiamat itu ada sebagai cinta terakhirnya"
Pandangan Kala mengikuti arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Dalilah dan dia tersenyum. Alaska dapat meraskan Dari balik punggungnya bahwa Laki-laki arogan itu sedanh tersenyum mengejek. Pada saat itu, Alaska menyesal telah bergabung dengan dua ekor angsa pesolek ini.
"I knew" jawab Kala singkat. Sebuah jawaban yang jauh berbeda dari apa yang Alaska perkirakan. Alaska kira, Kala akan ikut mengolok-oloknya seperti Dalilah yang selalu skeptis dengan segala hal yang berbau cinta. "Aku membantunya membuat pria itu cemburu" lanjut Kala sambil menggambar pola di atas punggu Alaska.
Ditempatnya duduk, punggung Alaska menegang ketika dia merasakan sentuhan Kala diatas punggungnya.
"You what?" Dalilah sedikit terkejut. "He did?" Tanya Daliah pada Alaska yang berusaha mengenyahkan sensani aneh yang dihasilkan sentuhan Kala. Meski sentuhan itu bukan sentuhan intens antara kulit dengan kulit, sentuhan itu berhasil mengakusisi pikiran Alaska, sehingga dia bahkan tidak mampu membulatkan tekad untuk menyentak jari telunjuk Kala dari punggungnya. Alih-alih, Alaska membiarkannya disana, bermain diatas kain tipis kemejanya dan bermain dan debar jantungnya.
Dalilah meletakan ujung jari lentik pada dagu runcingnya, seakan wanita itu sedang berpikir dan melakukan observasi singkat atas situasi yang sedang terjadi disana. Alaska duduk dengan gelisah ditempatnya, dia merasa kecil terhimpit oleh kakak beradik ini. Kala yanh terus menyiksanya dnegan jari jemari itu dan Dalilah yang mengintimidasinya dengan tatapan itu. Alaska berusaha mempersiapkan dirinya untuk pertanyaan yang akan Dalilah ajukan selanjutnya. Namun seperti biasanya, jalan pikiran Dalilah tidaklah mudah ditebak. Sahabat Alaska itu menanyakan sebuah pertanyaan yang akhirnya membuat Kala berhenti membuat Pola diatas punggu Alaska.
"Apakah Adi cemburu? Aku berharap cara kekanakan mu itu berhasil, Al"
Alaska melongo karena antara keterkejutan dan rasa tidak percaya bercampur aduk menjadi satu. Diantara semua sahabatnya, hanya Dalilah yang selama ini selalu menentang perasaan Alaska pada Kama. Dalilah menjadi satu-satu nya orang yang menyarankan alaska untuk menyerah dan melupakan cinta bertepuk sebelah tangannya itu, tapi mengapa untuk pertama kalinya Dalilah memihak pada perasaannya untuk Kama.
"Kak, can you get me a drink?" Lanjut Dalilah, namun kali ini kata-katanya diajukan untuk Kala.
"It's not becuse I wanna get you drink, it's because I knew you got something to say to her" celetuk Kala sebelum beranjak pergi dari sofa dan meninggakan Alaska dan Dalilah.
Sepeninggalan Kala,mereka terlalut dalam kebisuan sesaat. Sampai akhinya, Dalilah berkata
"Aku bersungguh-sungguh saat aku mengatakan bahwa kakaku itu terlarang untuk kalian, terutama kamu. I don't wanna anybody get hurt"
Alaska hanya terdiam dan mengangguk singkat. Bahkan dirinya sendiripun tidak tahu apa arti dibalik anggukannya itu. Apakah dia mengangguk karena dia mengerti bahwa Kala terlarang untuknya? Apa dia mengangguk karena dia yakin dia tidak akan jatuh hati pada pria itu? Ataukah dia hanya sekedar mengangguk saat otaknya berusaha memecahkan teka-teki dibalik sikap Dalilah yang tidak seperti biasanya.
"Bahkan.. jika ini seperti sungai yang pasti mengalir ke lautan. Pastikan dirimu berenang untuk melawan arus ketepian, Al. Promise me!"
Pada saat itu, di tengah riyuhnya pesta, hanya suara Dalilah yang terdengar oleh gendang telinga Alaska. Sedangkan semua suara seakan memudar bersamaan dengan segala sesuatu yang berputar samar membentuk lingkaran yang mengelilingan sosok Dalilah. Seakan semunya menghilang dan berubah menjadi ruang gelap bagai kehampaan yang perlahan merayap dihati Alaska saat di menelaah kata demi kata yang diutarakan sahabatnya itu. Seperti gema, kata-kata Dalilah terus terngiang dikepalanya bakmantra yang dirapalkan penyihir untuk mengutuk putri tidur.