Setelah berhari-hari mereka melakukan 'pertempuran' dunia Maya akhirnya pada Sabtu malam, Kala dan Alaska memutuskan untuk melakukan gencatan senjata. Gencatan senjata yang mereka tandai dengan melakukan percakapan kikuk di kedai starbuck dengan caramel machiato dan green tea cream sebagai penanda genjata senjata tersebut. Disanalah dua orang yang beberapa hari ini saling "menyerang" menggunakan kata-kata tajam dan penuh sindiran yang dikirim melalui whatsapp akhirnya duduk berhadapan diselubungi kebisuan.
Alaska yang kikuk tidak tahu caranya memulai percakapan meski satu – satunya alasan yang membuat dia sudi melakukan 'gencatan senjata' ini adalah untuk menggali informasi. Namun, dia tidak tahu harus memulai dari mana. Alaska tidak menyangka bahwa menyelidiki Kala tidak lebih mudah dibandingkan menyelidik kasus kriminal. Mungkin karena subyek penyelidikannya kali ini adalah orang yang dia kenal dan hal tersebut sama sekali tidak memberikan kemudahan apapun kecuali menambah beban. Alaska mendesah dan menyambar minumannya diatas meja. Mungkin dengan seteguk dua teguk minuman menganduk ratusan kalori tersebut dapat membantunya menjadi lebih santai.
Kala yang penuh perhitungan dan piawai menunggu saat yang tepat untuk melancarkan aksinya. Dia membiarkan Alaska tenggelam dalam pikirannya sendiri. Memberikan waktu bagi dirinya sendiri untuk memutuskan langkah selanjutnya yang harus Kala ambil. Kala tahu bahwa wanita yang sedang menyeruput minuman dihadapannya ini sedang memutar otak untuk memulai percakapan. Apapun alasan Nona Alaska Dahayu menyetujui ajakannya dua jam yang lalu pastilah bukan karena wanita ini sudah mulai tergila-gila padanya. Tidak jauh berbeda dengan Kala sendiri, nona Alaska Dahayu ini memiliki maksud terselubung. Kala dapat mengetahui hal tersebut dari tatapan mata wanita itu. Tatapan tajam yang menyelidik bukan tatapan hangat dan menggoda yang biasanya diberikan wanita-wanita penggemarnya. Yang perlu Kala perhitungkan saat ini adalah apakah dia harus berperan seperti seorang teman yang perduli akan kisah cinta menyedihkan wanita ini ataukah dia harus lebih berani dengan tidak berkata bohong tanpa mengungkapkan kejujuran sama sekali?
Seperti dugaan Kala, Isi kepala Alaska tidak jauh berbeda dengannya. Disaat Kala sedang memperhitungkan langkahnya, Alaska sedang menimbang-nimbang dari arahmana dia harus melakukan pendekatan. Haruskah dia menjadi bunglon yang sepenuhnya berkamuflase dan bertahan ataukah menjadi seekor elang yang tak gentar menunjukkan sosoknya pada si calon mangsa. Kemudian setelah melalui pertimbangan yang cukup singkat namun matang, Alaska bukanlah silemah yang hanya bertahan, dia akan menyerang.
"Aku disini bukan karena aku tertarik menjadi salah satu groupies-mu. Aku disini karena rasa penasaranku"
Si elang memutuskan menunjukkan sosoknya. Alaska mulai menyerang.
"Aku tahu"
Kala menolak menjadi mangsa karena tanpa sadar sejak awal Alaska lah yang sudah menjadi targetnya, bukan sebaliknya.
"Mengapa Dalilah melarang semua teman-temannya mendekatimu?" Sebuah pertanyaan lugas dari Alaska.
"Karena aku kakaknya." Bukan kebohongan meski bukan sepenuhnya kejujuran.
"Mengapa kamu tiba-tiba mendekatiku? Aku yakin hidup ini tidak seindah novel roman picisan dan kamu bukan tokoh laki-laki yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama, terlebih aku bukan tokoh wanita yang membuatmu jatuh cinta dengan cara seperti itu" ucap Alaska
Kala tekekeh mendengar penjabaran teori Alaska " aku tidak tiba-tiba mendekatimu. Aku bertanggung jawab mengantarmu pulang dimalam ibuku merasa kurang enak badan" nada bicara Kala sedikit melemah ketika dia membicarakan masalah sang ibu. "Dan ya, kau benar kita tidak sedang berada didalam kisah roman picisan."
"Interesting" alaska melipat kakinya dan bersandar disandaran kursi. "Jadi dapatkah kau jelaskan maksud dari tindakan 'manis'" Alaska menggambar tanda kutip diudara "seperti mengantar kendaraanku dan mencium keningku? Oh ya dan berpura-pura menjadi pendengar yang baik dari kisah cintaku yang menyedihkan?"
Kala tersenyum tipis tanpa mengalihkan sedetikpun pandangannya dari Alaska yang membalas tatapan Kala dengan sinis. "Aku ingin merayu mu karena kamu memiliki sesuatu yang aku mau" nada suara Kala begitu datar, seakan kalimat yang baru saja dia lontarkan hanyalah kalimat sederhana yang setara "ya aku sudah makan"
Alaska terkesiap, pernyataan Kala berhasil sedikit mengusiknya dan hampir membuatnya mengurungkan niat melanjutkan gencatan senjata ini. Alaska mulai merasa ragu apakah dia mampu menghadapi hal-hal yang mungkin akan trjadi jika dia melangkah lebih jauh lagi. Melangkah kedalam dunia gelap dan penuh rahasia keluarga Carvalho. Namun, tekatnya sekuat elang yang lapar. Oleh karena itu Alaska tidak akan gentar.
"Jika aku bertanya langsung padamu, aku yakin aku tidak akan menemukan jawabannya. Kau hanya akan berkelit atau mungkin berbohong." Alaska menyentuh ujung dagu dengan jari telunjuknya. "Let me think, kita pernah bertemu beberapa tahun yang lalu dan kau sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan padaku. Jadi pasti bukan sesuatu yang berhubungan dengan tubuhku."
Kala tertawa mendengar pernyataan berani yang diucapkan wanita polos itu. Kala tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa permainan ini akan meberikan tantangan tersendiri . Ternyata si wanita membosankan ini cukup menarik dan berani.
"Hati-hati dengan spekulasi yang kau buat sendiri." Kala bersikap acuh tak acuh
"Kau mendekatiku setelah kau tahu aku berteman dengan Dalilah dan Dalilah menentang teman-temannya melakukan segala bentuk tindakan yang bertujuan merayumu." Alaska terus tenggelam dalam spekulasinya. "Satu-satunya teori yang aku miliki saat ini sangatlah kotor, meski hal itu bukannya tidak mungkin."
Kala tergelak. Permainan ini benar-benar menghibur. "Incest? Apakah itu yang ada dalam pikiranmu?"
Alaska yang menyalakan api dan kala menuangkan bahan bakar diatasnya. "Apakah benar itu?"
"Dari sudut apa spekulasimu dapat menjawab pertanyaan mengapa aku dengan sengaja mendekatimu?" Alih-alih jawaban, Alaska malah mendapat pertanyaan lain dari Kala.
Alaska mendesah. Berbicara dengan kala ternyata tidak semudah yang dia bayangkan. Jelas Kala bukanlah ayam bodoh yang lari ketakutan ketika Elang terbang diatas kepalanya. "Mungkin itu hanya cinta bertepuk sebelah tangan Dalilah?" Dibandingkan sebagai pernyataan kata-kata Alaska lebih trdengar seperti pernyataan, karena sesunggunnya dia sendiri ragu atas spekulasi gilanya. "Mungkin kau berusaha membuatnya cemburu dan akhirnya menyerah? Dan kalian bisa menjadi keluarga yang normal?" Lagi-lagi hanya keraguan yang terdengar.
"Sepertinya kamu harus mengurangi menonton Teen soap opera in netflix. It damages your brain, and apparently it already did" kala lagi-lagi tergelak. "Tapi satu hal yang benar dari teori konspirasi gilamu tentang aku yaitu aku berharap keluargaku menjadi keluarga yang normal"
Suara Kala yang melemah ketika mengucapkan kalimat trakhirnya membuat Alaska terenyuh. Ada sesuatu yang tidak beras dari keluarga Carvalho, dan hal itu sepertinya lebih rumit dari teori yang saat ini mampu Alaska pikirkan. Satu hal yang Alaska cukup tahu dengan pasti adalah adanya kepedihan didalam mata laki-laki itu setiap kali dia membicarakan keluarganya. Kepedihan yang sama yang ditunjukan Dalilah setiap kali dia menyambut ulan tahun ibunya.
"Well, apapun alasan dibalik kau mendekatiku bukanlah hal baik yang akan kusambut dengan tangan terbuka...."
"But here you are.." potong Kala " duduk disini bersamaku untuk sebuah kencan" kala merentangkan kedua tangannya dan melihat kesekeliling sebagai tindakan penekanan akan kalimatnya.
Alaska melotot "aku belum menyelesaikan kata-kataku. Aku tidak akan menyambut dengan tangan terbuka tapi aku akan menyambutnya dengan tangan mengepal seperti petarung didalam ring tinju. Apapun ini mari kita bertarung. Kau dengan tujuan mu dan aku dengan misiku." Alaska sedikit mencondongkan tubunya kedepan "and it's not a date. It's a truce"
Kala ikut mencondongkan tubuhnya dan mempersempit jarak diantara mereka.
"You can call it whatever you want, babe. Aku dengan tujuanku dan kau dengan misimu. Sounds like win win solution." Kala menaikkan sebelah alisnya dan pada detik itu Alaska sedikit terpesona. Demi kebaikan Alaska, perlu ditekankan bahwa dia hanya sedikit saja terpesona.