"Boleh aku menyalakan radionya?"
Tanya Alaska saat mereka sudah duduk didalam mobil Kala atau lebih tepatnya adalah mobil milik Dalilah yang di pinjam oleh Kala.
"Sure" kala melirik kearah Dalilah yang sudah hapal dengan perangkat didalam mobil itu dan langsung menyalakan radio tanpa merasa kikuk. "Mendengarkan acara radio kesayangan mu lagi?" Kala bertanya sambil kembali memusatkan perhatian kearah jalan.
"Yap!"
Suara penyiar radio yang sedang menyampaikan pengantar segmen acara kesukaan Alaska langsung memenuhi mobil yang sedang melaju menembus hiruk pikuk jalanan Balikpapan. Sebuah senyum semangat mengembang diwajahnya. Dari balik kemudi, kala memperhatikan Alaska dan saat itu dia melihat sesuatu yang selama ini dilewatkan oleh kala yaitu kehangatan. Dibalik sifat kikuk, pendiam, dan tidak ramahnya ternyata Alaska menyimpan sisi hangat, ceria dan tulus. Wanita ini sederhana dan bahagia. Sisi yang sangat kontradtif dengan Kala dan hal itu membuat Kala semakin ingin lari menjauh dari wanita ini. Alaska seperti sebuah tempat asing yang menawarkan petualangan baru yang tidak Kala sukai. Kebahagiaan yang dimiliki wanita ini sangatlah menyilaukan seperti pendar cahaya matahari musim panas dan Kala sudah begitu lama hidup dalam bayang-bayang. Oleh karena itu cahaya yang mengelilingi wanita ini membuatnya takut.
Jika bukan karena hal kekanak-kanakan-begitu cara Ameer menyebut rencananya-yang sedang dia rencanakan, Kala lebih memilih untuk tidak berurusan dengan wanita ini. Berada disampingnya membuat Kala mulai mengasihani hidupnya sendiri dan hal terakhir yang Kala butuhkan saat ini adalah belas kasih bahkan dari dirinya sendiri. Karena hal itu membuatnya terlihat lemah dan kelemahan hanya akan membuatnua hancur seperti yang terjadi beberapa tahun yang lalu atau yang terjadi selama dia hidup.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Alaska
"Sahabatku" jawab Kala jujur.
Karena saat ini setidaknya 5 persen dari pikiran Kala mengandung Ameer, sahabatnya. Ameer lah orang pertama yang Kala hubungi saat Dia memutuskan untuk menjalankan rencana "kekanak-kanakannya". Saat itu 2 jam setelah insiden 'menyelamatkan Alaska' di kolam renang rumahnya, Kala memutuskan menghubungi Ameer yang berada jutan mil jauhnya dibagian lain dunia hanya untuk meminta pendapat sahabatnya itu. Pendapat yang sesungguhnya tidak terlalu berpengaruh atau bahkan dipertimbangkan oleh Kala karena pada akhirnya Kala tidak mengindahkan apa yang disarankan oleh Ameer.
Kala masih mengingat dengan jelas kalimat terakhir Ameer sebelum dia memutus sambungan telepon. "Hal terakhir yang kau butuhkan adalah melukai satu wanita lagi untuk menyelesaikan kisah yang sesungguhnya sudah lama selesai". Akan tetapi hati menghendaki apa yang ia inginkan, bukan? Dan seperti laki-laki remaja bodoh yang dimabuk cinta dan dipenuhi amarah serta dendam Kala melangkah melewati batasan menuju jalan satu arah yang tidak memiliki arah pulang. Tidak seperti Ameer yang beranggapan bahwa kisahnya sudah selesai, Kala percaya dia berhak mendapatkan penutup kisah yang pantas.
"Pasti seorang sahabat yang begitu baik sehingga kamu memikirkannya begitu dalam" celetuk Alaska
" ya, dia adalah seorang sahabat yang baik"
Dan lagi-lagi terjadi keheningan diantara mereka. Hanya suara penyiar radio acara kesayangan Alaska yang menjadi satu-satunya sumber suara di dalam mobil itu. Suara bariton yang sedang membacakan sebuah kisah yang dikirim melalui e-mail oleh salah satu pendengar acara itu sendiri. Malam ini 'kisah penghujung malam' sedang menyiarkan sebuah kisah dari seorang wanita yang namanya dirahasiakan dan sepertinya episode kali ini merupakan lanjutan dari episode sebelumnya karena Kala dapat mengenali nama samaran wanita tersebut dari siaran yang dia dengarkan bersama Alaska terakhir kali.
"Apa ini kisah yang sama seperti kisah di episode sebelumnya?" Tanya Kala.
"Bukan kisah yang sama namun kisah dari orang yang sama"
"Apa bedanya?"
"Kalau kisah yang sama berarti tokoh dan jalan ceritanya sama, sedangkan kisah dari orang yang sama adalah kisah yang diceritakan oleh orang yang sama dengan alur cerita dan tokoh yang berbeda." Jawab Alaska antusias "tapi ngomong-ngomong , bagaimana kamu mengira bahwa ini kisah yang sama? Apakah kamu mendengarkan siaran ini juga?"
"Kau mendengarkan acara ini pekan lalu saat kita berkendara menuju pesta ulang tahun temanmu, ingat?"
"Oh iya." Alaska mengangguk samar "tapi bagaimana kamu menyimpulkan ini kisah yang sama ?"
"Aku mengingat nama si wanita meski tak ingat detil ceritanya, jadi ku pikir ini kisah yang sama"
"Wow! Kamu masih bisa mengingat nama si wanita padahal sudah berhari-hari yang lalu dan lagi kau tidak begitu memperhatikan"
Alaska akui dia sedikit terkesan akan fakta tersebut, karena Alaska sendiri sangat buruk dalam mengingat nama atau wajah seseorang. Dia adalah pribadi yang lebih cenderung mudah melupakan sesuatu.
"Aku bahkan masih bisa mengingat namamu saat kita berjumpa lagi di Mcd, meski sudah tidak bertemu sejak kejadian diatas kapal bertahun-tahun yang lalu"
Alaska terkejut mendengar pernyataan Kala. Bagaimana seseorang masih bisa mengingat sesuatu apalagi sekedar sebuah nama dari kejadian yang notabene nya merupakan kejadian lantas lalu. Dia bahkan sama sekali tidak mengingat nama Kala, dia hanya mengingat wajahnya itu pun karena ketampanan pria itu yang tidak bisa dikatagorikan sebagai sesuatu yang 'lantas lalu' karena terlalu tampan untuk dilupakan.
"Wow! Kok benar-benar memiliki anugerah."
Kala mendesah dan tersenyum samar "terkadang mengingat dapat menjadi sebuah kutukan karena mungkin yang aku butuhkan adalah melupakan?"
Pria itu menoleh kearah Alaska dan menatapnya dengan tatapan nanar yang sarat akan kepedihan. Untuk sesaat Alaska dapat melihat pendar kesedihan di dalam bola mata Kala. Pada saat itu, Alaska ingin memeluknya, namun jika bahkan dirinya sendiri merasa ngeri dengan apa yang dia pikirkan apa lagi pria itu, jika Alaska benar-benar melakukannya-memeluk Kala.
Alaska bergidk membayangkan adegan dia memeluk Kala didalam otaknya dan alih-alih membiarkan dirinya melakukan tindakan impulsif yang konyol, Alaska mengalihkan pembicaraan.
"Ini kisah yang paling aku sukai sejauh ini."
Dahi Kala berkerut dan Dia menatap Alaska dengan tatapan bertanya "apa maksud dari pertanyaanmu?"
Karena mengerti arti tatapan mata Kala, Alaska mengoreksi perkataannya "kisah di radio ini maksudku. Sejauh ini, kisah Sarahlah yang paling aku sukai"
"Oh ya kisah Sarah" kala kembali menatap jalan "apa yang membuatmu menyukai kisah si Sarah ini?"
"Keberaniannya untuk mengungkapkan"
"Dengan nama palsu" celetuk kala
"Tapi setidaknya dia berani mengungkapkan dengan jujur semuanya seakan dia sedang menelanjangi dirinya sendiri. Dia bahkan berani mengatakan rahasia terdalam dna terkelam dalam hidupnya"
"Lagi-lagi dengan nama palsu"
"Tapi setidaknya dia tidak berbohong"
Kala sontak menoleh kearah Alaska untuk memastikan maksud dari pernyataan wanita itu. "Apa yang diketahui wanita ini?" Batinnya. Alaska merasakan tatapan mata Kala dan membalas tatapan laki-laki itu.
"Sadar atau tidak sadar kita semua adalah pembohong. Kita berbohong untuk menutupi rasa malu dan melindungi ego. Tak jarang seseorang memutar balikan fakta atau bahkan mengarang cerita untuk membenarkan cerita dari sudut pandangnya.meski seseorang tidak pernah berbohong pada orang lain sekalipun, setidaknya sekali dalam hidupnya dia pernah berbohong pada dirinya sendiri"
Kala membuang pandangannya dan kembali menatap jalan. Entah mengapa kali ini, Kala merasa ini adalah perjalanan terlama yang ditempuhnya padahal jalanan sama sekali tidak padat, tidak ada macet ataupun banjir. Numun, berkendara menembus keramaian kota Balikpapan bersama nona Alaska Dahayu kali ini terasa begitu lama.
Kembali tejadi keheningan sebelum akhirnya Kala berdeham dan berkata " jadi menurutmu si Sarah ini jujur?"
"Awalnya dia tidak jujur selama bertahun-tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk berbagi kisahnya diacara ini..."
"Dan sekarang dia jujur?" Potong Kala
"Ya dan itulah mengapa di menggunakan nama palsu karena dia masih ingin melindungi ego dan menutupi rasa malunya"
"Berarti tetap saja dia seorang pembohong"
"Di depan orang-orang yang tidak mendengarkan kisah ini? Ya dia pembohong, tapi disini dia begitu jujur"
"Do you value honesty?" Tanya Kala pada akhirnya.
"Absolutely! But I more appreciate those who want to come clean with their lies and sincerely apologize"
Ada jeda disana. Jeda diantara Alaska yang menyelesaikan perkataannya dan Kala yang ingin bertanya. Jeda yang Kala gunakan untuk berpikir, dan menimbang segala konsekuensi. Konsekuensi atau bahkan hukuman dari Tuhan karena dia akan menyakiti wanita baik ini. Pada titik ini Kala menyadari bahwa dia sudah berkali-kali diberikan kesempatan untuk berhenti melakukan hal bodoh yang dia tahu akan dia sesali. Kemudian jeda itu usai ketika Kala berkata
"Mengapa?"
"Because it takes courage to say sorry"