Chereads / To infinity and Beyond / Chapter 30 - LIKE A RIVER FLOWS SURELY TO THE SEA (3)

Chapter 30 - LIKE A RIVER FLOWS SURELY TO THE SEA (3)

"I brought you, your motorcycle"

Kala menunjuk kenadaraan roda dua yang sudah diparkir di depan pintu gerbang rumah Alasaka. Alaska melirik kendaraan roda dua miliknya dan beralih kearah pintu rumah yang tertutup rapat. Belum ada tanda-tanda kepulangan orang tuanya dari Padang. Tanpa dia sadari, dia menghela napas karena merasa lega. Rasa lega yang disebabkan kenyataan bahwa laki-laki ini tidak harus tanpa sengaja bertemu dengan ayahnya.

Alaska tidak ingin Kala bertemu ayahnya bukan karena ayahnya kolot dan akan menghukumnya jika kedapatan berkencan atau sekedar mengobrol didepan rumah dengan seorang pria. Juga bukan karena dia takut ayahnya menyelidik dan mempermalukan Alaska didepan Kala dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan konyol seperti "sudah sejauh mana hubungan kalian?" "Tunggu apa lagi, saya tidak mau putri saya tersakiti" untungnya Ayah Alaska bukan tipe Ayah yang seperti itu.

Meski putrinya bukan lagi pada usia belia dan sudah bisa dibilang dewasa menuju perawan tua, Ayahnya tidak pernah mendesak Alaska untuk segera menikah. Tuan Basuki sama sekali tidak merasa malu dengan kenyataan bahwa putrinya belum menikah, meski kebanyakan orang tua di luar sana sudah kebakaran jenggot jika putrinya belum menikah dibatas usia tertentu yang notabenenya adalah batas yang dibentuk oleh sistem sosial.

Alaska tidak ingin Kala bertemu Ayahnya karena Alaska hanya ingin mempertemukan Pria yang benar-benar dia cintai kepada ayahnya. Alaska tidak mau ayahnya harus mengenal pria yang hanya sekedar singgah dalam hidupnya. Bahkan Kama yang selama ini Alaska kira merupakan cinta pertama dan terakhirnya pun belum pernah dia pertemukan dengan sang ayah, meski sudah puluhan bahkan ratusan kali terpikir olehnya untuk mempertemukan mereka. Sekali lagi Alaska bersyukur atas keputusannya karena ternyata Cinta tidak hanya jatuh satu kali di tempat yang indah. Cinta bisa saja salah dan mungkin Kama bukanlah orang yang tepat. Mungkin nanti, orang yang tepat akan datang di waktu yang tepat.

Alaska menampik pikirannya yang tiba-tiba berkelana kemana-mana dan kembali menatap Kala dan berkata

"Thank you" ucap Alaska singkat.

Beberapa menit berlalu. Laki-laki itu hanya bergeming ditempatnya berdiri sambil memperhtaikan Alaska dengan tatapan dinginnya. Dari tempatnya berdiri, Alaska bisa melihat Kala mengernyitkan dahinya dan memicingkan matanya. Ekspresi apa itu? Batin Alaska. Apa lagi kali ini yang akan dia komentari? Ada sesuatu pada laki-laki itu yang begitu mengintimidasi dan membuat Alaska cenderung melakukan hal-hal bodoh ketika didekatnya. Kemudian laki-laki itu tertawa dan entah bagaimana bongkahan es pada tatapan dinginnya seketika mencair.

"For your own safety, you gotta pay the women in that green jacket or she's never gonna leave"

Ucap Kala dengan suara tawa yang tertahan sambil mengarahkan dagunya kesesuatu dibelakang punggung Alaska.

Seketika Alaska teringat bahwa dia belum mebayar jasa ojek online yang dia tumpangi tadi. Ketika menoleh kearah wanita pengendara ojek online tersebut Alaska hanya bisa memasang wajah menyesal dan meminta maaf karena telah membuatnya menunggu.

"Ah. Tidak apa-apa mba." Wanita itu tersenyum pada Alaska dengan tatapan penuh arti "mari mba, mas"

Kemudia wanita itu berlalu meninggalkan Alaska dan Kala yang masih berdiri di tepi jalan depan rumahnya.

"Aren't you gonna invite me in?"

" rumah kosong. Tidak enak sama tetangga. Ini Indonesia buka Amerika. " jawab Alaska singkat

" oh I see"

Hening.

Kala diam karena sedang berpikir dan menimbang langkah selanjutnya yang akan diambil dalam permainan ini karena bagi Kala Carvalho segala sesuatu yang berhubungan dengan wanita adalah sebuah permaianan. Sebuah permainan yang harus dia menangkan karena Kala sangat membenci kekalahan terlebih lagi kalah dari wanita angkuh yang sedang menatapnya dengan canggung.

Berbicara tentang rasa canggung, itu lah yang sedang dirasakan oleh Alaska. Logika mengatakan padanya bahwa saat ini dia harus membuat Pria -yang sedang menatapnya dengan tatapan seorang pemain catur pada bidak nya-pergi dari rumahnya, masuk kedalam rumah, mandi dengan air hangat dan beristirahat. Namun seperti wanita bodoh yang tidak lebih baik dari groupies pria itu, Alaska hanya terpaku ditempatnya dan menatap Kala sperti orang bodoh.

Hanya kewarasan yang dapat mencegahnya untuk tidak mengeluarkan air liur ketika menatap bola mata bening dengan bulu mata lentik seperti nyiur di tepi pantai yang menlambai pada pelaut untu melabuhkan kapalnya. Belum lagi alis tebal itu yang seindah gelombang di lautan yang terus membawanya ketepi pantai. Ya Tuhan, wajah pria itu saja sudah bisa menjadi inspirasi puisi. Alaska hanya wanita biasa yang tak berbeda dari Alif dan Wini dan sekarang dia hampir terdengar seperti Selfi yang puitis, Dia wanita normal yang tidak buta dan resisten akan ketampanan.

"Shit!" Tanpa sadar Alaska menyuarakan Yang seharusnya dibiarkan tetap dalam benaknya.

Laki-laki itu mengernyit dan lagi-lagi tersenyum singkat seakan seorang wanita mengumpat ketika menatap wajahnya bukanlah hal yang baru dalam hidup Kala. karena pria tampan selalu sadar bahwa dirinya tampan.

" hanya ada dua arti "shit" jika seorang wanita menatap wajahku"

Alaska membenci kepongahan laki-laki itu.

" "shit" yang artinya seorang wanita baru melihat laki-laki setampan aku dalam hidupnya dan "shit" yang artinya apapun yang wanita itu rasakan kemungkinan dilakukan oleh tangan ini" kala mengangkat tangan kanannya tepat didepan wajah Alaska

" dan kemungkinan besar sembari menatap wajah ini" dengan tangannya itu kala menunjuk wajahnya sendiri

"Tidak lain tidak bukan hanyalah kenikmatan" dia mengakhiri kalimatnya dengan suara rendah yang terdengar menjijikan,menggoda dan dengan cara yang aneh menghibur pada saat yang bersamaan ditelinga Alaska. Kemudian Alaska tertawa. Mulanya tertawa tertahan dan lama-kelamaan tawanya pecah menjadi tawa terbahak-bahak. Sampai-sampai bulir air mata mengalir dari mata Alaska karena rasa geli yang dia rasakan.

" tidak kah kamu mendengar dirimu sendiri? Kamu terdengar seperti artis yang gagal casting untuk sebuah film dewasa"

Alaska masih terbahak-bahak.

Kala menatapnya dengan tatapan bingung, namun karena tawa Alaska yang cenderung menular, seorang Kala Carvalho pun ikut tertawa.

"Was it that bad? Seburuk itu ya?" Tanya Kala ditengan tawanya

"Apa itu selalu berhasil untuk menggoda groupies mu?" Tanya Alaska sambil mengusap bulir air mata diujung matanya.

" aku bahkan tidak pernah menggoda sebelumnya. Wanita, Mereka datang seperti lebah yang merubungi bunga"

" bad liar! Jangan buat aku tersanjung karena telah menjadi wanita pertama yang kamu goda "

Pernyataan itu hanya ditujukan untuk maksud bercanda karena Alaska yakin bahwa seorang Kala Carvalho tidak mungkin tidak pernah menggoda wanita.

" apakah itu membuatmu tersanjung?" Sudah tidak ada tawa dan nada humor pada ucapannya.

Alaska yang tidak cukup peka dan masih menganggap ucapan kala hanyalah lontaran lelucon lainnya, menanggapi ucapan laki-laki itu dengan santai.

" pasti! Seorang pria seperti mu berusaha menggoda wanita seperti ku. Itu adalah hal langka."

" jadi apakah itu artinya aku boleh menggoda mu?"

Menyadari nada bicara Kala yang sudah berubah dan tidak lagi mengandung tawa atau candaan, Alaska cepat-cepat mengalihkan perhatiannya dan mengubah topik pembicaraan.

"Sudah hampir senja. Aku harus masuk. Belum shalat ashar. Kamu harus pulang Kala. Terimakasih karena sudah mengantar kendaraanku. Hati-hati dijalan. Bye"

Dengan sengaja Alaska tidak menambahkan kata "see you" karena dia berharap mereka tidak harus bertemu lagi. Ketika Alaska sudah memutar tubuhnya dan hendak melangkah kearah pintu gerbang rumah, Kala bertanya

" dinner to night? I am gonna pick you up at 7. What do you say?"

Sebuah tawaran yang sejujurnya sanggat menggoda Alaska. Seorang pria tampan dan menarik mengajaknya untuk makan malam. Namun, kali ini dengan ketetapan hati Alaska memutuskan mengikuti intuisinya yang terus mencegah Alaska untuk berurusan dengan pria berbahaya ini. Ketika hendak berbalik dan menolak tawaran itu, sebuah pesan masuk di whatsappnya. Pesan dari kama. Pesan yang pop up di layar ponselnya itu langsung terbaca oleh Alaska. Sebuah pesan broadcast yang berisi

Kama:

Party at anjas', to night 8.00 p.m.

Bring your present because he's turning 30!

Tiba-tiba suatu hal kekanakan terlintas didalam benaknya. Alaska menoleh kearah Kala dan dengan sebuah senyum yang dibuat untuk terlihat setulus mungkin, Alaska berkata

" jemput aku jam 7. Not dinner. But to a party of my friend."

Sebuah senyuman mengembang diwajah Kala

"7.00 p.m sharp. Not diner. To a party it is, then. See you, tonight Alaska"

"See you Kala"