Chereads / To infinity and Beyond / Chapter 26 - SETENTRAM SUBUH (4)

Chapter 26 - SETENTRAM SUBUH (4)

"Ok. Sounds exciting"

Suara itu terdengar bagai gema di telinga Alaska, masih terdengar gaungnya meski si pemilik sumber suara kini sudah tersenyum licik dan melangkahkan kaki untuk bergabung dengan kumpulan pecinta film horor itu. Jelas ketiga wanita lain diruangan itu tidak menyadari sorot penuh tipu muslihat yang dipancarkan kedua mata cokelat nan mempesona, karena tatapan mata itu hanya ditujukan pada Alaska yang masih membeku di tempatnya.

Dua sahabat Alaska melongo ditempat mereka duduk menatap Kala bak pangeran berkuda putih, sedangkan Adik pria itu hanya menatap kakaknya dengan tatapan jengah. Pria mempesona dengan segala bahaya yang menguar dari dirinya seperti papan neon yang bertuliskan "aku terlalu menggoda untuk dianggap berbahaya dan aku terlalu bahaya untuk digoda" duduk di salah satu sofa dengan agungnya. astaga! Bahkan cara dia duduk pun dapat membuat mu terpesona. Setiap gerak geriknya seakan sudah di perhitungkan.

"Alaska! Malah ngelamun! Sini!" Seru yuna membawa Alaska kembali pada dirinya yang sadar dan berpikir jernih bukan Alaska yang dengan konyol ya selalu terpesona dengan segala tingkah dan gerak gerik Kala.

Tepat ketika Alaska akan melangkah, sebuah suara femiliar dan keibuan terdengar dari arah tangga. Mereka semua berhenti beraktifitas dan memusatkan perhatian pada sumber suara. Tante tami berdiri diujung tangga memanggil nama putera kesayangannya.

"Kala, darling!" Hampir terdengar seperti seruan yang tercekat.

"Bisa antar mama ke mall?"

Kala menatap ibunya dengan tatapan tidak percaya seakan-akan mengantar ibunya untuk berbelanja adalah suatau kegiatan yang mustahil dan tidak pernah dia lakukan sebelumnya.

"It's raining cat and dog out there, mom" jawab Kala dengan suara bariton datarnya.

Tante tami menatap Kala dan Alaska bergantian, Wanita itu terlihat cemas. Hanya Alaska dan Dalilah yang menyadari tingkah aneh wanita itu. Nmaun, Alaska yang tidak mengetahui alasan dibalik kecemasan tante Tami tidak menyangka bahwa dia lah penyebab kecemasan itu. Sebagai satu-satunya putri yang juga hidup troerangkap dengan sang ibu, Dalilah tahu persis apa alasan dibalik kecemasan ibunya. Oleh karena itu dia langsung membujuk kakaknya untuk menuruti permintaan sang ibu

" take my car." Ucap Dalilah pada Kala dengan tatapn penuh arti. Dia berharap setidaknya Kala akan mengerti arti tatapan nya dan langsung beranjak untuk meninggalkan rumah bersama ibu mereka.

Seperti harapan Dalilah, Kala mengangguk dengan penuh pengertian dan beranjak dari sofa. Sebelum dia menghilang dibalik pintu kamar untuk berganti pakaian sekali lagi dia melemparkan tatapan pada Alaska. Dia tidak bermaksud menatap wanita itu, sejak awal dia tidak bermaksud terlibat apa pun dengan wanita itu, tapi ada sesuatu pada wanita itu yang mengusiknya. Mengundangnya untuk mendekat.

Alaska membalas tatapan Kala, ada sedikit perasaan kecewa dan lega pada saat yang bersamaan ketika Kala akhirnya pergi. Dia merasa lega karena tidak harus merasa bingung dengan reaksi tubuhnya setiap dia berinteraksi dengan Pria itu, namun dia merasa kecewa karena ketidak beradaan pria itu didekatnya.

Sepeninggalan tante Tami dan Kala, mereka melanjutkan rencana mereka sebelumnya yaitu menuntun sebuah film horor yang beberapa bulan lalu sudah tayang di bioskop. Setelah hujan reda dan mereka selesai menonton, satu persatu sahabatnya kembali kerumah masing-masing. Hingga hanya tersisa Alaska dan Dalilah disana.

Alaska menjelaskan kepada Dalilah bahwa orang tua nya masih berada diluar kota dan dia bermaksud untuk menginap satu malam lg di rumah Dalilah. Alaska bertanya apakah Dalilah keberatan. Tidak seperti biasanya Dalilah terlihat ragu, namun setelah terlihat menimbang-nimbang Dalilah mempersilahkan Alaska untuk menginap satu malam lagi. Alaska sempat ingin mempertanyakan alasan dibalik keraguan Dalilah dan sikap tante Tami siang tadi, namun dia mengurungkan niatnya. Dari apa yang sering dia dengar dari Selfi dan Dalilah sendiri, ibu nya sedikit memiliki gangguan kecemasan berlebih dan mereka bukanlah sebuah keluarga yang harmoni. Jadi, Alaska menyimpulkan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang harus dipertanyakan. Toh apapun alasan dibalik kecemasan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirinya. Setidaknya itu lah yang dipikirkan Alaska.

Tepat pukul sembilan malam, Dari Kamar Dalilah Alaska mendengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Akhirnya Kala dan tante Tami kembali. Secercah kebahagiaan merekah didalam hati Alaska. Ketika menyadari perasaan yang seharusnya tidak ada di dalam hatinya merekah tanpa dapat dia cegah, dengan keras dia menggelengkan kepalanya berharap rasa itu akan menghilang bersamaan setiap gelengan kepalanya. Akan tetapi gelenyar aneh di hatinya tetap ada disana, meski kepalanya sakit. Sebuah usaha yang sia-sia, batin Alaska.

Dalilah yang manyadari tingkah sahabatnya itu bertanya dari seberang tempat tidur. " kenapa? Sakit kepala?"

"Hah? Enggak." Alaska berusaha terdengar setenang mungkin.

Tidak lama berselang suara tante Tami terdengar dari lantai bawah, menyerukan nama Dalilah.

"Dalilah, pumpkin! Mama bawa udon kesukaan kamu!"

Suara tante Tami sudah terdengar lebih ceria. Dalilah beranjak dari tempat dia membaca buku sejak 2 jam yang lalu dan mengajak Alaska untuk turun kelantai satu dan sama-sama menyantap udon yang dibawa ibunya.

Ketika Alaska dan Dalilah sampai di lantai bawah, alaska hanya melihat Tante Tami disana sedang membereskan barang belanjaan kedalam lemari pendingin. Kala tidak terlihat dimanapun. Tante Tami yang mendengar suara langkah kaki mendekat, mengalihkan perhatiannya dari seikat daun bawang yang akan dia simpan kedalam lemari pendingin ke arah suara langkah kaki putrinya. Sebuah senyuman merekah di wajahnya seperti bunga mawar yang indah, namun senyuman itu lenyap secepat dia merekah ketika dia melihat bahwa sang putri tidak sendiri. Alaska berdiri di belakang Dalilah.

"Alaska akan menginap satu malam lagi disini" ucap Dalilah seakan dia tahu arti dari keterkejutan ibunya. Dengan tatapan yang tidak dapat dimengerti Alaska, Dalilah berusaha mengirimkan sebuah pesan kepada ibunya.

" mama dan papa masih diluar kota tante. Jadi saya menginap lagi disini" alaska menjelaskan situasi dan alsannya untuk menginap satu malam lagi.

Tante Tami memaksakan sebuah senyuman namun senyuman itu terlihat canggung. Kemudian wanita paruh baya itu memasukan - hampir seperti melempar- daun bawang yang digenggamnya kedalam lemari pendingin. Kemudian sikap tange Tami berubah secara derastis.

" mama kurang enak badan. Tolong bereskan sisanya, mama mau istirahat dulu" tante tami langsung berlalu dan meninggalkan semua barang belanjaan di atas meja. Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, tante Tami niak ke lantai dua dan mengurung diri di dalam Kamar. Alaska merasakan situasi aneh sedang terjadi, tanpa dapat menekan resa penasarannya lebih lama lagi Alaska bertanya pada Dalilah yang berusaha terlihat setenang biasanya.

"Is your mom ok?"

"She's fine. " jawab Dalilah singkat sambil melanjutkan membereskan barang belanjaan dan meninggalkan Alaska dengan rasa penasaran dan pertanyaan yang belum benar-benar terjawab.

Kemudian, Kala melangkah masuk dari pintu. Orang pertama yang menangkap perhatiannya adalah Alaska yang masih berdiri di ujung tangga sambil menatap keatas. Seakan dapat merasakan kehadiran Kala, Alaska menoleh dan tatapn mereka berserobok. Untuk kesian kalinya tatapn misterius Kala mengunci tatapan nya. Membuat seisi ruangan seakan memudar. Keberadaan nya membuat semua hal tidak lagi penting dan memaksa pikiran Alaska hanya terfokus padanya. Bagaimana mungkin pria yang sama sekali belum dia kenal dapat membuat hati,pikiran dan tubuhnya bereaksi sedemikian rupa? Bahkan pria ini dapat mendorong rasa rindunya pada Kama kedalam sudut pikiriannya yang terdalam. Sehingga setiap Kala ada disisinya dia tidak memikirkan Kama sama sekali. Apakah hati kita mampu menyukai dan mencintai lebih dari satu orang?

Keyakinan Alaska pada cinta itu hanya satu dan keyakinan nya bahwa manusia hanya mampu jtauh cinta satu kali seumur hidupnya mulai goyah. Namun, dia masih menampik kenyataan itu dengan pikiran bahwa reaksinya terhadap Kala hanya debatas ketertarikan fisik. Karena Kala sangat mempesona dan bukan hanya dia yang terpesono. Jadi, ini normal kan? Tanya nya pada diri sendiri. Ini bukan cinta. Dia tidak berusaha meyakinkan siapaun kecuali dirinya sendiri.

" kamu belum pulang?" Tanya Kala

Dalilah yang mendengar suara Kakaknya, menoleh dan dengan tidak acuh kembali mengorganisir barang belanjaan yang ditelantarkan ibunya.

"Belum." Jawab Alaska singkat.

"Where's mom?" Tanya Kala pada Dalilah.

"In her bed. She isn't feeling good" jawab Dalilah

Tidak seperti kebanyakan anak laki-laki atau anak lainnya, dalilah dan Kala sama sekali tidak terdengar khawatir ketika ibu mereka mengatakan bahwa dia merasa tidak enak badan. Seakan mereka sudah terbiasa dengan situasi ini, kedua kakak beradik itu terdengar tenang. Alaska kembali menekan rasa penasarannya dan mengabaikan pertanyaan yang muncul didalam benaknya. "Apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga ini?" " mengapa mereka seakan terperangkap dalam sebuah hubungan keluarga yang seperti kerangkeng yang mengekang mereka?" Alaska yakin ada sesuatu yanh terjadi pada keluarga ini.

Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari lantai dua. Suara seperti sesuatu baru saja dibanting kelantai dan kemudian suara triakan terdengar dari kamar tidur tante Tami. Sontak Kala berlari kelantai dua, dan Dalilah menyusul. Namun sebelum benar-benar menghilang Dalilah menatap Alaska yang juga sudah siap mengikuti Dalilah dan kakaknya kearah sumber suara. dengan tatapan setengah memohon pengertian Alaska , Dalilah berkata

" tunggu sini! " kemudian Dalilah ikut berlari kelantai dua menyusul kakaknya.

Hal berikutnya yang Alaska dengar hanyalah siara triakan, pecahan benda dan suara-suara yang hanya terdengar seperti gumamam dari tempatnya duduk dan menunggu dengan cemas. Selama hidupnya dia tidak pernah menyaksikan hal seperti ini. Kedua orang tuanya adalah pasangan yang harmonis, meski bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar, akan tetapi pertengkaran mereka hanya sekedar pertengkaran-pertengkaran ringan yang wajar.

Beberapa saat kemudian, Kala turun dari lantai dua dengan menenteng tas hitam yang Alaska kenali sebagai tas nya. Kemudian, laki-laki itu dengan berusaha terlihat tenang menghampiri Alaska yang terlihat cemas. Saat itu Alaska begitu ingin memeluk pria itu. Entah mengapa pria itu terlihat begitu rapuh seperi cangkang telur yang retak. Sedikit saja ketukan diatasnya dia akan pecah dan menumpahkan apa yang sudah dipendamnya selama ini.

"Sebaiknya kau pulang malam ini. Aku akan mengantar mu pulang" ucap pria itu

Apakah kondisi tante tami seburuk itu? Batin alaska. Namun, alih-alih bertanya Alaska hanya mengangguk pelan.

"Dalilah sudah mengemasi barang mu."

Lagi-lagi Alaska hanya menganggguk dan tanpa bertanya lebih lanjut langsung berjalan menuju pintu. Sampai dia menghentikan langkahnya karena ada sebuah tangan yang menarik lengannya. Itu tangan Kala yang dingin dan setengah bergetar.

"Aku akan menantar mu pulang."

Alaska menoleh dan menggeleng, berusaha mendebat Kala. Dia tidak mungkin menyusahkan pria itu, apa lagi pada situasi seperti ini. Lagi pula kemarin dia datang kemari menggunakan sepeda motor. Jadi mana mungkin laki-laki ini mengantarnya pulang

" tapi aku membawa sepeda motor"

"Ini sudah malam, tidak aman jika kamu berkendara sendiri. Besok Dalilah bisa mengantar sepeda motor mu"

" tapi..."

"Tolong jangan mendebat."

10 menit kemudian mereka berdua sudah duduk didalam mobil milik Dalilah dan membiarkan kesunyian menyelubungi mereka. Sampai akhirnya suara bariton Kala memecah kesunyian yang hampir mencekik Alaska.

" kita mampir makan dulu ya" itu pernyataan yang terdengar seperti perintah bukan pertanyaan yang meminta jawaban dan persetujuan. Seakan membantah adalah kebiasaan Alaska, dia kembali berusaha mendebat Kala meski jujur dia sangat kelaparan saat ini. Namun, terjebak lebih lama dengan pria ini lebih buruk daripada harus menahan lapar sampai rumahnya yang hanya membutuhkan waktu tempuh 30 menit.

"Tidak. Trimakasih"

Tepat ketika bibirnya berkata tidak, perutnya berkhianat padanya dengan cara berbunyi cukup nyaring untuk membuat Kala tersenyum dan langsung membelokan mobil ke arah sebuah kedai nasi goreng.