"Kuharap kau tidak menebak orang lain dari kulit luarnya. Secra tidak langsung itu membuatku tersinggung. Karena urusan percintaanku jauh dari kata baik. Entah aku yang salah atau mantan pacarku yang dasarnya memang aneh. Seks yang kami lalui sekaligus itu menjadi pengalaman pertama bagiku nyatanya menjadi kenangan buruk. Memang benar, aku terlalu tenggelam pada fantasi seks yang hebat sesuai dengan novel-novel dewasa yang pernah kubaca, penuh dengan gairah dan saling mencintai hingga aku lupa bahwa kenyataan tidak seindah itu."
"Jadi kesimpulannya kau pernah melakukan itu."
"Iya. Dan akhirnya aku memutuskan untuk tidak berhubungan dengan pria manapun. Jujur saja aku memandang seks itu menakutkan bila itu benar terjadi kepadaku." Menceritakan hal sebenarnya bisa membuat Morrow mundur dari keinginannya. Tara tahu pria itu sangat menginginkan tidur dengan Vanilla dan semestinya itu memang wajar. Tapi lagi-lagi Tara mengedepankan akal sehatnya sebab ini akan memperumit keadaan.
"Kau tau kenapa aku bertanya seperti itu?"
"Tidak." Jawab Tara cepat tanpa basa-basi.
"Kau pernah mengatakan, seluruh perasaan dan ingatan Vanilla kau juga akan merasakannya."
"Iya. Aku pernah mengatakan itu. Lalu apa hubungannya?"
"Kau sangat tersiksa dengan gairah itu. Keinginan milik Vanilla untuk bercinta denganku."
"Jangan mencoba mencari kesempatan. Kau boleh bercinta dengan Vanilla tapi tidak dengan aku yang masih ada diposisi ini. Meski tubuh ini sangat menginginkanmu bahkan sampai tak tertahankan. Aku tidak akan melakukan itu denganmu."
"Kenapa? Apa aku kurang menarik? Atau kau meragukan cara bercintaku?" Morrow mulai mendekatkan wajahnya dihadapan Tara hingga ia bisa merasakan napas wanita itu sedikit tertahan. Sudut bibirnya tak kuasa tertarik membentuk senyuman nakal.
"Sejak awal aku sudah mengatakannya. Dan ini bagiku tidak etis. Berada di antara kalian berdua. Bisa dikatakan aku adalah orang ketiga yang tidak diharapkan."
"Tapi kau masih tetap mau berciuman denganku."
"Karena kau yang memancingnya duluan. Lagi pula Vanilla sangat mencintaimu sampai aku tidak bisa tidur nyeyak selama beberapa hari hanya untuk sekedar memikirkanmu. Ciuman itu untuk melepaskan kerinduannya. Sudahlah, sepertinya kau tidak akan mengerti maksudku. Aku akan membuatkanmu salad." Tara mendorong pelan bahu Morrow agar menjauh. Kehadiran pria itu memang mematikan dan hatinya sudah goyah berulang kali atas sikap Morrow yang mendominasi. Diapun berjalan ke arah dapur.
"Tara..." Panggil Morrow.
"Aku tidak mendengar apapun." Balas Tara dengan suara agak keras. Ia yakin Morrow menganggapnya wanita aneh dan tertawa sendirian.
Tara mengeluarkan buah-buahan dari kulkas, memotongnya menjadi ukuran sedang, usai itu ia meletakan buah tersebut ke dalam dua mangkuk lalu menuangkan mayones instan di atasnya tanpa melupakan parutan keju sebagai toping. Tara berjalan kembali ke ruang tv sambil membawa baki. "Dua minggu lagi adalah waktu tenggat pengumpulan naskah novel. Kuharap kau tidak mengganggu urusan pekerjaanku dan tolong jaga sikapmu." Tara memperingati.
Morrow menerima semangkuk salad sederhana dari Tara. Wanita itu benar-benar mengurusnya, bahkan siapa sangka bisa membantu beberapa urusan bisnisnya. Pengetahuan Tara memang luas hanya karena didasari oleh hobi membaca untuk mengumpulkan berbagai referensi cerita. Misalnya, tentang pengkarakterisitik sifat manusia bisa dikategorikan dalam proses pemilihan barang yang akan dibeli. Karena sudah pasti sebagai seorang penulis dia juga seorang penjual dari hasil karyanya.
"Aku memutuskan untuk menetap di New York sampai masa Visaku habis sekitar lima bulan dari sekarang. Kita check out dari hotel ini secepatnya lusa nanti dan akan pindah ke sebuah apartemen yang kuharap kau suka tempat itu."
"Kupikir, aku terlalu banyak merepotkanmu. Nanti akan kuusahakan untuk membayar apartemen itu, setelah keadaan membaik." Morrow telah membantu urusan administrasi rumah sakitnya, mengaktifkan beberapa asuransi kesehatan yang tiba-tiba saja menimbulkan kendala akibat korupsi hingga merugikan banyak nasabah. Pria itu juga yang mengurus insiden kecelakaannya ke pihak kepolisian dan terkait lalu menyewakan seorang pengacara. Masalah-masalah itu tidak mudah ditangani apalagi timbul isu tidak mengenakan tentang pembatalan kontrak kerja yang pernah Tara lakukan kepada sebuah penerbit. Tara berhutang banyak hal.
"Aku tahu itu tak akan cukup. Tapi kuharap kau mau menerimanya." Lanjut Tara gugup sambil menggigit pipi bagian dalam.
"Itu kulakukan secara sukarela." Tangan Morrow membelai kepala Tara.
"Kemurahan hatimu membuatku tidak enak hati. Bayangkan bagaimana jika aku sebenarnya wanita jahat yang diam-diam menguras semua hartamu? Membuat kerugian besar serta membuat rencana yang bisa melukaimu? Bukankah sangat sulit menebak apa sebenarnya yang ada di dalam hati orang lain?" Sontak Tara berekspresi layaknya orang pendendam seperti di film.
"The greatest friend of truth is Time, her greatest enemy is Prejudice, and her constant companion is Humility (Charles Caleb Colton). Melalui hari buruk seorang diri itu menyakitkan. Maka dari itu, dengan kerendahan hati aku akan menemanimu melewati hal tersebut dan membuang segala prasangka karena sebagian prasangka adalah sesuatu yang buruk."
Apakah Tara salah mengira bahwa Morrow tampak bersikap seperti kakak laki-laki yang keren? Pria itu mencoba menenangkan hatinya dengan cara sedikit manis, hingga para adik akan merasa bangga. Doroangan untuk tertawa akhirnya terlepas, Tara menepuk-nepuk keras bahu Morrow. "Kau hebat." Brother.