Malam ini aku baru saja selesai memasak makan malam untuk Regan, aku segera duduk di sampingnya yang tengah sibuk belajar menulis.
"Wahh anaknya Bunda sudah bisa menulis huruf A yah, Regan pinter sekali," pujiku seraya mengusap kepalanya dengan lembut.
"Iya bunda. Kata Bu Gulu, Egan sudah pintal menulis," ucap anakku dengan cadelnya membuatku tak ingin melewatkan untuk selalu mencium pipi tembemnya.
"Princenya Bunda lapar, tidak?" tanyaku.
"Lapal banget banget Bunda, Egan mau makan," ucapnya dengan bersemangat.
"Kalau begitu ayo kita terbang ke meja makan." Aku mengangkat tubuh mungil putraku dan mendudukannya di kursi meja makan. "Pendaratan berhasil," ucapku membuatnya terkekeh.
"Bunda masak apa?" tanyanya menatap makanan di atas meja.
"Bunda masak ayam goreng kesukaannya Egan," ucapku mengambilkan nasi dan paha ayam kesukaannya.
"Asyikkkk, soalnya tadi di lumah tante Ilen, Egan gak makan ayam goleng," ucapnya membuatku tersenyum dan menyodorkan makanan kepadanya.
"Makan yang banyak yah sayangnya Bunda," ucapku menatap dia yang dengan lahapnya menyantap makanan di atas piring.
Aku belum kasih tau siapa itu Iren, Iren adalah adik kandung Sonya. Keluarga Sonya begitu baik kepadaku dan Regan, mereka membantuku mengurusi Regan selama aku bekerja. Setelah keluargaku membuangku, keluarga lain merangkulku.
Sungguh Ironis...
5 tahun sudah berlalu, tetapi aku masih belum tau bagaimana keadaan keluargaku di Semarang. Aku berharap mereka mencariku,
Tapi itu sangatlah mustahil, setelah apa yang terjadi.
"Bunda, kenapa tidak makan juga?" ucapan Regan menyadarkanku.
Aku tersenyum padanya, "Bunda senang lihat Egan makan. Mau tambah lagi?" tanyaku padanya dan dia mengangguk antusias.
Aku mengambilkan nasi dan lauk pauknya untuk Regan. Regan kembali memakannya, tetapi seketika dia menyodorkan makanan ke arahku.
"Aaaaa Bunda," ucapnya membuatku menerima suapan darinya. "Bunda halus makan yang banyak, bial Bunda kuat. Kan Bunda halus kelja buat bayal sekola Egan," ucapnya dengan polos membuatku berkaca-kaca menatapnya.
Tuhan,, terima kasih karena kau sudah memberiku seorang malaikat kecil yang mampu menguatkan hatiku...
Ku mohon jangan pisahkan kami berdua Tuhann....
"Bunda, kenapa nangis? Apa makanannya tidak enak?" Tanya Egan.
"Tidak sayang, ini sangatlah enak. Bunda hanya terharu saja melihat perhatian kamu," ucapku.
"Kalena Egan sayang Bunda, Bunda jangan nangis yah," ucap Regan menghapus air mata di pipiku. Aku mengangguk dan memeluk tubuh Regan. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan Regan,,,
Aku harus menjadi seorang wanita kuat untuk malaikat kecilku ini...
***
Keesokan harinya aku begitu sibuk dengan pekerjaanku, aku mengerjakan beberapa laporan yang di minta pak Wildan. "Sibuk yah." Sonya sudah berdiri di luar kubikelku.
"Hmm, ini harus selesai sore ini," ucapku masih sibuk mengerjakan pekerjaanku.
"Eh Ta, Pak Dave ternyata masih single lho. Dia belum memiliki tunangan dan belum juga menikah, kemarin gue bertemu dengan sekretarisnya dan dia mengatakan semua itu. Bahkan di kantor langsung ada group Dave Lovers. Gue seneng bisa gabung di group itu," celotehannya membuatku muak mendengarnya.
"Apa tidak ada hal yang lebih menarik lagi yang bisa loe ceritakan selain bos kesukaan loe itu?" ucapku meliriknya sekilas.
"Oh ayolah Agneta sayang, loe tidak berpikiran untuk berpindah haluan kan?" ucapnya membuatku menghentikan pekerjaanku dan menatap ke arahnya dengan tatapan tajam.
"Oh ayolah nona Sonya yang cantik, bisakah kau mengubah topik pembicaraan. Telingaku berasa mau pecah mendengarkanmu yang terus mengoceh mengenai bos baru itu," ucapku dengan nada bercanda padahal hatiku sudah sangat kesal.
Dia terkekeh kepadaku....
"Kalau begitu bagaimana kalau kita bahas pak Aiden, bagaimana sekarang kelanjutan hubungan loe dengannya. Loe kangen dia yah karena dia ada pekerjaan di luar kantor beberapa hari ini," ucapnya membuatku menghela nafas.
"Apaan sih loe," ucapku.
"Apaan, tapi pipinya bulshing," ejeknya membuatku memutar bola mataku malas. Aku merapihkan laporan yang baru saja aku print out. Dan memasukannya ke dalam map biru.
"Sudahlah jangan berceloteh terus, gue akan ke ruangan pak Wildan dulu," ucapku bergegas meninggalkan Sonya yang masih saja meledekku seperti anak remaja saja.
Aku memasuki ruangan pak Wildan setelah ada suruhan. Aku menyerahkan dokumen yang baru saja ku selesaikan padanya. "Good," pujinya saat dia memeriksa laporannya.
Aku tersenyum dan merasa puas mendengar komentar pak Wildan, aku selalu berusaha bekerja sebaik mungkin tanpa ingin mengecewakan atasanku sendiri.
"Dan Neta, tolong kamu berikan laporan ini langsung ke ruangan pak Dave," ucapnya membuatku membeku di tempat.
"Sa-saya Pak?" gumamku tercekat.
"Iya, pak Dave ingin memeriksanya langsung. Apa ada masalah?" tanya pak Wildan menatapku curiga dan aku segera menggelengkan kepalaku. Aku tak ingin pak Wildan menaruh kecurigaan padaku atau bosku itu.
"Baiklah Pak, akan saya antar dokumen ini ke ruangan pak CEO," ucapku mengambil dokumen itu.
"Neta," panggilan pak Wildan menghentikan gerakanku yang hendak beranjak pergi. "Kamu baik-baik saja kan?"
"Iya Pak, saya baik-baik saja," ucapku dan bergegas pergi.
Aku menaiki lift dan menekan tombol 29 untuk menuju ruangannya, aku meremas tanganku sendiri karena gugup dan rasa takut. Kamu bisa Agneta, kamu pasti bisa melakukannya...
Kamu harus kuat...
Ting
Lamunanku buyar saat pintu lift terbuka dan menampakan karpet merah dan mewah. Aku berjalan menyusuri karpet itu, hingga aku bertemu dengan ruangan cukup luas dan di sana ada Rachel, sekretaris CEO.
Dia tersenyum menyambutku hangat,
"Mau bertemu pak Dave?" tanyanya dan aku menganggukkan kepalaku. "Masuklah, dia sudah menunggumu," ucapnya membuatku tersenyum miris.
Apa maunya pria brengsek ini...
Aku masuk ke dalam ruangannya setelah ada perintah dari sang empu. Aku memasuki ruangan mewah dan luas, ini kali pertamanya aku memasuki ruangan Ceo, sang bos besar. Sebelumnya mana pernah karyawan rendahan sepertiku memasuki area bos besar seperti ini. Di sini ada berbagai piala dan penghargaan yang di raih oleh perusahaan ini. Ruangan yang baru pertama kali aku masuki, walau aku sudah bekerja disini selama 2 tahun lamanya.
Pandanganku mengarah kepada sosok yang begitu ku benci, dia tengah mengetik sesuatu di laptopnya. Aku berjalan mendekati meja kebesarannya.
"Ini laporan yang anda minta, Pak," ucapku seraya menyodorkan dokumen itu di atas mejanya.
"Hmm," jawabnya.
"Kalau begitu saya permisi," ucapku hendak beranjak.
"Agneta tunggu," ucapannya menghentikan gerakanku yang hendak berbalik.
Dia berdiri dari duduknya, matanya yang tajam menatap ke arahku. Tatapan intimidasinya selalu membuatku membeku dan mendominasiku. Dia meraih dokumen yang aku berikan, dan membukanya. Dia duduk di sisi mejanya sambil membaca dokumen itu.
5 tahun berlalu,,
Tetapi tak ada yang berubah darinya, dia tetaplah devil tampan yang sudah menghancurkan hidupku. Wajahnya terlihat semakin tampan dan jauh lebih dewasa, apalagi di tambah bulu-bulu halus yang memenuhi rahangnya. Bulu matanya tetap lentik, mata abunya yang tajam dan penuh intimidasi. Dia memang tetap Dave sang the most wanted.
"Good," ucapnya melirik ke arahku.
Aku masih menatapnya dengan tatapan dinginku. "Ternyata benar adanya kalau kau memang karyawan berbakat di sini. Pantas saja manajermu itu selalu membanggakanmu. Pekerjaanmu patut di beri pujian," ucapnya.
"Terima kasih," jawabku.
Dia menatapku dengan tatapan intimidasinya. "5 tahun sudah berlalu, lumayan lama bukan," ucapnya yang tak ingin aku tanggapi.
Dia beranjak dari duduknya dan berjalan mendekatiku membuatku mundur beberapa langkah. Aku terus berjalan mundur karena dia terus mendekatiku. Hingga pantatku menabrak kepala sofa di belakangku, dia lalu mengungkung tubuhku dengan kedua tangannya yang berpegangan ke kepala sofa membuatku tak dapat berkutik dan menahan nafasku.
"Maaf Pak, saya harus segera pergi. Pekerjaanku masih banyak," ucapku hendak beranjak tetapi dia menahannya.
Tangannya yang kotor membelai pipiku, lalu jempolnya mengusap bibirku yang berwarna pink. "Aku merindukanmu," ucapnya masih membelai bibirku. Dia hendak menciumku tetapi aku langsung mendorong tubuhnya dengan sekuat tenaga.
Plak
"Tolong jaga sikap anda, tuan Davero yang terhormat!" pekikku dan hendak beranjak tetapi dia kembali menahan pergelangan tanganku dan menarikku hingga tubuhku menabrak dada bidangnya.
"Aku senang bisa bertemu denganmu lagi, Agneta. Selama ini aku mencarimu, seluruh kota Semarang aku telusuri untuk mencarimu!" ucapnya penuh penekanan.
Untuk apa?
Untuk apa kamu mencariku? tidak cukupkah luka yang selama ini kamu torehkan di hatiku??
Sekuat tenaga aku kembali mendorong tubuhnya, dan berjalan menjauhinya. Aku berlalu pergi meninggalkan ruangannya dengan kekesalanku. Rachel menatapku dengan kebingungan. Aku tak memperdulikannya dan mempercepat langkah kakiku memasuki lift. Tubuhku bergetar hebat di dalam lift,
Sentuhannya...
Ya tuhan,, aku ingin melupakan kejadian menakutkan itu.
Tolong jauhkanlah dia dariku,,
Tubuhku merosok ke lantai lift dan menangis sejadi-jadinya disana. Aku mengingat bagaimana dia menciumku dengan paksa, bagaimana jari-jarinya menelusup ke dalam pakaianku dan menyusuri tubuhku.
Aku membencinya...
Aku sangat membencinya.....
Tuhan tolong beri aku kekuatan...
Tolong beri aku kekuatan untuk tetap berpijak, dan tetap melangkah di hadapan iblis itu. Aku mohon tuhan,,
Tolong aku Tuhan,,,
***