Author Pov
Davero tampak duduk di dalam peraduannya. Ia menatap tajam satu titik di depannya. Tangannya menggenggam gelas bening berisi cairan coklat terang dengan campuran ice. Ingatannya melayang pada kejadian tadi.
Anak itu.....
Ada perasaan lain yang dapat di rasakan oleh Dave, tetapi ia tak tau apa itu. Sentuhan tangan mungil itu seakan mampu mencapai hatinya yang dingin dan kelam. Dave tidak pernah menyukai anak kecil, tetapi bocah itu seakan pengecualian untuknya.
Ia mengambil handphone nya dan menghubungi seseorang dengan nada tajam penuh perintah.
"Cari tau tentang kehidupannya dan laporkan padaku segera!" perintahnya.
Setelahnya ia memutuskan sambungan telpon dan meneguk minumannya.
"Kau enak sekali bersantai di sini, sedangkan aku harus menyelesaikan semua pekerjaan sialan itu!" pekikan itu membuatnya menoleh ke ambang pintu.
"Aiden?" gumamnya.
"Yah, ini aku! Aku datang bukan sebagai wakilmu di perusahaan! Aku datang sebagai sepupumu dan berhenti membuatku sibuk!"
"Kau lebih dewasa dariku dan sudah berpengalaman, jadi wajar kau yang menyelesaikan semuanya." Dave mengatakannya dengan santai seraya meneguk minumannya.
"Kau enak mengatakan itu, karena ini aku jadi tidak ada waktu untuk kekasihku!" ucapnya dengan kesal dan mengambil duduk di sofa yang ada di hadapan Dave.
"Berhentilah merajuk padaku," ucap Dave dengan sinis dan kembali menuangkan minuman dari botol bening yang ada di dekatnya dan menegaknya.
"Kau terlihat ada masalah, ada apa?" tanya Aiden.
"Gue bertemu lagi dengannya," gumam Dave.
"Dia?" tanya Aiden dengan kernyitannya.
"Iya, dia... wanita yang pernah hadir di masalaluku," gumamnya dengan tajam.
"Kau bertemu dengannya dimana?" tanya Aiden memperhatikan wajah Dave yang terlihat mengeras.
"Dia salah satu karyawan di perusahaan!"
"Really?"
"Ternyata dunia ini sangatlah sempit," tambah Aiden terkekeh kecil. "Apa aku akan mengenalnya?"
"Sepertinya tidak, dia berada di divisi yang jauh di bawah kita. Dan kau pasti tak akan mengenalnya karena dia tak berhubungan langsung dengan kita."
"Begitukah? Tetapi aku harus melihat siapa gadis itu," ucap Aiden.
"Suatu saat nanti kau akan mengetahuinya," gumam Dave menyeduh minumannya.
Setelah cukup lama berbincang, Aiden berjalan keluar dari penthouse milik Dave dan di depan rumah ia berpapasan dengan dua orang pria berwajah kembar dengan pakaian formalnya.
"Si kembar yang akur," ucap Aiden dengan nada santai.
"Keakuran hanya kedok belakang," ucap pria yang memiliki jambang.
"Tumben kau kesini, ada apa?" tanya pria di sampingnya.
"Nothing." Aiden mengedikkan bahunya acuh. "Mungkin aku sedang merindukan sepupuku."
"So sweetznya," ucap pria yang tidak memiliki jambang.
Mereka adalah si saudara kembar Key dan Kay. Keyla Armando dan Kayza Armando. Mereka berdua adalah sahabat baik Dave dan juga Aiden. Tetapi mereka lebih dekat dengan Dave yang usianya sama dengan mereka berbeda dengan Aiden yang lebih tua 2 tahun dari mereka bertiga. Kay dan Key bekerja sebagai tangan kanan Dave. Orang kepercayaan dari Dave, karena rasa sayangnya mereka pada sahabatnya yang begitu keras kepala dan dingin, mereka mau mengabdi sebagai karyawan setianya.
Tetapi walaupun kembar, Kay dan Key memiliki banyak perbedaan dan mereka sangat benci di bilang kembar dan mirip satu sama lain. Kay yang lebik memiliki perawakan tubuh ramping dan kekar, wajahnya juga di tumbuhi bulu-bulu halus di sekitar rahangnya. Sedangkan Key, sering di sebut dengan pria cantik yang memiliki wajah bersih khas keturunan Tionghoa. Sebenarnya wajah mereka begitu mirip, hanya karena Kay lebih suka dengan tampilan pria macho nya dan Key menyukai kebersihan begitu juga dengan merawat wajahnya sendiri. Kay selalu kesal kalau di samakan dengan Key, karena ia benci di bilang memiliki wajah cantik.
"Ngomong-gomong ada apa kalian datang malam-malam ke sini?" tanya Aiden tampak bersidekap.
"Kami di panggil bos besar, sepertinya ada pekerjaan urgent!" jawab Key.
Aiden tampak manggut-manggut paham, "Ya sudah masuk sana, keburu ngamuk bos kalian."
"Kau tidak menginap di sini, Aiden?" tanya Kay.
"Tidak, aku punya rumah sendiri, untuk apa menumpang," ucapnya dengan santai.
"Baiklah kalau begitu kami masuk dulu," pamit Key.
Kay dan Key masuk ke dalam meninggalkan Aiden sendirian. Aiden kembali melanjutkan langkahnya menuju ke mobilnya yang terparkir di luar penthouse Dave. I
***
Hari ini adalah akhir pekan, dan Aiden seperti biasanya akan mengajak Agneta juga Regan bermain ke tempat wisata yang ada di Jakarta. Regan tampak sudah sangat dekat dengan Aiden, bahkan mereka terlihat tampak seperti ayah dan anak.
Saat ini Agneta tengah duduk di sebuah cafe yang ada di tempat wisata itu. Ia terlihat meneguk mocacino kesukaannya dengan pandangan lurus ke depan dimana Aiden dan Regan tengah bermain bersama. Bahkan sesekali mereka melambaikan tangan pada Agneta membuatnya membalas lambaian itu dan tersenyum lebar. Tetapi entah kenapa untuk saat ini pikiran Agneta tidak bisa berada di tempat yang sama dimana Agneta berada, pikirannya melayang memikirkan Davero. Yah, pria itu kembali mengusik pikirannya dan menyita segalanya. Rasa takut, benci bercampur menjadi satu. Agneta merasa semakin tak nyaman menjalani hidup dengan adanya pria itu di dekatnya.
Ia ingin menyingkirkan dan mengenyahkannya tetapi sangat sulit. Agneta tidak tau bagaimana caranya, tetapi Dave selalu berhasil mendominasi dan mengintimidasinya.
"Hei, kau melamun!" kecupan hangat di kepalanya mampu menyadarkan Agneta.
"Eh?" Agneta menoleh dan menampilkan senyumannya pada Aiden yang tampak tersenyum hingga menampilkan lesung pipinya.
"Bunda, Egan haus," ucap Regan yang sudah duduk di hadapan Agneta.
"Kamu mau pesan apa sayang? Biar Bunda pesankan," ucap Agneta.
"Mau jus," ucapnya.
"Jus Alpukat?" tanya Aiden yang di angguki Regan dengan antusias, karena itu merupakan jus kesukaannya. "Biar Ayah yang bawakan," ucap Aiden mengusap kepala Regan dan berlalu pergi.
"Bunda,"
"Ada apa Sayang?" tanya Agneta.
"Om yang kemalin siapa? Kok gak datang lagi?" tanya Regan dengan begitu polos membuat Agneta mematung di tempatnya.
"Kenapa kamu menanyakan dia, Regan?" tanya Agneta dengan sinis membuat Regan sedikit bingung karena sikap sinis dari Agneta.
"Apa Egan salah, Bunda?" tanyanya.
"Maafkan Bunda," gumam Agneta menyesal sudah berkata sedikit kasar pada Regan. Agneta hanya takut, yah dia takut Regan ingin dekat dengannya. "Dia hanya teman kerja Bunda."
Regan terdiam menatap Bundanya, ia tak berani bertanya lagi sampai Aiden datang dengan membawa dua minuman untuknya dan Regan.
"Habis dari sini kita akan kemana lagi, Jagoan?" tanya Aiden.
"Egan cape, Ayah."
"Mau pulang, saja?" tanya Aiden.
"Sebaiknya pulang saja, Aiden." Agneta mulai membuka suaranya.
"Baiklah kita pulang yah," ucap Aiden memangku tubuh Regan dan membawanya keluar dari restaurant diikuti Agneta. Melihat kedekatan mereka berdua, tanpa sadar Agneta tersenyum, Aiden adalah pria yang sangat baik.
***