Ning Huanxin terus mencium aroma parfum yang khas dari Jiang Lixing. Tapi saat itu juga, membuat Jiang Lixing malah kebingungan dengan apa yang baru saja dikatakan oleh perempuan di sebelahnya itu. Kemudian dia berkata, "Aku… Aku tidak memakai parfum."
"Oh, benarkah? Sepertinya ada yang salah dengan hidungku. Ah! Mungkin aku flu!" kata Ning Huanxin. Dia menutupi rasa canggungnya dengan candaan kecil yang keluar dari bibirnya.
Jiang Lixing hanya menatap Ning Huanxin, namun tidak mengatakan sepatah katapun. Di saat itu, semua kru dan pemain terlihat sudah kembali ke penginapan untuk istirahat. Lalu, asisten Jiang Lixing secara khusus terlihat memberikan sekotak obat flu untuk Ning Huanxin.
Ning Huanxin langsung kembali ke kamarnya. Tanpa mengganti bajun, dia langsung merebahkan badannya di atas kasur yang ukurannya sama mungilnya dengan dirinya. Dia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari kotak obat yang dia genggam saat ini, Suami yang diidamkan oleh wanita di seluruh negara ini memberikanku obat flu! teriaknya dalam hati.
Apa ini berarti, awal kisah romantis seperti di dalam novel-novel telah dimulai sekarang? tanya Ning Huanxin dalam hati. Dia sudah membayangkan segala hal dalam pikirannya saat ini. Rasanya dia ingin menyimpan kotak obat ini seumur hidupnya, tapi saat ini adalah kejadian sepuluh tahun lalu.
Tiba-tiba Ning Huanxin memikirkan sesuatu yang membuatnya bersikap menjadi lebih serius, bahkan kedua matanya mengecil karena memikirkannya. Semua ini, tidak mungkin masa lalu yang nyata. Harusnya, ini semua hanya menjadi ingatan dari sebuah dunia yang tidak nyata. Jika ini benar hanya sebuah ingatan dari suatu kejadian, lalu sebenarnya dia telah masuk ke dalam ingatan seseorang.
"Hidup sepuluh tahun… Lalu mati sia-sia." kata Ning Huanxin pada dirinya sendiri.
Ning Huanxin menghela napas dengan berat, lalu menaruh kotak obat itu di sebelahnya. Tiba-tiba, dia teringat akan sebait puisi yang pas dengan dirinya saat ini. Penyair puisi itu membuat puisi tersebut, untuk selalu mengingat istrinya yang telah pergi. 'Kehidupan sepuluh tahun yang kita habiskan, hanyalah berakhir sia-sia. Jangan pikirkan lagi, biarkan aku yang hanya mengingatnya!'
Ning Huanxin bangkit dari tidurnya dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Lalu, dia teringat pernah membawakan sebait puisi itu dan membacanya dengan suara lantang. Saat dia sedang membacakan lagi puisi itu, tiba-tiba terdengar perempuan bersuara lantang dari seberang dinding kamarnya.
"Tidak ada tempat yang dapat berbicara lantang di jarak ribuan mil dari pemakaman." ucap suara perempuan itu.
Apa itu suara Zhang Yan? batin Ning Huanxin. Lalu dia pun teringat, kalau Zhang Yan tidur di kamarnya sendiri yang berada tepat di sebelah kamarnya sekarang. Kemudian mereka berdua hanya dipisahkan oleh satu dinding saja. Namun, Ning Huanxin tetap mencoba untuk berpikiran positif, dia menganggap bahwa seperti sedang tidak terjadi apa-apa di balik dinding itu.
"Kakak Ning, apakah kamu juga menyukai puisi karya Su Shi? Aku juga suka sekali tiap bait dari puisi ini! Aku masih punya koleksi buku puisi Su Shi yang lainnya. Kakak Ning bisa membacanya, semua aku letakkan di rak buku itu." kata Zhang Yan, suaranya terdengar dari seberang dinding itu, dia terlihat sangat antusias karena mendengar Ning Huanxin membaca puisi.
"Baiklah!" Ning Huanxin menjawab dengan suara yang pelan.
"Waktu sudah malam sekarang, dan aku ingin istirahat. Kakak Ning juga lekas istirahat, selamat malam." kata Zhang Yan.
Setelah Zhang Yan dan Ning Huanxin sudah saling mengucapkan selamat malam, lalu sudah tidak ada lagi suara yang terdengar. Zhang Yan benar-benar seorang perempuan yang ceria dan pasti disukai oleh banyak orang. Tapi di saat itu, Ning Huanxin tidak langsung memejamkan matanya, lalu dia bangkit dari atas kasurnya dan melihat rak buku yang berada di sudut kamarnya itu.
Perempuan itu benar-benar menaruh banyak buku di sini, batin Ning Huanxin, lalu, dia berjalan menuju rak-rak buku itu. Sebenarnya, dia bukanlah seseorang yang terlalu menyukai membaca buku. Tapi, karena di tempat yang asing ini dia kesulitan untuk tidur. Jadi, Ning Huanxin memutuskan untuk membaca buku, berharap agar terhipnotis untuk bisa cepat memejamkan matanya.
Tumpukan buku diatas rak buku itu tersusun sangat rapi dan sangat detail. Terlihat sekali bahwa Zhang Yan adalah seseorang yang gemar sekali membaca buku. Jari-jemari lentik Ning Huanxin menyusuri setiap buku yang ada di dalam rak itu, tepat di salah satu buku, tiba-tiba jarinya terhenti, lalu dia mengeluarkan buku tersebut. Tidak disangka-sangka, karena Zhang Yan juga menyukai kumpulan puisi dari Su Shi, sama seperti dirinya. Kemudian, Ning Huanxin memperhatikan buku iitu dengan seksama.
Lalu, Ning Huanxin menyadari bahwa buku itu merupakan buku yang sulit untuk ditemukan, cover bukunya terlihat sangat halus dan sangat mewah. Melihat posisi Zhang Yan menaruh buku ini, dia yakin pasti kalau Zhang Yan sering membacanya.
Kemudian Ning Huanxin membuka buku itu, terlihat ada sebuah pembatas buku yang menarik perhatiannya. Pembatas buku ini terbuat dari platinum berwarna emas, sekali melihatnya dia langsung berpikiran bahwa pembatas buku ini pasti dari merk terkenal dan susah untuk mendapatkannya.
Tidak mungkin Zhang Yan membelinya sendiri, pasti ini diberikan oleh orang lain, iya kan? Atau mungkin ada artis yang memberikan ini kepadanya? tanya Ning Huanxin dalam hati.
Ning Huanxin sangat penasaran dan terus memperhatikan pembatas buku itu, tapi akhirnya dia menaruh buku kumpulan puisi itu kembali ke tempatnya. Meskipun buku itu adalah kumpulan puisi dari penyair favoritnya, tapi dia tidak berani untuk asal membukanya. Bagaimana kalau dia merusaknya, sedangkan dia masih tidak bisa untuk memenuhi keadaan keluarganya sendiri...