Suatu hari di kuil bermarga Zhang, di dalam ruangannya yang bersih, terlihat berderet lampu minyak tanah yang memancarkan cahaya redupnya. Di dalam kuil itu juga, terdapat sebuah papan peringatan dari keluarga Zhang. Namun, karena cahayanya yang redup, orang lain jadi tidak bisa melihat dengan jelas apa isi tulisan itu. Lalu, kuil Zhang itu berada di kota kecil bernama, Zhangjia. Nama Zhangjia diambil, karena hampir seluruh keluarga yang tinggal dalam kota ini bermarga Zhang.
Di malam hari yang dingin dan gelap, terlihat para pemain sedang berkumpul di depan gerbang kuil itu untuk melakukan pengambilan gambar. Saat itu, sutradara dan salah satu tetua di kuil tersebut melakukan negosiasi panjang, tentang perizinan untuk melakukan syuting.
Akhirnya, setelah melakukan kesepakatan, mereka pun hanya bisa melakukan sekali pengambilan gambar di sana. Kesempatan emas itu, akhirnya digunakan para pemain dengan sebaik-baiknya. Mereka berharap pengambilan gambar itu bisa dilakukan dengan sukses. Ning Huanxin terlihat tidak memiliki peran apa-apa di lokasi itu, namun dia hanya ikut bergabung di dalam tim ini.
Sebelum Ning Huanxin pergi, dia sempat meminjam baju kepada Zhang Yan. Meskipun Zhang Yan memiliki badan yang sedikit kurus, tapi baju itu masih cukup dikenakan olehnya. Lagipula, Zhang Yan sangat ramah terhadapnya, jadi dia meminjamkan banyak baju berwarna merah kepada Ning Huanxin. Sebenarnya, baju berwarna merah terang yang dikenakannya malam ini, terlihat agak menyilaukan mata.
Ning Huanxin dengan sigap membantu para kru untuk membawa properti-properti yang akan digunakan. Dia melakukan hal ini, alasannya adalah untuk menarik semua orang agar wajahnya cepat dikenali. Ketika dia membawa masuk meja kecil ke dalam kuil, tiba-tiba dia merasakan suhu udara dalam kuil ini menjadi lebih dingin dibandingkan ketika dia masih berada di luar. Dinginnya! Batinnya, karena hawa dingin ini sungguh tidak masuk akal.
"Hatcuuuhh…!!" Salah satu kru yang membawa properti itu sampai bersin, lalu dia mengambil mantel tebalnya dan mengenakan di atas badannya. "Mengapa ruangan ini bisa lebih dingin dibanding di luar, hah?" tanyanya kemudian.
"Sssttt!!" Tiba-tiba salah satu penjaga kuil disitu langsung menoleh ke arah mereka dan tangannya menunjuk pada satu papan peringatan. "Ini adalah kuil para leluhur, di mana roh mereka semua diabadikan di sini. Bagaimana mungkin kalau di sini bisa tidak dingin?" katanya.
Ketika seorang penjaga itu menjelaskan, tiba-tiba kedua orang ini seketika melihat sekeliling isi kuil dengan perasaan aneh yang mulai merasuki jiwanya. Ning Huanxin berjalan paling akhir di antara kru lainnya. Tapi di setiap langkahnya, dia merasakan bahwa ada sepasang mata yang terus memperhatikannya dari belakang. Tatapan itu terasa sangat tajam baginya, Siapakah dia? batinnya.
Ning Huanxin merasa sangat risih dengan tatapan itu, lalu dia terus-menerus melihat ke arah belakang, tapi yang ada di sana hanyalah deretan lampu minyak yang menyala di dalam kuil itu. Dia terdiam sesaat dan melihat barisan tempat-tempat suci di dalam kuil itu. Namun,i dia tidak menemukan hal yang aneh di sana, lalu dia kembali membalikkan badannya ke depan.
Brak!
Di saat itu juga, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari belakang badannya, dan sekali lagi, membuat Ning Huanxin menoleh ke belakang. Tidak disangka, dia melihat salah satu kartu spiritual di sana jatuh ke tanah dari tempat asalnya tadi. Dia lalu terdiam, dan keringat dingin terlihat menetes di seluruh tubuhnya. Sebenarnya, dia sangat ragu untuk kembali, namun tiba-tiba dari balik badannya ada tangan yang menepuk pundaknya.
"Kamu mengapa masih disini?" tanya Jiang Lixing, suaranya tiba-tiba muncul dari samping.
"Eng… Aku…!" Ning Huanxin menjawab dengan terbata-bata. Jarinya bergetar sambil menunjuk sesuatu di belakangnya, "Itu… Di sana… Kartu spiritual itu…" katanya lagi.
"Mengapa dengan kartu spiritualnya?" tanya Jiang Lixing sambil melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ning Huanxin, tapi tidak ada yang terjadi.
Tidak mungkin, batin Ning Huanxin. Telapak tangannya masih basah oleh keringat dinginnya, "Mungkin… Mungkin saja mataku salah lihat! Tempat ini dipenuhi hawa mistis. Dan aku sangat gugup saat ini. Setiap kali aku gugup, saat itu juga seperti ada yang salah dengan pandanganku." katanya.
"Baiklah, kamu juga baru datang di sini. Jadi, kamu masih harus banyak belajar bagaimana memerankan seorang peran, lalu bagaimana kamu berakting di depan kamera. Kebetulan aku baru saja selesai syuting, ikut aku. Aku akan membawamu melihat-lihat di sana." ajak Jiang Lixing.
Jiang Lixing terkenal dengan sosoknya yang dingin, tapi di depan Ning Huanxin, saat ini dia bersikap dengan sangat lembut. Berkat Jiang Lixing, perasaannya cepat sekali berubah menjadi tenang. Mereka berdua akhirnya sampai di lokasi syuting, karena Jiang Lixing di dalam produksi ini merupakan pemeran pria kedua, dia pun memiliki ruangan khusus untuk istirahat, para kru pun juga terlihat lebih menghormatinya.
Setelah membawa Ning Huanxin melihat lokasi syuting, dengan suara pelan Jiang Lixing memberi penjelasan tentang kemampuan dalam memerankan peran. Dia mendekatkan kepalanya ke telinga Ning Huanxin, jarak mereka yang dekat membuat Ning Huanxin dapat mencium parfum harum yang menempel di badan pria yang sekarang ada di sebelahnya ini. Parfum itu wanginya sangat kuat, layaknya aroma bunga kasturi yang mampu memikat semua orang yang mencium aromanya.
"Kamu pakai parfum apa?" Tiba-tiba dari mulut manis Ning Huanxin terlontar pertanyaan itu. Karena, wangi dari parfum ini terlalu spesial, sekali saja kamu menciumnya, dan seterusnya tidak akan bisa melupakan aroma spesial dari parfum ini...