"Cepat katakan padaku apa yang sedang terjadi. Apakah kamu bermain-main dengan pria tampan lalu berniat untuk meninggalkannya?" tanya Ding Qian dan menatap Yang Yuxi dengan mata berbinar-binar karena pikirannya sendiri.
"Pikiranmu itu jauh sekali!" ujar Yang Yuxi sambil memutar bola matanya.
"Masih saja tidak mengakuinya ya? Kalau kamu tidak tidur dengan pria tampan, lalu buat apa kamu bersembunyi darinya." ucap Ding Qian.
"Sudah kubilang tidak, kalau kamu mengatakan omong kosong lagi, aku akan marah!" ucap Yang Yuxi sambil cemberut.
"Kita sudah dewasa, kalau memang kamu tidur dengan seorang pria ya sudahlah, asalkan kamu main aman saja, jangan sampai membuat manusia baru. Aku tidak akan menertawakanmu kok, buat apa cemberut seperti itu, ayo tersenyum untukku." tutur Ding Qian sambil menyeringai dan tidak takut sama sekali.
"Sudah kubilang tidak ya tidak! Apa kamu ingin mendengarkanku? Kalau bicara asal lagi, aku tidak akan memberi tahu ceritanya" ucap Yang Yuxi sambil mengancamnya.
"Oke, terserah apa katamu, aku berjanji tidak akan bicara lagi, anggaplah aku ini bisu." ujar Ding Qian. Dia berjanji sambil membuat gerakan mengunci di bibirnya.
Setelah itu, Yang Yuxi baru bisa bercerita, dia membeberkan semua yang terjadi pada malam itu. Tentu saja, dia menghapus bagian-bagian vulgar seperti saat dia disentuh dan diremas.
"Maksudmu kamu pergi ke sebuah rumah yang ternyata ada 'serigala' di dalamnya, lalu dia mencoba berbuat hal yang tidak senonoh denganmu. 'Serigala' itu sangat tampan dan kaya, tapi kamu memilih lebih baik mati, lalu kabur menendangnya. Selain itu kamu juga menghancurkan harta benda di sana, salah satunya vas bunga yang kamu tahu dilelang di Jianbao, yang bernilai 8,8 juta Yuan... Dan kemudian semuanya belum berakhir, malamnya kalian bertemu lagi di bar, dia membawamu ke mobil dan mencoba untuk menyantap mu lagi?" kata Ding Qian panjang lebar mencoba merangkum semua keseluruhan cerita Yang Yuxi, raut wajahnya tampak skeptis.
"Iya." jawab Yang Yuxi sambil mengangguk.
Tiba-tiba Ding Qian mengulurkan dua jari dan menggoyangkannya di depan Yang Yuxi, lalu dia berkata, "Angka berapa ini?"
"Dua." ucap Yang Yuxi. Dia mengerti kalau Ding Qian tidak percaya namun dia tidak marah dan berkata, "Kamu kira aku sedang mengatakan kebohongan?"
Ding Qian berkedip, lalu mengecek suhu tubuh Yang Yuxi dengan menempelkan tangan di dahinya. "Kondisinya sadar, tidak demam tapi kok bisa bermimpi di siang bolong seperti ini? katanya.
Din Qian lalu melanjutkan menambahkan, "Aduh... Yuxi, aku selalu mengira kamu adalah seorang gadis aneh yang mandiri, bermartabat dan penuh energi positif, aku tidak menyangka sekarang kamu juga mulai memiliki mimpi yang tidak realistis seperti itu." Yang Yuxi sendiri hanya bisa terdiam mendengar tanggapan temannya.
"Haha, Yuxi, selamat… aku akhirnya tahu bahwa kamu sangat cantik dan memiliki modal yang bagus. Tentu saja, kita perlu menemukan pria yang kaya dan tampan untuk dijadikan pacarmu, kelak kita harus menggabungkan kedua pedang kita untuk menyeberangi Lingkaran Laut Cina Timur." sambung Ding Qian dengan diiringi tawa.
"Kamu tidak percaya padaku?" ucap Yang Yuxi dengan muram.
"Kamu pikir aku terlihat bodoh?" Ding Qian menunjuk wajahnya.
"Tidak, tapi itu semua benar." ujar Yang Yuxi menjelaskan.
"Dalam kasus seperti itu, kamu harusnya berbohong kepada orang bodoh. Ayo cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi?"
"Aku... Baiklah, aku akui bahwa apa yang kukatakan tadi tidak benar." Yang Yuxi mengerang lemah. Dia mengetahui bahwa ini terlalu aneh, Ding Qian pasti tidak akan mempercayainya dan percuma juga menjelaskan. Kemudian dia mengatakan dengan asal, "Aku sudah menyembunyikannya sejak lama tapi belum punya kesempatan untuk memberitahumu. Sekarang adalah saat yang tepat untuk menceritakannya." Melihat rasa penasaran di mata temannya itu, dia dengan semangat melanjutkan, "Sebenarnya, aku adalah malaikat pembunuh yang cantik dan nomor satu di dunia."
"Lalu kali ini kamu membunuh orang penting dan akan ditangkap oleh Badan Keamanan Nasional?" kata Ding Qian yang menyeringai.
"Bagaimana kamu tahu?" Yang Yuxi menatapnya dengan heran.
"Tentu saja, semuanya tertulis dalam novel." tutur Ding Qian sambil memutar bola matanya. Tiba-tiba bel pintu itu berbunyi.