"...lebih banyak."
Su Xiaoyun masih dalam pelukan suaminya yang masih berbau tumpahan kopi tadi. Suasana hati Rong Linyi sedang tenang. Nada bicaranya juga terdengar lebih santai.
Bibi Chen dengan perasaan lega berkata, "Nona Su harus segera pindah kamar di lantai atas. Jika Nona Su tetap tinggal di kamar pelayan di lantai satu, takutnya nanti terjadi kesalahpahaman lagi."
Rong Linyi memeluk pinggang Su Xiaoyun dan menjawab dengan sangat santai, "Sekarang, tidak akan ada kesalahpahaman lagi, Bi."
"Tapi...." Bibi Chen ingin mengatakan bahwa nona Su Xiaoyun tidak seharusnya tinggal di kamar pelayan.
Rong Linyi memotong perkataan bibi Chen, " Dia sedang hamil. Tidak baik jika sering naik turun tangga, Bi."
Ternyata, itulah sebabnya Rong Linyi meminta bibi Chen untuk merapikan kamar pelayan di lantai satu agar dapat ditinggali Su Xiaoyun.
Apa?
Mata bibi Chen terbelalak. Seakan tak mampu menyembunyikan rasa kagetnya.
Hamil?
Nona Su sedang hamil?
Jadi... Dia dan tuan muda....
Ini....
Saat itu, Bibi Chen ingin sekali menanyakan kebenaran hal itu pada Su Xiaoyun, tapi tiba-tiba Rong Linyi segera menyadarkan bibi Chen dari lamunan dan rasa bingungnya.
"Jangan banyak bicara." kata Rong Linyi dengan tatapan dinginnya yang seakan mampu membaca apa yang dipikirkan oleh bibi Chen.
"Baiklah, Tuan." Bibi Chen menundukkan kepalanya dengan patuh. "Tuan muda dan Nona Su, aku berjanji aku tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun."
Saat semuanya telah pergi meninggalkan ruang makan, Su Xiaoyun melingkarkan tangannya di leher suaminya itu sambil bertanya, "Suamiku, mengapa kau begitu baik pada setiap orang?"
Jari Rong Linyi membelai bibir Su Xiaoyun. Dengan suaranya yang dingin dan sedikit senyum, "Aku akan baik, kalau saja kau mau mematuhiku."
Bibir Su Xiaoyun yang kecil dan merona merah muda itu membeku. Betapa menggemaskannya! Semakin dia melihat bibirnya itu, semakin dia ingin menggigit dan mengecupnya.
Satu per satu hidangan makan malam telah datang, namun Su Xiaoyun masih berada di pangkuan Ron Linyi yang enggan melepaskannya.
Dia sempat mencoba lepas dari pangkuan suaminya itu, namun Rong Linyi makin memeluknya erat, sambil berkata, "Sayang, bisakah kau diam dan tetap berada di pangkuanku ini. Sebentar saja. Ya?"
Tubuh mungil Su Xiaoyn begitu menggoda sampai-sampai Rong Linyi tidak tahan. Rasanya ingin segera membawanya ke ranjang.
Pipi Su Xiaoyun memerah.
Su Xiaoyun sempat bertanya-tanya dalam rasa takut dan penasarannya. Untuk apa kiranya Rong Linyi memangkuku seperti ini?
Pasti akan lama kalau harus menunggu sampai semua makanan disajikan.
Rong Linyi mengambil secangkir kopi.
"Sayang, tidak baik minum kopi sebelum makan malam," Su Xiaoyun membujuk suaminya.
Su Xiaoyun begitu peduli pada suaminya itu.
Tiba-tiba, wajah Rong Linyi padam. Seketika itu juga, dia melepaskan pelukannya dan mendorong Su Xiaoyun sambil berkata, "Aku memang biasa begini. Sudahlah, kau tidak usah ikut campur."
Su Xiaoyun tertegun.
Su Xiaoyun begitu malu dan menyesal. Dia seperti jatuh ke dalam jurang penyesalan atas ucapannya pada Rong Linyi tadi.
Su Xiaoyun terheran-heran, bagaimana bisa Rong Linyi membentaknya begitu keras dan mengubah suasana yang manis tadi menjadi menakutkan seperti sekarang.
Sebenarnya, semua orang di rumah ini mencemaskan kesehatan Rong Linyi karena kebiasan minum kopinya itu.
"Baiklah," kata Rong Linyi sembari mengangkat secangkir kopi dan berkata dengan dingin, "Setelah makan malam, aku akan ke ruang kerjaku."
Rong Linyi mendongak dan meminum semua kopinya dengan segera, yang terlihat tidak konsisten sama sekali dengan perilakunya seperti biasa. Itu terlihat seperti seseorang yang mengalami kekeringan panjang di padang pasir.
Rong Linyi mendongak dan meminum semua kopinya dengan cepat bagai seorang pengelana yang sedang kehausan di tengah padang pasir yang terik.
"Apa ini?"
Dalam ruang kerja suaminya, Su Xiaoyun melihat tumpukan dokumen yang berada di depannya.
"Kesepakatan antara kau dan aku." Rong Linyi menjepit jari-jarinya dan memiringkan kepalanya dengan santai.
"Kesepakatan?"
Mata Su Xiaoyun terbelalak.
Dia membaca dokumen itu baris demi baris.
"...Dilarang saling memanggil dengan sebutan suamiku atau istriku di depan umum."
"...Tidak boleh mengumbar kemesraan di depan umum."
"Apa ini?"
"Sudah membacanya,'kan?" Rong Linyi menggelengkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri sambil berkata, "Jangan sampai orang-orang di luar sana tahu tentang hubungan kita. Kalau kau patuh dan menurutiku, aku akan memanjakanmu. Aku akan memberikan semua apa yang kamu mau!"