Rong Linyi pun menyeringai.
"Setelah mengundurkan diri, kau boleh kembali ke rumah Nyonya dan melaporkan semua yang terjadi di sini."
Semua itu juga termasuk keberadaan Su Xiaoyun.
Kala itu, suara Bibi Chen terdengar bergetar: "Tuan muda, saya tidak berani melakukannya."
"Keluarkan semua perabotannya dan buang!" Rong Linyi membawa Su Xiaoyun keluar dari ruangan itu dan berkata, "Seluruh kamar tidur itu harus ditata ulang!"
Saat terpikirkan tentang wanita menjijikkan yang tidur di ranjangnya, bahkan Rong Linyi sempat terpikir untuk menjual seluruh rumah sakitnya, yang menghadap ke sungai.
"Baiklah, cuma untuk sekali ini saja!" Kedua matanya terlihat dingin.
"Ya." Bibi Chen membalasnya dengan ketakutan, sekaligus merasa bersyukur.
Sambil mengamati punggung Rong Linyi, maka sang Bibi tiba-tiba terpikirkan tentang sesuatu, lalu mulai mengerahkan segenap keberaniannya untuk bertanya, "Tuan muda, jadi Anda ingin tinggal di kamar mana?"
"Kau tidak perlu memusingkannya." Rong Linyi membalas dingin, "Kerjakan saja tugasmu dengan baik."
Setelah itu, Rong Linyi mengantar Su Xiaoyun menuruni tangga.
Di malam itu, dalam beberapa kali kesempatan, wanita itu berulang kali menarik lengan suaminya karena ia kesulitan untuk menyusulnya.
"Sayang, pelan-pelan…"
Yang jelas, terdapat ketakutan dan sedikit komplain di balik perkataannya. Meski begitu, nada bicaranya masih terdengar lembut bagaikan kue dengan buah astringent yang masih hijau dan asam. Meski hal itu kontradiktif, namun masih menawarkan rasa yang penuh tantangan.
Rong Linyi tiba-tiba berhenti, hingga membuat Su Xiaoyun hampir menabraknya dari belakang.
"Kenapa datang kemari sendirian?" Pria itu bertanya dengan nada tinggi, seakan emosinya hampir meledak.
Tidak ada cahaya di ruangan itu.
Angin yang bertiup dari pendingin ruangan pun mulai berhembus di tengah aula. Su Xiaoyun sedang memeluk lengannya sendiri. Bagaimanapun juga, seorang wanita di masa pertama kehamilannya pasti takut dengan udara dingin, jadi wanita itu merindukan pelukan suaminya.
Tapi, suamiku sedang merasa marah. Bahkan sangat marah.
Benar saja, pria itu tidak memeluknya.
Bahkan, Su Xiaoyun juga tidak habis pikir kenapa suaminya sampai semarah itu.
Alhasil, wanita itu hanya bisa memeluk lengannya sendiri dan berkata lirih: "Gelap sekali di sini, aku tidak bisa menemukanmu…"
Ketika ia terbangun dari lamunannya, saat itu ia sudah kehilangan Rong Linyi.
Seluruh tempat itu sangat besar dan luas, bahkan gelap dan dingin.
Akibatnya, ia harus mencari suaminya dari ruangan yang satu ke ruangan yang lain - sosok yang diimpikannya. Suami yang bisa menawarkan kehangatan dan melindunginya.
Namun, ternyata semua pintu ruangan itu terkunci.
Lalu, sampai pada akhirnya saat ia berada di lantai ketiga, saat itu ia mulai memutar gagang pintunya.
Faktanya, Su Xiaoyun masih harus berterima kasih kepada Cheng Tingxue, karena dengan begitu, suaminya sampai lupa mengunci pintu. Yang jelas, hal itu membuatnya bahagia.
"Suami," saat ia kembali terpikirkan tentang apa yang dilihatnya sebelumnya, maka seketika itu pula hatinya terasa sakit, "Seandainya aku tidak masuk ke sana, apa kau…"
Akankah kau dan wanita itu…
"Tidak." Rong Linyi segera memotong perkataannya, dan menimpalinya dengan tegas.
"Benarkah?" kedua mata Su Xiaoyun bersinar dengan penuh pengharapan. Jadi, ia pun segera mendekati Rong Linyi. Sebenarnya, wanita itu cukup mudah untuk dirayu. Sebab, selama ia diperlakukan dengan lembut, maka ia pasti rela memberikan segala sesuatunya tanpa pernah menyesal.
Namun, saat itu ia tidak mendapatkan penerimaan dari Rong Linyi.
"Jangan sentuh aku, kotor!" kata Rong Linyi.
Walaupun ruangan itu gelap, tapi Su Xiaoyun samar-samar masih bisa melihat ekspresi wajah suaminya - yang terlihat tidak senang - dengan intonasi bicara yang menegaskan hal tersebut.
"Suami…" Kristal air mata langsung memenuhi kelopak matanya, dengan hatinya terasa sakit.
Karena kotor, bahkan suaminya pun sampai jijik.
Apanya yang kotor?
Pria itu sudah menikahinya sampai sekian lama, namun hanya pernah menyentuhnya satu kali.
"Bukan kamu yang kotor," kedua mata Rong Linyi masih terlihat dingin. Meski dingin, entah kenapa ia masih berusaha untuk memberinya penjelasan, "Kotor, tanganku yang kotor."