Chereads / Am I Your Crush? / Chapter 3 - STRANGER BUT NOT STRANGE

Chapter 3 - STRANGER BUT NOT STRANGE

"Kamu udah bicara sama Sakti lagi nggak tentang tawaran kemarin?".

Raina menggeleng, boro-boro bicara pada Sakti tentang pekerjaan, berbincang normal seperti biasanya saja rasanya ia kesulitan. Kata-kata dan tingkah Sakti kemarin malam benar-benar mempengaruhi pikirannya.

"Kalau bisa secepatnya ya Ra, biar bisa confirm ke client". Awan menyuap roti isi miliknya yang tinggal separuh. Tidak memperhatikan kalau Raina sejak tadi sama sekali tidak menyentuh roti isi dan jus jeruk miliknya sama sekali. Padahal Raina sangat jarang pergi ke kantin kampus, selain karena menghemat uang ia juga lebih terbiasa menghabiskan waktu menemani Sakti yang suka nongkrong diatas pohon. Momen pergi ke kantin dan ditraktir begini seharusnya jadi kesempatan baginya untuk makan makanan enak yang ada di kantin. Tapi ia sama sekali tidak punya nafsu makan. Ia memikirkan banyak hal.

"Bang Awan". Raina diam. "Kenapa Sakti jadi bisa sebegitu populer sampai punya banyak fans?".

"Jawabannya simple Ra, masa kamu nggak tau" Awan menjilat ujung jarinya.

"Dia tampan, tinggi, pintar, mandiri, belum lagi gayanya yang sok cool itu. Kamu fikir apa lagi yang di harapkan laki-laki seperti itu selain jadi populer? Dan apa lagi yang diharapkan perempuan selain mengidolakan laki-laki yang mereka anggap idaman mereka?".

Raina tak pernah berfikir sejauh itu selama ini, padahal ia tau, Sakti memang selalu menjadi pusat perhatian hampir di semua tempat yang di datanginya. Ia masih ingat saat sekolah dulu banyak siswi yang naksir pada Sakti, namun Sakti saat itu terang-terangan menolak. Tak membiarkan siapapun mengaku mengaguminya. Berbeda dengan sekarang, Sakti seakan membiarkan semakin banyak orang mengaguminya, bahkan dengan terang-terangan mengaku sebagai fans tanpa ada rasa keberatan dari Sakti.

"Eh, Ra." Awan menepuk lengan Raina, membuat lamunannya buyar.

"Kamu mau tau siapa client kita itu nggak? Kebetulan dia lagi ada di sini". Awan menunjuk meja nomor dua di belakang Raina. Menoleh. Seorang wanita cantik dengan rambut coklat yang tergerai indah duduk anggun sambil bercengkrama dengan beberapa orang yang bergabung di meja makannya, sesekali tertawa, aura dari wanita itu benar-benar berbeda, seperti wanita berkelas.

Raina menelan ludah, dia tidak pernah melihat ada mahasiswa secantik itu di kampusnya.

"Mahasiswa baru, yang kebetulan juga anak gubernur". Awan menjawab rasa penasaran Raina.

Raina mengangguk pelan, kepalanya kembali dihinggapi pertanyaan. Apa pendapat Sakti jika tau ternyata fansnya secantik itu?.

***

"Dari mana Ra?". Kayla menyapa Raina yang membawa bungkusan makanan.

"Dari kantin". Raina menjawab singkat, meletakkan bungkusan makanan itu di atas meja, melirik sekitar.

"Kalo kamu nyariin Sakti, dia tadi aku liat keluar, sempet nanyain kamu juga tapi aku nggak tau kamu kemana". Kayla diam. "By the way, tumben kamu beli makan di kantin, nggak ngajak-ngajak, bungkus pula, Buat aku ya?, tau aja aku belum makan".

"Kira-kira Sakti kemana ya?". Kayla mencelos, rupanya sejak tadi Raina sama sekali tidak mendengarkannya.

"Sakti kemana? Bentar". Kayla pura-pura memegangi kepalanya. "Ups, aku lupa, aku bukan peramal". Raina menepuk lengan Kayla, temannya ini sama sekali tidak pernah kehilangan selera humor.

"Aku serius Kay".

"Aku juga serius Ra, mana aku tau dia kemana". Kayla mengangkat bahu. "Lagi di kerumunin fansnya mungkin, ku dengar sekarang si Sakti punya fanbase sendiri, gila nggak sih, dia udah jadi kayak sekelas aktor korea".

Raina tersedak, ia sama sekali tidak tau hal itu, membuatnya tiba-tiba teringat wanita cantik yang ada di kantin tadi. Apakah Sakti telah bertemu dengannya?

Raina tidak mengerti mengapa sekarang dia mulai gelisah.

"Makanya jangan coba-coba jaga jarak sama Sakti, kalo perlu di kasih hak paten, biar nggak ada yang mau sengketa".

Raina mengerti maksud perkataan Kayla, perkataan dari temannya yang selalu saja ceplas ceplos itu sukses membuatnya kesal. Berdiri.

"Daripada ngurusin aku, mending kamu urusin perasaan kamu tuh sama anak jurusan sebelah, si Bintang, nggak capek apa stalking terus? Nyapa duluan aja kamu nggak berani". Raina meninggalkan meja, meninggalkan Kayla yang melemparnya dengan bola kertas.

Masih ada waktu sebelum jam masuk kuliah berikutnya, dia masih punya waktu mencari Sakti.

***

"Hai, Ra".

Seorang laki-laki tinggi dengan wajah khas blasteran Bule-Asia menyapa Raina, tersenyum senang memamerkan giginya yang bersih dan tersusun rapi, pada kemeja hitamnya tersampir name tag, name tag yang hanya dimiliki oleh mahasiswa yang memiliki kedudukan penting di kampus.

"Oh, hai". Raina menyapa singkat sambil mengedarkan pandangannya di sekitar koridor, ada banyak mahasiswa disana, menghabiskan waktu sebelum memulai perkuliahan selanjutnya. Tapi ia sama sekali tidak mendapati sosok Sakti.

Laki-laki di hadapan Raina menghela nafas.

"Udah lama nggak ngobrol ya Ra, kayaknya kamu lagi sibuk banget".

Raina mengangguk, secara tidak sengaja. Fokusnya sedang terpecah, orang yang berdiri dekat loker itu Sakti bukan ya?.

"Tumben nggak jalan sama Sakti, biasanya kalian nempel terus keman.."

"Kamu liat Sakti nggak, Bintang?".

"Oh, lagi nyariin dia, pantes dari tadi matanya kemana-mana kayak nyari duit hilang". Bintang, laki-laki blasteran Bule-Asia itu berusaha mengingat-ingat.

"Aku lihat, tadi kalo nggak salah dia ada di koridornya fakultas Animasi".

Fakultas Animasi?. Raina mengangkat alis, itu kan fakultas Awan.

"Ra, kalo kamu lagi nggak sibuk bisa kita ngomong sebentar nggak, udah lama nggak ada kesempatan ngobrol".

"Boleh, kapan?".

"Sekarang".

"Eh, sekarang nggak bisa?".

"Kenapa?".

"Aku harus cari Sakti".

"Kenapa harus cari Sakti, kalian satu kelas kan, nanti juga dia balik ke sini".

Raina diam. Benar juga, kenapa dia dari tadi repot sekali mencari Sakti seperti mencari anak hilang. Padahal kan Sakti bukan anak kecil lagi, tidak mungkin juga dia nyasar, kan.

Menghela nafas. Raina baru sadar dia bertingkah aneh, bayangan tentang wanita cantik di kantin itu entah kenapa mempengaruhi fikirannya.

"Oke, kita ngobrol sekarang aja, Ntang".

Bintang terkekeh, panggilan Raina untuknya membuatnya tertawa, membuatnya teringat akan masa itu.

"Seperti 8 tahun lalu ya".

Mendengar perkataan Bintang membuat raut wajah Raina tiba-tiba berubah. Meredup.

Bintang menepuk dahinya, ia tak sengaja mengatakan hal yang tak seharusnya ia katakan.

8 tahun lalu, tahun yang bahkan jika bisa ingin Raina hapus dari sejarah kehidupan di bumi, juga di kehidupannya.

"Maaf, Ra".

"Maaf kenapa? Kamu ngapain Rain sampai harus minta maaf?".

Suara itu. Suara orang yang sejak tadi Raina cari. Menoleh. Sakti berdiri di belakang Raina dengan wajah galak, menatap tajam Bintang.

"Sakti, kemana aja?".

Bintang melipat wajahnya, ia tidak pernah menyukai keberadaan Sakti di sekitar Raina. Baginya Sakti hanya orang egois yang tak membiarkan Raina membuka pertemanan dengan lebih leleluasa dan lebih luas. Sakti selalu mengklaim Raina, menguasainya, membuat Raina bergantung dan menempel hanya pada dirinya. Tapi sayangnya Raina tak pernah menyadari hal itu, sementara Bintang tak pernah punya kesempatan untuk memberi tahu.

"Dari fakultas animasi". Sakti masih memandang ke arah Bintang. "Ketua BEM ini habis ngapain kamu Rain?".

"Bukan urusan kamu". Bintang menjawab cepat. Sementara Raina mencoba menjelaskan.

"Kita cuma mau ngobrol bentar Sakti".

"Aku ikut". Sakti menjawab datar. Ditambah tingkah Sakti yang seperti ini. Bintang semakin meneguhkan hatinya untuk tidak menyukai Sakti.

"Orang gila, kamu tukang nguping?".

"Aku cuma mau mastiin kamu nggak ngapa-ngapain Rain".

"Oke, kalo gitu kamu bawa juga sekalian orang di belakang kamu, biar nguping bareng".

"Eh, " Raina mengangkat alis mendengar perkataan Bintang. Ikut mengikuti arah pandang Bintang. Seorang wanita muncul dari balik punggung Sakti, melambaikan tangan dengan senyum ramah.

Raina menggigit bibir. Itu si adik tingkat yang ia lihat di kantin. Wanita cantik itu. Seketika Raina hanya bisa diam saat wanita itu memperkenalkan diri. Namanya Vanya, mahasiswa tahun pertama jurusan Animasi. Ya Tuhan dari jarak sedekat ini Raina bisa mencium aroma parfum mahal dari wanita itu, juga wajahnya yang benar-benar cantik, Raina merasa ia hanya seperti kurcaci berkulit hitam saat berada di dekatnya.

Ternyata Sakti telah bertemu dengan fans cantiknya. Mereka terlihat akrab. Dan untuk pertama kalinya entah mengapa hati Raina di selubungi rasa gelisah.

Meski saat ini ia masih tak mengeti, kegelisahannya karena bertemu wanita yang terlampau cantik. Atau malah kegelisahan Sakti akan menjauh darinya.

Apakah ini artinya Sakti akan setuju dengan projek ulang tahun itu?.

"Tidak Rain".

Sakti menjawab, masih sama tegas dengan sebelumnya. Menyilangkan tangannya di depan dada. Kini mereka berada di kelas. Jam perkuliahan selanjutnya akan segera mulai.

"Tapi kalian terlihat akrab, anak gubernur itu terlihat sangat menyukaimu".

Sebenarnya Raina mengharapkan jawaban penolakan dari Sakti. Misalnya, Sakti menyangkal bahwa mereka akrab. Tapi sayangnya Sakti hanya diam, tak mengatakan apapun.

"Apa kau juga menyukainya, Sakti?".

Untuk sekali lagi ia mengharapkan penyangkalan dari Sakti. Tapi entah kenapa Sakti kembali tak memberikan jawaban. Membuatnya merasa kecewa.

Tunggu, kecewa?. Raina meremas jari, ia tak mengerti perasaan macam apa yang sedang menghinggapi hatinya.

"Dia memang cantik, tak heran bahkan jika sekalipun kamu suka padanya".

"Jangan salah paham Rain".

"Aku tak salah paham, aku mengerti".

Raina tersenyum, ia sama sekali tak salah paham, Vanya cantik, Sakti pasti menyukainya. Tak ada bentuk kesalah pahaman apapun disini.

"Baiklah, kalau begitu, aku ganti pernyataannya. Jangan cemburu Rain".

Wajah Raina memerah, ia tak menyangka Sakti akan berkata begitu. Mana mungkin Raina cemburu pada Sakti. Sakti itu sahabatnya, hanya sahabatnya.

Bergegas mengalihkan pandangan, Raina tidak mau Sakti melihat semerah apa wajahnya sekarang.

"Ternyata Bintang memang benar, kamu orang gila. S.. Siapa bilang aku cemburu!".

Raina memainkan jarinya di atas meja, andai Kayla tidak menghilang dari kelas ia bisa mengalihkan perhatian dengan mengobrol. Tapi entah dimana teman sekelasnya itu sekarang, mungkin sedang menjadi stalker Bintang seperti biasa. Untuk pertama kali dalam hidupnya Raina menyesal tidak punya handphone.

Sedangkan tanpa Raina sadari, Sakti yang duduk di belakangnya tersenyum senang dengan wajah memerah.

----