Kayla Anindya bisa dibilang bukan antisosial. Tingkahnya ramah. Punya banyak teman, geng gadis-gadis gosip ujung kantin selalu jadi tempat tongkrongannya setiap ada kesempatan. Baginya selalu menyenangkan mendengar para gadis berbicara tentang cowok-cowok ganteng di kampus. Mulai dari Sakti. Si perfect yang gayanya cool abis tapi selalu nempel pada cewek culun, Raina. Awan, mahasiswa senior jurusan animasi yang wibu akut dan udah lama nggak skripsi-skripsi tapi gantengnya nggak bisa di tolak. Hingga Bintang, si ketua BEM yang digilai banyak mahasiswa.
Kayla sering marah saat gadis-gadis itu mengejek teman sekelasnya Raina adalah gadis culun yang nggak tau diri nempel pada Sakti. Menurutnya bukan Raina yang menempeli Sakti, tapi sebaliknya. Raina tidak seburuk yang diceritakan orang-orang. Dia sangat baik, Kayla menyukai Raina meski tingkahnya terkadang aneh. Raina telah ia anggap teman baik meski Kayla tak mengerti kepribadian temannya yang seakan penuh misteri itu.
Kayla selalu sabar menunggu gadis-gadis itu bicara panjang lebar, menyeruput jus alpukatnya dengan santai, ia tidak pernah mau terlibat pembicaraan terlalu banyak. Lebih suka mendengarkan. Hingga akhirnya gadis-gadis itu masuk ke dalam topik yang dinantikannya.
"Guys, gue denger ketua BEM kita abis pidato di istana negara mewakili seluruh mahasiswa Indonesia dua hari yang lalu loh, keren banget nggak sih".
"Wah, gila sih, itu orang kok bisa perfect banget gitu ya, ganteng, pinter, kaya. ngidam apa sih ibunya?". Gadis lain menjawab heboh, bertepuk tangan.
"Tapi kalo masalah siapa yang paling oke sih menurut gue masih oke an si Sakti, cuma bedanya dia nggak pinter ngomong aja kayak Bintang, trus nggak setajir keluarga Bintang". Beberapa gadis setuju, mengangguk antusias. Sedangkan yang lain menggeleng termasuk Kayla. Bintang jelas jauh lebih oke baginya.
"Kabar baiknya buat kita nih, katanya Bintang itu masih belum punya cewek". Gadis lain menimpali.
"Walaupun gitu nggak mungkin mau juga kali sama kita-kita. Sadar diri aja lah. Kelasnya beda". Gadis-gadis itu tertawa. Kayla menghela nafas. Benar, mahasiswa biasa seperti mereka tidak akan mungkin bisa mendekati mahasiswa superior seperti Bintang. Seperti namanya, dia bagaikan Bintang yang bersinar tinggi di langit. Dan Kayla hanya seekor monyet yang bisanya hanya memandang dari bawah. Mengidamkan bisa menggapainya.
Apa tak ada cara untuk bisa dekat dengan Bintang?.
"Tapi katanya ada sih cara kalo mau Bintang notice sama mahasiswa biasa kayak kita. Kita ikutin aja ukm yang dia ketuain, dijamin bakal bisa berkomunikasi deh sama dia, tapi jangan berharap terlalu banyak". Salah satu gadis yang selalu menjadi sumber informasi geng gosip mereka memberi tahu.
Kayla mendengarkan dengan serius. Menyimak si ratu gosip itu memberi informasi. Hati Kayla sedikit di hinggapi harapan.
"Besok ada ukm baru yang resmi di buka oleh BEM kampus, namanya ukm event. Jadi ukm itu dibuka buat mahasiswa berbakat yang bakal jadi pengisi acara kalau kampus kita lagi ngadain event resmi atau nggak resmi. Dan kebetulan ukm ini diketuain langsung sama Bintang".
Jantung Kayla berdegup, dia bisa ikut ukm itu untuk bisa memandang Bintang lebih dekat. Iya, hanya memandang. Tak pernah berani mengajak berbincang.
"Tapi guys, kabar buruknya ukm itu nggak dibuka untuk umum, tapi jalur undangan. Bintang sama jajarannya yang milih langsung mahasiswa yang sejatinya memang punya bakat. Apakah dari jurusan seni? Nggak juga, katanya mereka adil kok, semua jurusan mereka perhatikan, tapi ya gitu, orang berbakat doang yang dipilih".
"Kan bisa ikut ukm yang lain yang diketuain Bintang juga, apa nggak bisa?". Gadis lain bertanya.
"Nggak bisa". Si ratu gosip menggeleng. "Ukm yang lain udah terlalu penuh, nggak buka pendaftaran lagi untuk tahun ini".
Wajah Kayla lesu. Berbakat di bidang seni?. Lupakan saja, mendengar suaranya sendiri saat bernyanyi di kamar mandi saja dia sakit telinga.
"Dan katanya undangannya di serahin hari ini, besok tinggal daftar ulang buat konfirmasi keanggotaan, kalian ada yang dapet undangannya nggak?". Seluruh gadis di geng itu menggeleng.
"Berarti kita nggak termasuk orang berbakat menurut mereka". Mereka tertawa, namun kali ini tidak sekeras tawa sebelumnya. Sadar mereka tak punya bakat apapun selain bergosip membuat perasaan mereka sedikit terlukai.
Kayla terkulai di tempat duduknya, menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangan.
Kesempatannya telah hilang bahkan sebelum mencoba. Mungkin Kayla harus menerima kenyataan kalau selamanya ia hanya akan menjadi stalker, pengagum dari jauh.
***
"Aku mau pulang duluan, Ra. Bisa tolong absenin nggak?".
Kayla mengambil tasnya. Masih lemas. Sebenarnya Kayla benar-benar tak mengerti mengapa jatuh cinta bisa sebegitu rumit baginya. Sampai harus mempengaruhi moodnya untuk belajar seperti sekarang. Harusnya dia belajar saja yang benar, jadi sarjana, dapat kerjaan bagus, sukses. Akan banyak laki-laki yang mendekat. Namun perkara hati tak pernah se-sederhana itu, bahkan dalam beberapa kasus bukan hanya membuat malas belajar. Pun bisa membuat makan tak enak, tidur tak nyaman.
"Kenapa Kay, kamu sakit?". Wajah Raina khawatir. Kayla menggeleng.
"Lagi males aja".
"Ya udah, istirahat diruang kesehatan aja gih nggak usah pulang, jam selanjutnya kan ada kuis, sayang kalo kamu nggak ikut".
Kayla menggeleng. Dia sama sekali tidak punya niat istirahat di ruang kesehatan. Terakhir kesana yang ia dapat hanya berisik. Berisik yang aneh. Membuatnya begidik geli. Ruangan yang terlampau sepi itu harusnya di musnahkan saja.
"Kayaknya nggak deh, aku pulang aja".
Kayla hendak melangkah meninggalkan ruang kelas, namun sudut matanya menangkap sesuatu, sebuah amplop berwarna biru yang di sudut kirinya tertempel logo BEM di tangan Raina.
"Ra".
"Ya?".
"Itu amplop apa?".
"Oh, ini amplop undangan buat jadi anggota ukm event. Tadi ada anggota BEM yang ngasihin sama aku, sama Sakti juga".
Kayla melirik Sakti yang membaca sekilas amplop biru itu, berdecih pelan, kemudian memasukkannya ke dalam tas. Tidak peduli.
Bergegas duduk dan mencek laci meja. Kayla berharap semoga dia dapat amplop juga, siapa tau kan ada yang menyelipkannya di laci meja saat dia tidak ada?.
Tapi laci itu kosong, tidak ada amplop biru disana. Kayla menghela napas berat.
"Kamu bakal ikut ukm itu, Ra?".
"Belum ku putusin sih, soalnya aku sama Sakti juga pekerjaan di luar. Aku nggak yakin bisa bagi waktu". Raina diam, memandang Kayla yang menyeka sudut matanya, dia kelilipan debu di laci.
"Oh!". Raina berseru. "Aku ngerti! Kamu pengen ikut ukm ini kan biar bisa stalking Bintang dari dekat?". Raina menggoda temannya. Tertawa.
"Aku bisa ngasih undangan ini ke kamu Kay".
Kayla terkejut. Memandang Raina dengan mata berbinar.
"Serius Ra?".
Raina mengangguk. Kayla langsung memeluknya erat, membuat mereka hampir terjengkang dari kursi.
"Makasih Ra, kamu baik banget." Raina tertawa. Mengangguk. Menyerahkan amplop biru pada Kayla. Ia merengkuhnya erat. Akhirnya Kayla punya kesempatan untuk melihat Bintang dari dekat.
Bagai sang monyet yang sudah memiliki roket untuk terbang ke bintang.
Di tempat duduk belakang, Sakti hanya mengangkat sebelah alisnya, menatap Raina dan Kayla heran. Hampir saja ia berlari saat melihat Raina hampir terjengkang di peluk. Takut Raina jatuh ke lantai.
***
"Nama?".
"Mmm.. Bella Raina".
Kayla menjawab kikuk. Menyerahkan amplop biru sebagai tanda validasi. Beruntung geng gosipnya tak ada yang mendapat undangan, juga teman sekelasnya. Tentu saja selain Sakti yang untungnya tak pernah peduli urusan orang lain. Jadi tak ada yang mengenalinya saat ini.
Mahasiswa yang duduk di sebrang meja penerimaan menatap curiga. Bella Raina sepertinya tidak berwajah bulat dan berambut pendek. Tapi ia akhirnya mengabaikan. Memanggil calon anggota lain yang sudah mengantri.
Kayla menghela nafas. Lega mahasiswa tadi tidak bertanya macam-macam.
Saat Kayla hendak melangkah masuk ke ruangan anggota, tiba-tiba seseorang yang sama sekali tak asing melintas di depannya. Wangi tubuh orang itu menguar, menyisakan aroma menenangkan di hidung Kayla. Menatap terpaku. Untuk pertama kalinya Kayla berjarak sedekat ini dengan orang yang dikaguminya. Bintang Salendra.
"Bella Raina daftar jadi anggota, Rik?". Mahasiswa yang berada dibelakang meja penerimaan mengangguk. Menatap datar Bintang yang bertanya dengan wajah sumringah, terlihat sangat senang.
"Mana?". Mahasiswa yang dipanggil Rik itu menunjuk Kayla, membuatnya membatu. Raina tidak pernah bilang kalau dia dan Bintang saling kenal.
Bintang mendekat, menatap dengan wajah bingung.
"Anda siapa ya?".
Kayla menelan ludah, dia harus mencari Raina sekarang. Meminta Raina menjelaskan. Di tatap Bintang untuk pertama kalinya membuat mulut Kayla seakan terkunci, tak bisa mengatakan apapun.
Tanpa pikir panjang Kayla berlari meninggalkan ruangan pendaftaran. Berlari sekencang mungkin. Dia harus menemukan Raina segera.
***
"Apa-apaain ini Ra?".
Bintang menatap bingung. Raina diam. Merasa tak enak sekaligus bingung harus menjelaskan dari mana. Sedangkan Kayla menatap Raina khawatir, ia tidak menyangka kalau kebohongan kecil ini bisa membuat Bintang marah.
Sakti berdiri di depan pintu, menunggu Raina. Beberapa mahasiswi yang berlalu lalang di depan ruangan BEM menatap terpesona.
"Maaf Bintang, aku nggak bisa ikut ukm itu, aku punya kegiatan di tempat lain".
"Tapi kenapa harus ada orang lain yang pura-pura jadi kamu buat masuk ukm ini, Ra? Aku nggak papa kalo kamu nggak bisa ikut, tapi kita nggak perlu orang lain buat gantiin kamu. Kamu lihat kita main-main?. Ukm ini dibuat hanya untuk yang berbakat aja Ra. Kamu berbakat dalam mural dan dekorasi, itu sebabnya kami nge-rekrut kamu".
Kayla meremas ujung bajunya, secara tidak langsung Bintang meremehkan kemampuannya.
"Tapi Ntang... Kayla".
"Makasih buat waktunya ya Ra, temen kamu juga, next time jangan begini lagi, sebaiknya kalian.."
"Aku tidak pernah putus asa!".
Kayla akhirnya buka suara dengan tangan yang masih gemetaran.
"Aku mungkin memang tidak punya kemampuan sehebat Raina. Tidak punya bakat seperti dia. Tapi aku orang yang tidak pernah menyerah. Belajar lebih keras dari orang lain. Jika kamu memberi kesempatan. Aku berjanji akan jadi orang yang berguna dalam ukm ini, aku berjanji".
Bintang diam, menatap wanita mungil dengan rambut pendek dihadapannya. Kemudian memandang Raina. Raina menatapnya memohon. Membuat Bintang menghela nafas.
"Baiklah, aku berikan kesempatan, semoga kamu bisa menepati janji dengan baik". Bintang tersenyum.
"Selamat datang di ukm event".
Kayla menatap tak percaya, kemudian memeluk girang Raina. Berkali-kali berucap terima kasih.
"Kalau ada apa-apa kamu tanggung jawab ya, Ra". Bintang memegang lengan Raina. Berbisik. Raina mengangguk, tersenyum. Membuat pipi Bintang tiba-tiba menghangat.
"Kalo udah, kita mau cabut". Sakti melepaskan pegangan Bintang dari lengan Raina.
"Nggak perlu pegang-pegang bisa kan?". Kata-kata Sakti dibalas tatapan kesal oleh Bintang. Mereka saling melempar tatapan tajam.
Bagi Raina, hal seperti ini sudah biasa. Sakti dan Bintang memang tak pernah akur. Selalu bertengkar setiap bertemu. Namun bagi Kayla yang baru pertama kali melihatnya. Ini benar-benar pemandangan yang luar biasa.
"Ra". Kayla berbisik, masih menatap Sakti dan Bintang.
"Ya?".
"Kok kamu tahan sih nggak terpengaruh sama dua cowok wajah malaikat gini". Kayla menyeka hidungnya.
"Astaga Kay! Hidungmu berdarah!". Raina berseru panik.
---