Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 6 - Pertemuan

Chapter 6 - Pertemuan

Mall plaza.

Protagonis sedang duduk santai di cafe mall pada jam tujuh malam. Ia minum satu cup kopi dari cafe.

Tiba-tiba ada seorang gadis berwajah imut, dengan gaun yang hitam warnanya. Aneh sekali karena rambutnya berwarna perak, tak ada satupun orang di dunia ini memiliki rambut perak.

Umumnya orang lokal punya rambut hitam atau cokelat. Mungkin saja dia cosplayer yang Melakukan cat pada rambutnya. Kuping palsu itu mungkin dia berperan sebagai seorang dengan ras elves. Bukan kuping elves tapi kuping setengah elves.

Ia berjalan kearah Nirvana, melambaikan tangan sebagai tegur sapa.

Berdiri dihadapannya membuat Nirvana merasa agak canggung.

"Hai juga." Nirvana balas menyapa.

Gadis cosplayer masih berdiri.

"Permisi, boleh tanya?" gadis cosplayer mencari informasi.

"Silahkan." Nirvana membalas dengan ramah.

"Apa kamu kenal raja iblis Diablo?" Tanya gadis cosplayer.

Dari pertanyaannya, sudah pasti merujuk pada kenalan.

"Tidak kenal. Lagi pula raja iblis hanya ada didunia fantasi. Di dunia ini tidak ada yang namanya raja iblis Diablo," ujar Nirvana.

"Begitu.... Berarti dua celah time-rift itu berasal dari dua dunia berbeda." Satella merenung. Menaruh jari telunjuknya didagu seolah sedang berfikir.

Satella POV .

Rencana ku adalah mencari tahu apakah kedua celah time-rift berhubungan?

Kalau seandainya iya....

Seandainya berasal dari dunia yang sama, maka harapan untuk menang tetap ada.

Pertama, aku masuk dari time-rift di Geffenia. Setelah aku melenyapkan semua ahli sihir yang membuka time-rift, maka time-rift bisa ditutup dari duniaku.

Ketika Golem menutup jalur kabur ku, alternatif jalan kabur adalah lewat time-rift yang berada di ibu kota kerajaan.

Kalau ini dunia yang sama, maka sekarang aku sedang meneliti rute kaburnya.

Lalu aku bunuh diri, mengaktifkan restart nya. Maka aku telah hapal jalan kaburnya. Loop waktu yang berikutnya, aku tidak masuk dari lubang ibu kota tapi Geffenia. Aku sudah hapal rute kaburnya.

Tapi aku keliru, dua time-rift berasal dari dunia yang berbeda.

Aku akan kembali ke Geffenia sekarang.

POV end....

Nirvana melihat gadis cosplayer sedang melamun.

Kemudian gadis cosplayer pergi.

"Tunggu dulu!" Nirvana memanggil seolah masih penasaran.

"Ada apa?" Satella menoleh, lalu ia balik badan.

"Namamu, berikan aku namamu!"

"Namaku Satella."

"Apa maksudnya bintang Stella itu. Namamu meniru nama bintang kan," ucap Nirvana.

"Terkadang aku juga suka dipanggil Stella, sesekali," ucap Satella.

"Heh.... Kamu suka astronomi, ya? Tertarik dengan bintang-bintang? Kalau begitu namamu? Beri aku namamu juga!" Pinta Satella.

"Nirvana."

Setelah mereka bertukar nama, Satella kepikiran untuk menunda pulang.

"Nama kamu itu berdasarkan apa?" Tanya Satella.

Satella Mengukir senyum tipis dibibirnya seolah tertarik dengan kenalan barunya.

"Jadi basicly, ini nama kelompok pemusik dari benua Eropa." Nirvana pun cengengesan membahas hal ini.

"Kelompok musik dari benua Eropa itu menamakan kelompoknya jadi Nirvana, berdasarkan apa?" Entah bagaimana ia seperti anak kecil yang betah ditempat penitipan anak.

Nirvana mengerutkan keningnya. Lalu bernapas panjang, tersenyum masam.

"Well, jadi Nirvana berasal dari bahasa Sansekerta. Nirvana dalam Sansekerta artinya, kebahagiaan abadi," ujar Nirvana.

"Apa katamu, kebahagiaan abadi?" Satella seperti sedang nahan tawa. Menutupi mulut dengan telapak tangannya. Matanya pun terpejam beberapa saat.

"Kamu melawak ya?" Tawa Satella semakin tidak tertahan. Seolah tawanya hampir mau lepas setelah ditahan sejak awal.

Apanya yang lucu? Pikir Nirvana.

"Ku ... ku ... ku, terdengar seperti dongeng utopia saja," kata Satella.

"Sudah, aku mau pulang dulu, bye." Satella melambaikan tangannya sebagai gestur berpamitan. Balik badan, melangkah kearah pintu keluar plaza.

"Tunggu!" Nirvana memanggilnya.

Padahal sudah mau pergi, ia balik badan kemudian menghampiri Nirvana lagi.

"Apa lagi?" Satella mengangkat bahunya.

"Mau aku antar?" Tanya Nirvana.

"Beneran, huh? Nantinya kamu gak bisa kembali loh," kata Satella.

"Tidak bisa kembali, kamu sedang mengada-ada?" Tanya Nirvana.

"Yasudah kalau gak percaya sama aku. Kalau kamu mau ikut aku, ya ikut saja." Satella dengan santainya, menyipitkan sebelah matanya.

"Ayo ikut!" Satella Sudah melangkah tanpa menunggu balasan.

Alhasil Nirvana mengikutinya. Pada awalnya Nirvana pikir kalau Satella menuju rumahnya. Mungkin hanya sekadar mengantar sampai rumah. Berkesempatan mengajaknya tuk jalan-jalan dikemudian hari.

Itulah pikirnya....

Jalan keluar dibelakang mal, sebuah jalan alternatif yang terpisah dari jalan raya.

Nirvana mengikuti dari belakang.

"Kenapa lewat sini?" Tanya Nirvana.

"Memang harusnya lewat sini kok. Kamu tenang saja, sudah dekat kok," kata Satella.

"Dekat kok." Satella menoleh kearah belakang, menebar sedikit senyum manis. Sebelum kembali melangkah kedepan dengan riang.

Waktu sudah malam, langitnya juga gelap. Lampu penerangan jalannya menyala tiap beberapa radius dekat. Kadang ada lampu yang redup, ada yang mati lalu nyala lalu mati.

Disalah satu sisi jalan yang diterangi oleh cahaya lampu, ada kegelapan. Seperti gumpalan hitam, ada rona bintik-bintik putih. Satella tahu itu sebagai time-rift. Tetapi, Nirvana menganggap itu fatamorgana saja.

Ternyata time-rift yang satunya lagi telah menghubungkan dunia Satella dan dunia Nirvana yang bernama bumi. Nirvana sedikit aneh ketika memandang fenomena keretakan dimensi yang didepannya. Lubang hitam, bintik-bintik putih disetiap ujung, corak seperti retakan kaca.

Tinggal selangkah lagi melewati time-rift, Satella berbalik.

"Ayo, kamu duluan!" Pinta Satella.

"Melewati rona hitam mencurigakan ini?" Tanya Nirvana, tidak yakin.

"Gak mau, ya sudah. Aku tinggal!" Satella melangkah memasuki celah time-rift.

Satella tanpa keraguan memasuki time-rift, kemudian hilang ditelan lubang hitam misterius itu.

"Hilang?" Nirvana kaget.

Karena penasaran, akhirnya menyusul.

Memasuki dunia paralel....

**************

Las Castella.

Yang dilihatnya bukan lagi kota modern. Nirvana meninggalkan era modern abad 21. Berada di dunia paralel berlatar abad 18. Tidak ada mobil, jalannya disusun oleh batu cobblestone, bukannya aspal yang umumnya terdapat di kota modern. Meski berlatar di era pertengahan agak maju ke jaman Victoria, tapi peradabannya maju.

Kalau saja dilihat dari banyaknya bangunan bertingkat dengan model arsitektur yang artistik, ini adalah kemajuan untuk ukuran jaman Victoria. Mungkin mesin uap belum ditemukan, atau mungkin sudah. Rumah disini biasanya tingkat tiga sampai empat. sementara untuk bangunan penting punya jumlah lantai yaitu tujuh hingga sebelas.

"Hei, kamu akhirnya ikut juga," kata Satella.

"Apa ini dunia paralel?" Tanya Nirvana.

"Ini duniaku,jadi selamat datang ya. Aku lupa ngasih tahu, aku berniat menutup time-rift sekarang! kalau mau pulang sekarang kesempatan mu. Silahkan tentukan pilihanmu!" Satella meminta Nirvana memilih kembali ataukah tidak.

"Aku suka tempat ini. Aku tinggal didunia ini." Nirvana memberi jawaban.

"Bagus." Satella senang.

Kemudian ada empat mage berdiri diarea time-rift. Mereka melakukan teknik penyegelan. Mereka sedang menyegel keretakan dimensi.

"Mereka sedang menutup jalan pulang kerumah mu loh." Satella terkekeh.

"Sudah, jangan hiraukan mereka. Ikutlah denganku." Mereka menuju alun-alun kota. Entah bagaimana, membuat Satella lebih berleha-leha. Terlalu santai bagi ukuran staf ahli dari kementerian sihir.

Jelas-jelas keretakan dimensi terjadi, tapi Satella malah santai-santai.

Jalan-jalan disepanjang jalanan ibu kota.

Tau-tau Satella teringat ingatan tentang tiga jam sebelum time-rift muncul.

Flashback!

**************

Istana kerajaan.

Istana kerajaan, letaknya diposisi paling tengah ibukota. Ini megah, terlampau megah. Bila dilihat dari menara sebelas lantai, istana raja adalah yang termegah dan paling mencolok.

Benteng Royal Castella.

Royal Castella adalah nama kastil utama keluarga kerajaan. Di sini tinggal hampir seluruh keluarga kerajaan dan kerabatnya. Putri berdarah bangsawan seperti Satella sangat diperkenankan mengunjungi istana kalau memiliki kepentingan. Putri ningrat seperti Satella juga mendapatkan perlakuan spesial di rumah tangga keluarga kerajaan.

Satella sedang berdiri di satu ruang aula istana. Yang menghampirinya tidak lain adalah Chamberlain istana. Chamberlain memperlakukan Satella dengan sopan.

"Apa ada yang bisa ku bantu?" Tanya Chamberlain.

"Aku putri ketiga dari house of Charlotte. Tapi aku datang sebagai staf ahli kementerian sihir, karena suatu urusan. Tolong pertemukan diriku dengan raja. Eh-- maksudku Baginda raja," ujar Satella.

"Silahkan tunggu disini. Apabila butuh sesuatu, tolong katakan pada pelayan kerajaan." Chamberlain istana pun pergi. Akhirnya Satella harus duduk menunggu diruangan tunggu.

Duduk disebuah sofa.

"Semua anak-anak raja sedang bersaing mengelola kota bagian." Satella berbicara sendiri, sesekali melihat-lihat lukisan dari seniman terkenal yang ada didinding istana. Kala melewati lorong, tidak jarang melihat bingkai poto orang-orang terdahulu dengan historinya.

Tak lama datanglah seorang dengan pakaian kebesaran, mahkota yang mewah. Memegang tongkat yang biasa disebut royalty staf. Dibalik kebesarannya, hanya pria tua yang sudah tidak mampu memimpin kerajaan. Fisiknya dilemahkan usia, pemikirannya menjadi tumpul oleh usia. dua sampai empat tahun lagi, mungkin raja akan terkena gejala kepikunan.

Raja berjalan diiringi beberapa maid yang sigap kala diberi perintah. Ada dua orang wanita muda yang cantik mengiringi raja.

"Mereka bukan ibu ratu ataupun permaisuri. Lantas mereka siapa?" Satella berbisik sendiri. Pikir Satella mereka itu terasa asing baginya.

Mereka adalah selir raja. Istilah lain adalah dayang dayang nya raja.

Satella kecil, sering berkunjung ke istana kerajaan. Satella dibawa keluarganya. Ketika Satella kecil ia sesekali bermain dengan anak-anak raja. Kadang bermain dengan anak dari kerabat keluarga kerajaan dan sebagainya.

Misalnya pangeran kedua yang bernama Philips. Saat kecil mereka suka bermain bersama di taman istana, saking akrabnya sang raja sampai membuat satu candaan.

Raja bergurau bahwa Satella dan Philips serasi. Waktu itu mereka berusia sepuluh tahun. Sang raja membuat guyonan, yaitu meminta Satella untuk memanggil ratu dengan sebutan ibu ratu. Sementara itu memanggil istri raja yang lain dengan sebutan nyonya saja. Biasanya yang memanggil sebutan ibu ratu adalah sang anak. Seolah Satella sudah direncanakan menjadi menantu sang ratu dan rajanya.

Satella tidak menanggapi dengan serius. Butuh sembilan puluh tahun lagi bagi Satella untuk mencapai pubertas. Bangsa elves mencapai masa keremajaan diusia seratus tahun. Walau fisiknya sudah remaja sejak usia tujuh belas, mentalnya belum. Bahkan belum pubertas, itulah ras elves.

Gelar ratu dipegang istri kedua raja, istri pertama sudah lama meninggal. Ibu pangeran pertama. Pangeran pertama adalah yang paling terampil di bidang kemiliteran. Sementara Philips dewasa berbakat di dalam mengelola unit ekonomi.

Akan tetapi ternyata Satella terlibat satu keakraban dengan pangeran keempat.

Sesungguhnya hubungannya dengan para pangeran hanyalah pertemanan belaka.

Tapi ditanggapinya lain.

Sementara pangeran kelima adalah yang terobsesi pada sosok Satella.

Pada akhirnya sang raja menyambut.

"Jadi, ada cucunya lord Sebastian berkunjung kemari?"

"Selamat datang putri bangsawan yang nantinya menjadi menantuku."

Raja bergurau.

~Bersambung~