Hye Seon sebenarnya ingin bertanya lagi bantuan macam apa yang So Hwan inginkan dari dirinya. Ia merasa tak bisa berbuat banyak untuk orang sehebat So Hwan.Tampaknya Hye Seon harus sabar menunggu sampai So Hwan menjelaskan padanya.
Mobil BMW hitam So Hwan melaju kencang menuju jalan di mana toko buku "Read" berada. Rupanya hari ini jalanan yang mereka lalui cukup macet, jadi butuh waktu sekitar setengah jam lebih lambat untuk bisa sampai di depan toko buku. Sebelum Hye Seon sempat untuk membuka pintu mobil, So Hwan melarangnya keluar. Ia kemudian pergi ke toko. Dari jendela kaca, Hye Seon bisa melihat So Hwan berbicara pada Kim Suk Ju. Lelaki itu tampak serius, begitu juga Kim Suk Ju. Setelah urusannya selesai, ia bergegas keluar dan masuk ke dalam mobil. Hye Seon langsung mencecarnya dengan pertanyaan.
"Oppa, aku harus pergi ke toko, kalau tuan Kang tahu aku bisa dihukum. Apa yang sebenarnya terjadi?" Hye Seon tampak kebingungan sekali. Ia mengharap So Hwan bisa menjelaskan maksudnya melarang keluar mobil dan pergi ke toko.
"Aku minta ijin pada Tuan Kang untuk mengijinkanmu tidak bekerja hari ini. Aku bilang aku sangat perlu bantuanmu jadi aku mohon supaya kamu diperbolehkan tidak masuk hari ini. Tuan Kang mengijinkanmu."
"Apa??? Oppa? Apa yang kau lakukan? Tapi.."
Mata Hye Seon melebar.
"Sudahlah, nanti aku jelaskan!"
Tanpa memberi kesempatan pada Hye Seon untuk bertanya lagi, So Hwan kembali menghidupkan mesin mobilnya dan membawanya melaju kencang menuju jalan-jalan utama kota Seoul. Ia jelas sedang memikirkan sesuatu. Ia menghadapi masalah yang ia sendiri tak tahu bagaimana harus menyelesaikannya dan ia ..sepertinya butuh orang seperti Hye Seon untuk membantunya.
Hye Seon semakin lama tahu ke mana ia akan dibawa pergi So Hwan. Pohon-pohon Ginko yang berjajar rapi di sepanjang jalan terlihat cukup familiar di hadapannya. So Hwan mengajak Hye Seon kerumahnya lagi. Apa yang sebenarnya orang ini inginkan?
Setelah sampai di depan pintu gerbang, secara otomatis pintu itu terbuka dengan sendirinya. Hye Seon tak begitu kagum kali ini. Mungkin karena sudah dua kali ia melihatnya. Tanpa menunggu So Hwan membukakan pintu mobil untuknya, Hye Seon langsung turun dari mobil.
Udara sejuk di halaman rumah indah ini berhembus lembut. Hye Seon tampak sedikit terhibur. So Hwan memperhatikan gadis itu sejenak kemudian mengajaknya masuk. Hye Seon berjalan mengekor di belakangnya.
"Kau mau minum apa?"
So Hwan menawarkan minum pada Hye Seon yang agak kikuk masuk ke dalam rumah keluarga Kim. Gadis itu tak menjawab. Matanya begitu tertarik pada lukisan-lukisan yang dipasang di dinding di sepanjang tembok menuju ke ruang keluarga. Ternyata di ruang ini ada foto keluarga Kim. Baru sekarang Hye Seon secara jelas melihat sosok tuan Kim Sang Jung, ayah Kim So Hwan.
"Itu, apakah ayah oppa?" tanya Hye Seon ragu-ragu. Ia masih khawatir jikalau So Hwan akan marah lagi seperti beberapa hari yang lalu di tempat ini.
"Iya.. dialah yang meninggalkan banyak hal yang harus aku urusi.Tapi.. yah sudahlah, aku tadi bilang bahwa aku akan meminta bantuanmu.ehm.."
Kata-kata So Hwan terhenti, Hye Seon melihatnya naik turun karena cemas.
"Bibi Lee yang mengurusi anak kecil, maksudku Kim Min Jung, ijin sehari untuk pergi ke Incheon mengunjungi adiknya yang sedang terkena masalah. Jadi aku mohon bantuanmu untuk mengurusi anak kecil ini. Bagaimana? apakah kau bersedia?"
Wajah So Hwan terlihat begitu memelas.
Hye Seon tertawa geli tidak menyangka ternyata So Hwan memintanya untuk mengurusi Kim Min Jung. Ia kira sesuatu yang .... tunggu, bukankah kisah keluarga So Hwan tak banyak orang yang tahu dan jika So Hwan meminta bantuannya ..itu berarti..
Hye Seon melihat ke arah So Hwan yang sepertinya tampak malu karena terpaksa meminta bantuan Hye Seon untuk hal seperti ini.
"Baiklah aku tidak keberatan, tapi ngomong-ngomong di mana dia?"
"Sedang tidur, tadi kakek yang menjaganya."
"Oh... "
Hye Seon meletakkan tasnya di sofa. Ia baru sadar bahwa hanya ada dirinya dan So Hwan di ruang ini. Mereka untuk sesaat terdiam. Akhirnya So Hwan ijin untuk membersihkan dirinya sementara Hye Seon berkeliling rumah berlantai dua ini untuk melihat-lihat.
Rumah keluarga Kim adalah rumah dengan konsep minimalis modern. Bangunan berlantai dua ini dicat putih dan krem. Halaman rumah yang hampir semuanya tertutup rumput hijau makin memperindah rumah modern ini.
Hye Seon berjalan keluar menuju kolam ikan yang tepat berada di depan teras santai. Ia menikmati riakan bunyi air yang membawa kedamaian.Ah..inikah rasanya menjadi orang kaya? segala hal yang indah bisa selalu dibeli.
"Ah..tidak...kau jahat..kau..penghianat..kau.. kenapa kau tega melakukan hal ini kepadaku? tidak..kau jahat.. kau penghianat..!!!"
Jantung Hye Seon berdetak kencang mendengar teriakan keras dari lantai atas. Ia pun bergegas berlari ke dalam rumah. Ia dapati So Hwan yang sudah memakai baju santai berlari ke lantai atas dengan tergesa gesa. Hye Seon ingin sekali ikut melihat ke atas namun ia agak takut mencampuri urusan orang lain. Akhirnya, ia hanya mematung sendiri di ujung tangga.
"Tidak...kau penghianat.. bagaimana bisa kau berbuat seperti itu..aku sangat mencintaimu.. tapi kenapa..tidak..!!"
Kali ini teriakan itu diiringi oleh tangisan yang amat keras. Hye Seon.. merasa ia harus melihat sendiri keadaan nyonya Kim. Dengan kaki gemetar, Hye Seon menaiki tangga rumah So Hwan menuju lantai atas. Tak ada orang yang terlihat, suasana terasa tenang nan damai di sini. Hye Seon berjalan menuju kamar yang terletak di bagian belakang di mana suara itu berasal.
'"Tidak..kau penghianat..kenapa kau seperti ini?...kau...tidak..mencintaiku!"
Kali ini raungan yang diikuti dengan tangisan keras menggaung di lantai atas. Hye Seon melihat seorang wanita di atas kursi roda meronta dengan tangan yang diikat borgol. So Hwan duduk di depannya menangis tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan ibunya. Hatinya juga kelu, melihat orang tua yang ia sayangi harus menderita seperti ini.
Setelah tak ada teriakan yang terdengar, ia bangkit dari duduknya dan memberikan ibunya obat penenang. Rambut berantakan Nyonya Kim membuatnya tampak tak menarik. Ia memang berada di antara garis mati dan hidup.
"Ini adalah ibuku, apakah kau mau berkenalan dengannya? Masuklah?"
So Hwan mengajak Hye Seon masuk ke kamar ibunya setelah nyonya Kim tenang.
"Hah?" Hye Seon mendadak panik. Ia agak takut untuk mendekati nyonya Kim. Wanita itu dibaringkan ke atas kasur oleh anaknya. Cepat sekali ia sudah tertidur.
"Maaf kau harus melihat semua ini. Inilah ibuku. Dia adalah wanita paling menderita yang pernah aku lihat. Ia menderita karena ayah. Laki-laki yang ia anggap setia ternyata menghianatinya dengan wanita lain. Aku masih ingat di hari naas itu ibu berlari kencang sekali tanpa memakai alas kaki begitu mendapat telepon bahwa ayah kecelakaan."
Kalimat So Hwan terhenti. Ia menyeka air matanya yang mulai menetes lagi.
"Ia menghentikan sembarang mobil yang bisa memberikannya tumpangan pada jam dua pagi. Setelah sampai di TKP, ia mendapati tubuh ayah sudah terbujur kaku tanpa nyawa. Ibu histeris. Ia kehilangan suaminya dalam sesaat. Itu belum seberapa, sampai polisi memberitahu bahwa ada wanita yang ikut bersama ayah ketika mobil mereka terguling dan celakanya wanita itu hamil tua. Ibu yang belum tahu apa-apa membantu sang wanita tadi melahirkan anaknya di mobil ambulans. Setelah melahirkan, ia meninggal. Ia meminta maaf pada ibu bahwa selama ini telah mencintai suaminya dan hidup secara diam-diam dengan ayah. Anak yang lahirkan adalah anak ayah. Kim Sang Jung yang aku banggakan."
Bulir air mata So Hwan semakin deras menetes. Tangannya mengepal menahan amarah yang amat sangat. Kekecewaannya pada ayahnya seperti sudah mengalir bersama setiap sel darahnya. Apalagi setiap melihat kondisi ibunya yang seperti ini.