Hari minggu ini Hye Seon tidak bisa keluar. Ia harus meringkas tugas yang diberikan oleh Mr. Hwang dan menyerahkan papernya pada hari Rabu nanti. Tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan kecuali berusaha sebisa mungkin menyelesaikan tugas itu. Ia tidak ingin mendapat nilai 'D' untuk tugas mata kuliah sejarah seni. Kalau ia sampai dapat 'D' masa depannya di Kim Art bakal terancam.
Seandainya ada orang yang ingin ia mintai bantuan, orang itu adalah Park Ji Hoo tapi karena salah satu kelemahan Park Ji Hoo ada pada mata kuliah ini, maka niat itu pun Hye Seon urungkan. So Hwan bersedia membantunya memahami tulisan Hanja yang ada di buku tersebut sehingga Hye Seon bisa memahami isi buku dengan lebih baik. Hanya saja karena ia sibuk juga di "Commoners", Hye Seon harus mengalah untuk menemuinya baik itu di rumah atau di galeri.
Hal ini tentu saja tidak mudah mengingat ia juga harus bekerja sampai jam sepuluh malam di toko tuan Kang. Biasanya So Hwan meminta Hye Seon untuk belajar di tempatnya sampai jam sebelas malam kemudian pembahasaan materi yang lainnya akan dilanjutkan pada hari selanjutnya. Lelaki ini memang seorang seniman yag tidak hanya berbakat dalam melukis tetapi juga memahami seluk beluk lukis. Ia tidak sama dengan Hye Seon yang hanya tertarik dengan seni tanpa mau berpikir panjang mengenai sejarah seni dan tetek bengek nya.
So Hwan paham betul tentang sejarah seni yang berkembang di Korea sejak jaman dahulu pada masa dinasti Jo Seon sampi seni rupa modern kontemporer yang berkembang di Korea sekarang. Ia juga dengan telaten mengajari Hye Seon bagaimana cara menjadi seorang seniman professional.
"Kim Art College hanyalah satu gerbang yang akan membukakan gerbang lain yang mengantarkanmu ke dunia lain. Dunia yang belum kau tahu pasti yang sering kita sebut dengan masa depan. Jadi jangan sekali-kali kau bepikir bahwa Kim Art College adalah akhir dari segala-galanya. Tempat ini hanyalah sebuah awal. Sebuah awal dari cerita panjang mimpimu. Kau harus tetap bekerja keras untuk mewujudkan mimpimu, Hye Seon."
Hye Seon mengangguk mengamini perkataan penuh nasehat dari So Hwan. Laki-laki ini memang terlihat dewasa. Kedewasaanya dalam melihat dunia membuat So Hwan tampak berbeda dari pemuda seusianya. Ia tak banyak bicara namun setiap perkataan yang keluar dari mulutnya adalah penghayatan dari cerita hidup yang ia saksikan. Kemalangannya sebagai seorang anak laki-laki dari keluarga terpandang dan cara-cara orang di sekitarnya memperlakukannya selama ini telah membentuknya menjadi pemuda berusia dua puluh tujuh tahun yang berkarisma. Wajar jika semua gadis di kampus mengidolakanya sebagai calon pendamping hidup mereka.
Jam menunjuk keangka 14:30 ketika Hye Seon sampai dihalte bus. Angin musim gugur yang bertiup cukup kencang membawa udara dingin dan menyapu dedaunan kering yang berserakan di tepi jalan. Beberapa mahasiswa seni musik yang ada di depan Hye Seon membuka payung mereka bersiap kalau seandainya hujan tiba-tiba turun.
Hari ini, halte bus terlihat kebetulan 'sangat aneh' karena tidak ramai seperti biasanya. Hanya ada lima mahasiswa yang sedang berdiri menunggu bus datang. Hye Seon merebahkan badannya yang lemas ke bangku tunggu yang kebetulan masih muat satu orang. Ia mengatur nafasnya yang terasa panas. Jangan-jangan ia sakit.
Hye Seon memegang dahinya, memastikan kalau ia baik baik saja. Ia tidak boleh sakit. Besok adalah hari terakhir ia harus menyerahkan paper-nya.
"Hye Seon, bagaimana keadaanmu?" Yu Mi tiba tiba muncul di sampingnya. Hye Seon hampir saja meloncat dari bangkunya karena kaget. Yu Mi dengan muka tanpa bersalah justru tersenyum jahil pada Hye Seon. Ia menyodorkan sebuah es krim cone. Tanpa pikir panjang Hye Seon langsung menerimanya.
"Aku baik baik saja."
Tak percaya dengan jawaban Hye Seon, Yu Mi terus saja mencecarnya.
"Wajahmu pucat sekali. Aku takut terjadi apa-apa denganmu. Bagaimana kalau kuantar ke klinik?"
"Tidak Yu Mi, terima kasih. Aku masih baik baik saja."
Yu Mi menghela napas.
"Ini pasti karena dosen killer itu. Ia memang kejam sekali. Kau pasti mengalami saat yang berat untuk menghindari nilai 'D".
" Aku yang salah.Kau tak perlu kesal seperti itu."
"Hye Seon ..."
Bus biru berhenti tepat di depan halte.Setelah penumpang yang di dalam bus turun, semua orang yang menunggu di halte pun masuk.Yu Mi menjejalkan dirinya kedalam bus yang penuh dengan penumpang, sedang Hye Seon malah berhenti sebelum naik ke atas bus. Dari dalam Yu Mi memanggilnya memberi isyarat kalau ada satu tempat kosong yang ia sisakan untuknya. Hye Seon mundur, ia menggeleng dan mengibaskan tangannya tanda selamat jalan.
Hye Seon merasa tidak kuat untuk berdiri dan berdesakan di sepanjang jalan sampai ke toko buku. Ia berencana naik taxi saja. Setelah bus biru berjalan cukup jauh, Hye Seon berjalan menyusuri trotoar. Ia akan menunggu taxi di bawah pohon rindang. Sebelum sampai di sana, "Brrakkk" tubuh mungilnya ambruk. Kepala Hye Seon berputar putar pusing, segalanya kemudian menjadi gelap. Beberapa orang yang kebetulan lewat langsung berkerumun mengelilinginya. Samar samar ia mendengar kepanikan orang-orang yang semakin lemah di telinganya. Secepat kilat Hye Seon merasa badannya teranyun ke atas. Seseorang,dengan panik, langsung mengangkat badan lemah Hye Seon. Ia meminta semua orang yang ada disitu membawakan barang Hye Seon dan memasukkannya ke dalam mobil Hyun Dai merahnya.Tanpa banyak pertimbangan ia langsung membawa Hye Seon ke klinik terdekat.