"Nona terima kasih," ujar bibi sambil membenarkan posisi tidur Min Jung.
"Tidak apa-apa bibi. Ngomong-ngomong..saya tidak melihat kakek dari tadi."
"Oh..tuan besar Kim...ia sedang berada di Jepang untuk mengikuti seminar pertukaran budaya antara Jepang dan Korea."
"Ehm.. apakah hal ini sering terjadi? Maksudku... So Hwan oppa..apakah dia sering bersikap seperti itu pada Min Jung?"
Bibi butuh lama untuk menjawab. Matanya gamang melihat ke arah pintu masuk, khawatir kalau So Hwan akan mendengarkan perkataannya.
"Sebenarnya..bibi juga merasa kasihan pada tuan So Hwan. Sejak kecelakan ayahnya dan setelah nyonya Kim menjadi.. kau pasti tahu apa yang kumaksud, bibi sering melihatnya melamun dan kadang juga menangis. Ia memang tak banyak bicara. So Hwan sering memendam perasaannya sendiri. Bibi maklum kalau ia bersikap kasar pad Min Jung," jelas bibi, setengah berbisik.
Hye Seon mengangguk paham. Setelah mendengar penjelasan dari bibi seperti ini, ia bisa memahami kondisi So Hwan.
"Kau.. sangat berani sekali..... Baru kali ini bibi melihat ada orang yang berani menasehati tuan So Hwan. Kakek saja tidak ia dengarkan."
Hye Seon tersenyum kecut.
"Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar."
Bibi, yang ternyata sudah hampir lima tahun bekerja di keluarga Kim, mulai menggoda Hye Seon. Ia bilang bahwa Hye Seon adalah satu satunya gadis yang pernah berkunjung ke rumah ini sejak So Hwan lulus dari SMA. Ini tentu saja sangat mengejutkan Hye Seon mengingat status So Hwan sebagai pemuda paling dipuja seantero Kim Art Colege. Bibi juga menambahkan mungkin Hye Seon adalah orang spesial bagi So Hwan sehingga ia membawanya pulang. Mendengar hal itu Hye Seon cepat-cepat membantahnya.
Setelah memastikan bahwa Min Jung sudah terlelap Hye Seon berpamitan pada bibi. Ia berjalan melewati lorong di antara kamar kamar besar menuju pintu keluar. Di ambang pintu keluar So Hwan berdiri menutup jalan.
"Bukankah kau ke sini untuk mengerjakan tugasmu? dan kudengar besok harus sudah dikumpulkan. Kalau tidak selesai..kurasa kau bisa mendapat nilai 'D'."
Hye Seon berhenti tepat di depan So Hwan. Ia menatap dingin laki laki itu. Moodnya untuk mengerjakan tugas sudah hilang karena "insiden"kecil yang barusan ia lihat.
"Aku akan menyelesaikannya sendiri..kau tidak usah khawatir."
So Hwan tersenyum tipis.
"Hah..kau benar benar keras kepala." So Hwan menarik tangan Hye Seon dan membawanya masuk lagi ke dalam rumah. Ia mengajak Hye Seon masuk ke dalam ruang kerjanya dan meminta Hye Seon untuk mengeluarkan buku serta USB yang berisi ketikan bahan untuk paper. Ia kemudian langsung menjelaskan sekaligus menerjemahkan tiga halaman terakhir teks tulisan hanja ke dalam bahasa Korea yang bisa Hye Seon pahami.
Tanpa banyak protes Hye Seon mengikuti perintah So Hwan. Dalam waktu dua jam paper nya sudah selesai dan langsung diprint kemudian dijilid ditempat. Hye Seon tersenyum puas melihat tugasnya sudah selesai.
"Diam di tempat.." So Hwan mengambil sapu tangan yang ada di kantongnya dan sedikit panik menempelkannya di hidung Hye Seon. Hye Seon bingung sendiri melihat tingkah So Hwan. Ia baru sadar kalau mimisan setelah So Hwan mendongakkan kepalanya.
"Apakah kau sakit?" mulut Hye Seon tertutup sapu tangan jadi ia tidak bisa menjawab. Ia hanya menggeleng.
"Kau bohong..sejak tadi kulihat kau tampak pucat sekali tapi..aku heran denganmu. Kau masih punya tenaga untuk mengomeli orang."
Hye Seon tak bisa bergerak. Sapu tangan So Hwan hampir menutupi seluruh mukanya. Setelah beberapa menit darah mimisannya berhenti juga. So Hwan menaruh sapu tangan yang berlumuran darah kebelakang. Ia kembali dengan memakai hoodie berwarna hitam.
"Aku akan mengantarkanmu pulang. Kau perlu istirahat."
Hye Seon cepat-cepat menolaknya. Ia ingat Hyung Won yang akan menjemputnya jika ia sudah menyelesaikan tugasnya dengan So Hwan. Saku Hye Seon bergetar, ada pesan masuk di HP-nya.
"Maaf aku tak bisa menjemputmu..Na Ra...dia sedang sakit.maaf."
Hye Seon menutup handphonenya. Ia melihat letih ke arah So Hwan.
"Kenapa mukamu seperti itu? Apakah ada yang salah?"
"Tidak.." Hye Seon berkilah menyembunyikan rasa kecewanya.