Chereads / Cinta Segi Empat / Chapter 36 - Jadian

Chapter 36 - Jadian

Senyum Hye Seon terkembang lebar ketika ia mendapati nilai B untuk tugas dari Bapak Hwang. Hasil kerja kerasnya selama lima hari non stop akhirnya terbayar sudah. Dosen Hwang memuji paper Hye Seon karena dianggap memiliki detail penyajian masalah yang menarik. Ia juga heran bagaimana Hye Seon bisa merangkum buku yang hampir sebagian besar teksnya dalam tulisan Hanja dalam waktu yang cukup singkat.

"Teman saya membantu menerjemahkannya. Apakah seonsaengnim keberatan?" jelas Hye Seon menanggapi kecurigaan Dosen Hwang. Lelali tengah baya ini tampaknya tak keberatan kalau Hye Seon dibantu temannya dalam menerjemahkan. Untung dia tidak bertanya siapa teman yang membantu Hye Seon.

Bantuan So Hwan memang sangat berarti bagi Hye Seon. Kalau tidak karena bantuan laki laki itu entah dengan cara apa Hye Seon bisa menyelesaikan tugasnya. Tapi menyebut nama So Hwan bukanlah ide yang bagus. Bisa bisa semua orang nanti menganggap keberhasilannya dalam menyelesaikan paper ini adalah karena So Hwan padahal Hye Seon benar benar hanya meminta So Hwan untuk menerjemahkan.

Hye Seon berjalan cepat menuju pintu keluar. Kuliah jam terakhir hari ini berlangsung lumayan cepat. Dosen Lee harus mengakhiri kelasnya lebih cepat dua puluh menit karena anaknya kecelakaan. Jahilnya, semua mahasiswa tersenyum lebar di atas penderitaan orang lain.

Smartphone Hye Seon bergetar. Ada pesan masuk. So Hwan.

"Aku ingin menemuimu di taman dekat toko buku."

. Hye Seon merasa tangannya tiba-tiba gemetar. Jantungnya juga ikut berdetak kencang. Ia berusaha untuk menghindari So Hwan sejak laki-laki itu menyatakan cinta padanya. Hye Seon belum siap untuk memberikan jawaban. Ia masih ragu apakah ia harus menerimanya atau tidak. Hyung Won jelas tidak bisa ia harapkan. Dalam kemisteriusannya, Hye Seon tidak yakin apakah Hyung Won memiliki perasaan spesial terhadap dirinya. Walau ia mengalami hal-hal yang mendebarkan dengan anak Keluarga Kang ini, Hye Seon tidak yakin kalau Hyung Won mengalami hal yang sama.

"Dia adalah orang yang tepat untukmu."

Kata-kata Hyung Won terngiang berulang-ulang di telinga Hye Seon. Dia mengambil napas panjang. Cepat atau lambat ia harus mengambil keputusan.

"Baiklah aku tahu jawabannya."

Hye Seon mengepalkan tangannya untuk menghilangkan ketakutan yang sudah meliputi hatinya. Ia berdiri tegak dan memandang lurus ke depan menyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan menyesal dengan keputusan yang akan ia ambil.

...

Taman dekat toko buku dan kafe "read" memang menjadi tempat istirahat yang cukup nyaman bagi orang yang ingin melepaskan rasa lelah.Taman kecil ini juga menjadi tempat istirahat Kim Suk Ju kalau ia merasa penat dengan pekerjaan di dalam toko. Hye Seon jarang sekali datang ke taman ini. Selain karena ia datang pada jam sibuk, taman ini tak tampak menarik bagi orang yang sudah ingin pulang dari bekerja.

So Hwan menunggu dengan resah di bangku pojok taman. Berkali-kali ia melihat jam tangannya memastikan Hye Seon tidak datang terlambat. Semenjak mengutarakan perasaannya kepada Hye Seon, ia tidak dapat tidur denagn tenang. Setiap hari yang ada di kepalanya adalah gadis itu. Bagaimana jika nanti ia..? dan bagaimana jika..?

So Hwan gelisah menunggu jawaban dari Hye Seon. Ia sudah terlanjur menaruh hati pada gadis itu. Apa yang mereka lewati bersama selama ini telah menaburkan benih-benih cinta dalam hatinya. Di mata So Hwan, Hye Seon terlihat istimewa. Ia memiliki semangat dan ketulusan dalam berjuang mewujudkann cita-citanya. Dia bukanlah tipe gadis yang sibuk bergosip tentang baju atau make up. Dan itulah yang membuat Hye Seon spesial di mata So Hwan yang notabene merupakan cowok paling diidamkan di Kim Art College.

Dari arah sekitar lima puluh meter di depannya, So Hwan melihat gadis pujaannya datang mendekat. Perasaan bahagia bercampur gelisah mendadak memenuhi hatinya. Hye Seon.. mungkin So Hwan terlalu berlebihan tapi gadis itu terlihat bagaikan bidadari di matanya sekarang. Mata So Hwan tak bisa berhenti menatapnya. Hye Seon berhenti tepat di depannya. Ia menjadi sangat kikuk mendapati So Hwan memandangnya.

"Hai!"

"Hai!"

So Hwan tersenyum. Dia mengatur emosinya supaya tidak terlalu kelihatan begitu tegang. Hye Seon menyodorkan es krim batangan pada So Hwan.

"Terima kasih. "

"Sudah lama menuggu?"

"lumayan."

So Hwan sudah berada di taman ini sejak ia mengirimkan pesan pada Hye Seon. Ia sedikit berbohong. Hye Seon ikut duduk di samping So Hwan. Meskipun perasaannya tidak karuan, ia berusaha bersikap setenang mungkin. Ia sudah yakin apa yang akan ia katakan jika So Hwan menanyakan tentang jawabannya terhadap ungkapan cintanya beberapa waktu yang lalu.

Sikap Hyung Won sudah menjadi petunjuk yang jelas bagi Hye Seon untuk tidak berharap pada sesuatu yang tidak jelas. Mungkin So Hwan berbeda. Dia sepertinya tulus menyukainya. Ada pepatah yang mengatakan bahwa dicintai itu lebih baik dari pada mencintai. Hampir tak ada penderitaan yang kita rasakan. Kita pun memiliki keleluasaan untuk memutuskan apakah kita menerima cinta itu atau tidak.

Hye Seon dan So Hwan bergelut dengan pikirannya masing-masing. Keduanya terdiam tak tahu siapa yang harus memulai berbicara terlebih dahulu.

" Lee Hye .."

"Oppa!" Hye Seon dengan cepat memotong kalimat So Hwan. Mata Keduanya beradu. So Hwan tertegun melihat senyum tipis Hye Seon. Hye Seon berusaha menenangkan dirinya, walau ia agak sedikit kikuk dengan tatapan So Hwan.

"Aku sudah memikirkannya."

Ia berhenti sejenak, mengalihkan pandangannya pada daun-daun yang berguguran tertiup angin. Angin awal musim dingin semilir mengoyak rambut sebahunya.

"Pada awalnya aku ragu ketika oppa bilang kata 'suka atau cinta' di depanku. Aku sama sekali tak menyangka akan mendengarnya dari seorang Kim So Hwan, cucu pemilik Kim Art College. Hampir seluruh mahasiswa di Kim mengagumimu dan aku juga salah satunya. Sadar atau tidak aku sepertinya lebih beruntung dari pada yang lainnya karena aku mengenal oppa lebih baik dari yang lain. Oppa..aku juga berani memanggilmu dengan sebutan itu. Dan yang lebih mengagetkanku, oppa berani menceritakan kehidupan oppa padaku. Bagiku itu adalah sebuah keberuntungan. Oppa adalah orang baik yang selalu membuatku selalu nyaman."

Hye Seon beranjak dari tempat duduknya. Ia sekarang berdiri diikuti So Hwan.

"Cinta? Aku kadang takut jika hal itu bisa merusak hal-hal baik yang telah kita jalin selama ini. Aku begitu terkejut sampai aku tidak tahu siapa sebenarnya Kim So Hwan. Apakah benar ia cucu master Kim yang tangguh atau hanya seorang pemuda biasa seperti yang lainnya?" Hye Seon membalikkan badannya. Ia mendongak melihat langsung ke mata So Hwan.

"Oppa, Maaf jika jawabanku ini tak bisa memuaskanmu. Terima kasih karena telah mencintaiku dan maaf jika aku harus bilang bahwa aku akan belajar mengenal Kim So Hwan dari awal."

"Lee Hye Seon ?" So Hwan mulai gelisah mendengar jawaban Hye Seon. Apa gerangan maksud gadis ini?

"Aku akan mengenal So Hwan dari awal. Karena selama ini aku mengenal oppa sebagai cucu master Kim aku tak bisa memahami oppa dengan baik. Maka.. ijinkanlah aku mulai mengenal Kim So Hwan sebagai seorang pemuda yang menyukaiku. Apakah jawaban ini bisa diterima?"

Seakan diguyur hujan kebahagiaan dari langit, Kim So Hwan tersenyum lebar mendengar jawaban tersirat "iya" yang Hye Seon utarakan. Ia bahagia sekali ternyata Hye Seon memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Lee Hye Seon telah menerima cintanya. Ini bukan mimpi.

Kim So Hwan mendekati Hye Seon dan serta merta menarik tubuh kecil Hye Seon ke dalam pelukannya. Ia mendekapnya erat sekali seakan tak akan pernah sekalipun berniat melepaskannya. Hye Seon hanya bisa berharap apa yang telah ia putuskan tak akan ia sesali.

"Aku tak akan menyesal," lirihnya pelan dalam hati.

"Terima kasih banyak, Hye Seon," suara pelan penuh arti itu terdengar jelas di telinga Hye Seon. Ia memang telah membuat pemuda ini bahagia.