Chereads / Liburan Ter - Angker / Chapter 14 - santet

Chapter 14 - santet

"Hooooeeek.." aku terkejut ketika mendengar suara orang muntah di dalam kamar mandi, lalu aku berlari menghampirinya.

"Papa sakit ?" Ku pijat pijat tengkuk suamiku yang masih mengeluarkan isi perutnya di dalam kloset. Badannya sangat dingin, keringat pun bercucuran dari semua lubang pori pori nya, termasuk wajahnya yang merah hampir menghitam.

"Hooeeeek.." sekali lagi dia memuntahkan isi perutnya. Aku pun panik tak karuan, raut wajahnya selalu berubah ubah. Tak pernah suamiku seperti ini sebelumnya.

"Hooooxxx.." suaranya kali ini tertahan, matanya mengerjap ngerjap, seakan akan tenggorokannya tercekat sesuatu.

Aku hanya terdiam memperhatikan saat dia memasukkan jarinya ke dalam mulut.

"Hooookkkss.." perlahan tapi pasti, aku melihatnya mengeluarkan benda hitam memanjang dan semakin panjang, benda yang selalu aku rapikan setiap harinya.

"Astaghfirullah haladzim." Pekikku.

Yah.. ada segumpal rambut di dalam mulutnya. Baru kali ini aku melihat hal yang seperti ini nyata, karena sebelumnya aku hanya melihat di film film horor televisi.

Perlahan mas Awi mengeluarkan gumpalan rambut itu dari mulutnya. Dan matanya terbelalak ketika gumpalan itu semakin panjang dan tanpa henti.

Aku yang menatap tak percaya hanya bisa beristighfar sambil tetap memijat tengkuknya.

Setelah gumpalan rambut itu keluar dari mulutnya, dia terduduk lemas di lantai kamar mandi. Matanya nanar menatapku.

"ada yang gak beres ma." Desisnya.

Aku membantunya berdiri dan memapahnya ke kamar. Membantunya mengganti pakaian yang basah karena tersiram air shower.

"Perutku gak enak ma, rasanya penuh dan sakit, aku sudah beberapa hari ini ga bisa BAB." Memang, aku lihat perut suamiku tak seperti biasanya, dia memang gemuk tapi perutnya yang tiba tiba membuncit besar dan keras kurasa memang tak normal.

Aku teringat kata Gus, teman ibu. "ada yang gak suka." Ucapan itu teriang ngiang di telingaku.

Setelah membantu merebahkan diri di kamar, ku ambil ponsel dan ku tekan dial pada nama ibuku.

"Ya Allah.. kok bisa, gak masuk akal SAR. Gimana bisa rambut masuk ke mulutnya?" Pertanyaan yang bertubi-tubi dari ibu membuatku terdiam. Aku tak bisa lagi menjelaskan penyakit apa yang di rasa suamiku. Dan telpon berakhir saat ibu mengatakan "besok ibu kesana".

Aku memang sedang butuh bantuan dan dukungan saat ini, suamiku butuh aku dan Amira pun tak bisa di tinggal. Sejenak aku merasa frustasi. Aku sendiri, di kota ini aku tak punya siapa siapa, jauh dari orang orang terdekat. Berjuang sendiri dan sakit sendiri, itulah yang aku rasa saat aku mulai putus asa.

Alhamdulilah ke esokan harinya ibuku datang, aku merasa ada penyemangat, ada yang menggenggamku, menguatkan ku, menopangku saat aku hampir tersungkur.

Berhari - hari kami mulai mencari pengobatan untuk suamiku, mulai dari berobat ke dokter, ke rumah sakit terbesar di kota ini, ke pengobatan alternatif tapi jawaban mereka sama, Suamiku hanya kelelahan, bahkan dokter pun tidak bisa mendiaknosis penyakitnya. Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan. Penyakit itu tak kunjung sembuh, bahkan bertambah parah. Badan yang dulu nya berisi, hanya tinggal tulang belulang menyisakan perut buncit. Aku kembali putus asa, rasa lelah menggelayut dalam otakku, tubuhnya yang ringkih, matanya yang menghitam dan nafas yang tidak teratur membuatku terus menangis. Aku rindu sosok nya, rindu tawanya, guraunya bahkan saat itu aku rindu marahnya.

Di saat seperti itu, saat aku sedang berdoa di sepertiga malam ku, aku menangis, meraung, memohon kesembuhan suamiku. Jika pun dia pernah kasar padaku, jika pun dia punya salah padaku. "Aku memaafkannya Ya Allah" ucapku dalam doa.

Lalu sekilas aku mengingat acara Ruqiah di televisi, yang setiap pagi aku lihat bersama si kecil.

"Oh iya, kenapa gak kepikiran untuk Ruqiah." Gumamku mengusap air mata. Seakan akan Allah membukakan jalan untukku yang mulai putus asa.

Ruqyah atau rukyah adalah metode penyembuhan dengan cara membacakan ayat ayat Al - Quran pada orang yang sakit akibat dari 'ain, sengatan hewan, bisa, sihir, rasa sakit, gila, kerasukan dan gangguan jin.

Malam itu juga aku bergegas mencari alamat tempat ruqyah di daerah tempatku tinggal melalui Google dan Alhamdulillah aku menemukannya.

Pagi harinya, aku mencari alamat griya ruqyah tersebut, dengan harapan agar beliau bisa segera membantu suamiku. Aku yakin, penyakit itu buatan manusia, tapi entah siapa karena kami pun tak bisa menerkanya dan kami merasa tak punya musuh.

"Alamatnya ini, pas sesuai dengan alamat di google" gumamku ketika tiba pada alamat yang tertera pada GPs tersebut.

"Tapi kenapa sepi?" Jelas saja aku mulai khawatir, air mataku pun kembali merebak. Bayang bayang kesembuhan suamiku mulai menghilang. Aku putus asa kembali, pikiran pikiran buruk pun mulai berdatangan , entah sudah berapa puluh juta uang yang kami keluarkan. Mulai dari dokter, rumah sakit, orang pinter dalam kota, bahkan luar kota pun kami datangi semua demi kesembuhan suamiku, tak ada perubahan ke arah yang lebih baik padanya, malah semakin hari semakin memburuk.

Di tengah keputusasaan ku, ada suara perempuan memanggilku.

"Assalamualaikum ukhti." Entah mengapa Suara dari dalam rumah itu menyejukkan hatiku yang gundah.

"Waalaikumsalam, maaf. Apa benar di sini tempat Ruqyah?" Tanyaku meyakinkan diri.

"Betul, tapi maaf bukanya masih nanti sore. Mari silahkan masuk." Perempuan bercadar itu membukakan pintu pagar untukku dan mengajakku masuk ke dalam rumahnya.

"Siapa kah yang ingin di Ruqiah ukht?"

"Suami saya, beliau sakit sudah berbulan-bulan tapi belum juga sembuh." Aku yang putus asa merasakan ada kekuatan saat melihat ayat kursi yang terpajang dalam pigura di dinding ruang tamunya,bayang bayang kebahagiaan akan tawa keluarga kami teringat kembali dan tanpa sadar aku meneteskan air mata.

Setelah aku menceritakan awal dan asal mula sakitnya suamiku, wanita itu menjawab.

"Baik, sepertinya ada jin yang menggangu keharmonisan keluarga ukhti, bisakah nanti sore kembali kemari ?" Tanya perempuan itu dengan memberiku air putih.

Aku pun mengiyakan dengan anggukan kepala dan pamit pulang.