Chereads / Liburan Ter - Angker / Chapter 19 - Noni Belanda

Chapter 19 - Noni Belanda

Noni Belanda

Sinar mentari mulai naik ke atas, riuhnya langkah dari koridor pun sudah terdengar. Si kecil sudah bangun dan sibuk memainkan jemari jemari tangannya dan di masukkan ke dalam mulut. Rupanya aku tertidur kembali setelah sholat subuh tadi.

"Pagi.. ayo bangun, kita sarapan. Katanya mau ke pantai." Ucap suamiku sambil menyisir rambutnya yang basah. Sepertinya dia sudah mandi duluan.

"Hemm... Jam berapa ini pa? Teman teman jalan jam berapa ?" Tanya ku yang masih malas untuk bangun dari tempat tidur.

"Ehmmm... Jam 8.00, kayak nya sudah pada turun sarapan ma. Yuk mandi ! Si kecil biar mandi belakangan aja."

Aku bangkit dari tempat tidur, aku usap wajahku dengan telapak tangan, rasanya masih ingin tidur saja. Ku langkahkan kaki menuju kamar mandi, tak lupa kulirik si kecil yang masih sibuk dengan jemarinya.

"Alhamdulillah sudah ga rewel." Batinku sambil tersenyum.

Setelah semua siap untuk sarapan , tiba tiba aku melihat gelas yang ada di atas meja bergeser sendiri. Bagaimana bisa ? Sudah tak ada orang di kamar ini , karena suami sudah jalan duluan dengan menggendong si kecil.

Aku bergidik ngeri,membayangkan bentuk aneh yang muncul di balik pintu. Aku pun buru-buru menutup pintu.

"Pelan pelan, ga usah lari. Ga akan papa tinggal kok, hehehe" ucap suami yang tau aku berlari saat menyusulnya, tangan kiri nya menggendong si kecil, dan tangan kanannya menggandengku menuju lift.

Selama di dalam lift aku hanya diam, hotel ini memang unik, saking uniknya penunggu nya pun unik unik. Rasanya ingin sekali pulang hahahha.. padahal baru kemaren aku bersemangat untuk berlibur , tapi kalau tau seperti ini...

"Hemmm.." desahku lelah.

"Kenapa ma? Kayak ga suka gitu ?" Tanya suamiku saat pintu lift terbuka.

"Gak apa apa pa." Percuma juga membahas kejadian gelas bergeser padanya, toh nantinya juga ribut lagi.

"Eh mbak sari , gimana tidur semalam ? Nyenyak mbak ?" Tanya Adela padaku , Adela teman kantor suamiku, yang sekarang kamarnya berhadapan dengan kamarku

"Nyenyak mbak, mbak sendiri gimana ?" Terpaksa aku berbohong, khawatir jika dia juga tak percaya pada yang namanya hantu.

"Hehehe jujur aja ya mbak, rasanya aku ga betah. Pengen pulang." Jawabnya berbisik.

"Kenapa mbak? Kan kamarnya bagus." Tanyaku berpura-pura, aku penasaran atas apa yg terjadi padanya.

"Semalam, aku mendengar seorang wanita menangis di kamar mandi. Namun waktu aku cek, gak ada siapa siapa di kamar mandi." Jelasnya sambil menyuapkan sesendok bubur ayam ke mulutnya.

"Oh, hehehe.. besok sudah pulang mbak, sabar ya." Jawabku mencoba menenangkan, padahal hatiku sendiri tidak tenang. Heheheh.

"Mbak yakin gak apa apa? Kemaren aku lihat mbak lari lari saat keluar dari kamar. Mbak gak apa apa kan?" Aku meliriknya sambil mencoba tersenyum, mau cerita tapi nanti menambah bebannya yang sedang ketakutan.

"Gak apa apa mbak, cuma kemaren buru-buru, ada barang yang tertinggal di kamar." Saat sedang asik sarapan, aku melihat seorang Noni Noni Belanda melewati beberapa pelayan dan menembus tembok, sungguh dia bisa menembus tembok. Dan akupun terpaku melihat apa yang baru saja terjadi.

"Mbak, mbak sari." Adela menggoyangkan bahuku yang masih terpaku dengan mulut menganga.

"Mbak, mbak sari.. mbak sari bisa melihat mereka ? Barusan lewat kan Noni Belanda?" Aku terkejut, ini kejutan ke dua setelah si Noni Belanda tadi. Adela juga bisa melihat mereka.

"Mbak Adel , juga bisa melihat mereka?" Mataku menelisik ke dalam matanya, mencari kejujuran di dalamnya.

"Hehehe.. bisa mbak, makanya aku gak nyaman, rasanya pengen pulang. Kangen bantal dirumah yang bisa bikin tidur nyenyak. Mbak sari kenapa bohong mbak ?" Ganti Adel yang menatap tajam mataku. Sambil menyeruput kopi hitam, matanya tak lepas dari mataku.

"Heheheh, karena gak semua orang percaya pada mereka yang gak nampak mata, terutama suamiku." Jawabku tersenyum dan dia pun balas tersenyum.

Kami pun pagi itu berpisah untuk melakukan kegiatan masing masing, hari ini acara bebas. Rencana ku dan suami hanyalah bermain saja di pantai, menikmati suasana. Dan sedikit melupakan rasa takutku.

"Kolam renangnya besar sekali." Ucapku lirih, saat kita berjalan menuju pantai yang tepat d belakang hotel. Aku melihat kolam renang yang begitu besar. Airnya jernih, biru namun sayang, seperti tak terawat. Banyak lumut hitam di dasarnya.

Sesampainya di bibir pantai, kulihat hotel tempatku menginap. Sungguh megah, hotel besar namun kusam, seakan akan tak ada warna cerah pada sentuhan dinding dindingnya.

Aku berlari menuju suamiku yang sedari tadi sudah duduk di atas pasir dengan memangku si kecil. Angin kali ini begitu kencang, tak ada pepohonan disana, hanya ada deburan ombak yang menggulung tinggi.

"Sepertinya kita gak bisa lama lama disini ma, kasian si kecil kena angin." Kata suami menyerahkan si kecil padaku. Aku membenarkan posisi dudukku, sambil memangku si kecil, kumainkan pasir di kakiku.

Aku benar benar menikmati kuasa Tuhan kala itu, ombak,angin, lautan, buih. Rasanya ingin sekali bermain didalamnya.

"Ma, papa ikut main voly bentar ya." Pamit suami dengan berlari ke arah teman teman nya yang sedang bermain voly pantai.

"Sayaaang.. kenapa menangis?" Si kecil yang dari tadi tidur tiba tiba menangis di pelukanku. Aku mencari di mana susu dot tadi di letakkan suamiku. Tas bayinya tidak ada di sekitarku.

"Pa.. papa.. susunya dimana ?" Tanyaku pada suami yang tiba tiba berjalan menjauh dari team volynya. Aku kejar langkahnya, namun semakin kencang dia berjalan.

"Pa.. papa mau kemana ?" Langkahnya terlalu cepat untukku, saat melewati koridor hotel. Aku baru tersadar, kenapa kamar kamar hotel di lantai bawah ini begitu gelap, Seakan akan tak berpenghuni.

"Pa.. papa.." suamiku semakin jauh melangkah dan hampir hilang dari pandangan. Si kecil pun ikut rewel, membuatku tak tenang.

"Ssstt.." tiba tiba aku mendengar suara di balik kamar . Aku berhenti dan menoleh ke kamar tersebut, Kamar itu gelap, segelap koridor ini. Bahkan cahaya matahari pun tak bisa menembusnya.

Saat aku akan meninggalkan kamar di hadapan ku, ada suara langkah kaki lain di belakang yang mengikutiku. Suaranya seperti kaki yang memakai sandal japit dan jalannya di seret.

Ku langkahkan kakiku dan ku percepat setengah berlari, tapi suara langkah itu pun semakin cepat.

"Ma.. mama.. mau kemana ?" Teriak seseorang dari belakang. Ketika aku menoleh, suara itu dari suamiku yang sedang mengejar ku.

"Loooooh papa .. " aku bingung , antara takut dan terkejut. Jika suamiku masih ada di belakangku. Lalu siapa yang ada di depanku tadi ? Siapa laki laki yang aku kejar tadi ? " Tanpa sadar aku meneteskan air mata, antara takut dan lelah.

"Mama ngapain disini ?" Dia panik, resah, suaranya terengah engah, seperti orang yang habis lari maraton.

"Aku lihat orang yang mirip papa, aku panggil gak noleh, jadi lah aku kejar." Ucapku terisak Isak.

"Ayo balik saja ke kamar, mungkin mama butuh istirahat. Biar si kecil sama papa aja sini." Di aambilnya si kecil dari pelukanku, aku melihatnya tanpa berkedip. Memastikan jika dia benar benar lelakiku.

"Pa.. kamu dengar langkah kaki di seret ?" Tanyaku saat suara itu datang kembali.

"Iya.. dari belakang kita sepertinya." Koridor ini begitu gelap , kamar kanan kiri pun gelap dan senyap. Kami pun mempercepat langkah. Baru kali ini aku melihat suamiku ketakutan, wajahnya pucat, bahkan langkahnya seakan ingin berlari.