Chereads / Liburan Ter - Angker / Chapter 20 - Resahnya Sang Ibu

Chapter 20 - Resahnya Sang Ibu

Resah nya sang ibu

"Sekarang percaya kan pa? Kalau mereka itu memang ada?" Tanyaku saat memasuki lift.

"Siapa? Mereka siapa? Cuma suara daun kering yang tertiup angin." Jawabannya benar benar membuatku gemas. Aku tak merasakan ada angin yang berhembus di koridor bawah tadi, daun kering memang berserakan disana, tapi gak ada angin.

"Masih belum percaya? Sungguh?" Suamiku tak menjawab, hanya mempercepat langkah kakinya saat kami sampai di lantai 15.

"Kita istirahat saja, rasanya papa meriang, Mual gak jelas. Bisa minta tolong pesankan teh ma?" Sesampainya di kamar, ku ambil gagang telp dan ku tekan nomor resto hotel, ku pesan teh panas plus beberapa camilan.

"Ya sudah, papa istirahat aja. Mumpung si kecil masih tidur, mama mau cari angin dulu di depan." Jawabku membuka pintu balkon. Ku sandarkan tubuh pada pagar balkon, menatap luas laut samudera yang terhampar indah di depan mata.

Si kecil masih tertidur pulas, aku merasa bahwa rewelnya si kecil adalah alarm akan hal hal aneh yang akan terjadi pada kami.

"Tok tok tok..!! " Ku dengar ada suara ketukan dari pintu kamar.

"Ya.." jawabku dengan membuka pintu.

"Saya mengantar teh dan beberapa makanan Bu, permisi." Ucapnya pelayan dengan sopan.

"Oh iya, silahkan." Ku buka pintu lebar dan ku persilahkan masuk.

Selang beberapa detik setelah menaruh pesananku di meja, dia pamit pergi. Dan tak lupa ku sisipkan uang tip padanya. Semua aman, ga ada yang janggal, semua baik baik saja.

"tok.. tok.. tok.." pintuku kembali di ketuknya.

"ya.." mungkin ada yang tertinggal batinku.

"permisi bu, saya antar pesanan ibu." Seorang pelayan ada di hadapanku dengan membawa baki makanan di atas tangannya.

"loh mas, pesanan saya sudah dikirm." Jawabku sambil menunjukkan makanan di atas meja. Pelayan itu tersenyum dan menyeringai padaku. Wajahnya meleleh dan berlubang.

"astagfirullahal adzim" teriakku terbangun dari tidur.

"alhamdulillah hanya mimpi" desahku, engga kebayang jika benar benar berhadapan langsung, menatap matanya dan yang paling aku ingat, deretan gigi lancip dan nyaring suaranya saat tertawa. Tapi anehnya, dalam mimpi wujudnya laki-laki namun mengapa suara tawanya berubah jadi wanita.

"ma.." ucap suamiku sambil menyodorkan segelas air minum ketika dia tau aku bermimpi.

"jam berapa pa ?" tanyaku mengusap peluh dan mengambil segelas air putih pemberiannya.

"masih jam 20.00 malam, mama mimpi buruk lagi ?" tanyanya sambil duduk di pinggir Kasur.

"iya, selama liburan mimpiku ga ada bagus bagusnya pa. Ternyata lama juga ya mama tidur, seingat mama tadi jam 14.15 mama masih membukakan pintu untuk pelayan hotel." Ku taruh gelas di atas meja, kulihat si kecil gelisah. Aku cek popoknya dan mengganti dengan yang baru saat aku tau pampersnya penuh.

"papa juga ketiduran setelah minum teh panas dan antangin tadi siang." Jawabnya tersenyum dengan memainkan jari si kecil.

"papa ngerasa ada yang aneh engga sih sama hotel ini ?" aku masih terbayang bayang makhluk dalam mimpi dan bergidik ngeri jika yang ada di dalam kamar ini adalah makhluk tersebut.

"engga, biasa aja. Bangunannya memang kusam dan interiornya juga antic. Semua hotel memang memiliki ciri khas tersendiri kan?' jawabnya sambil merebahkan diri di samping si kecil.

Entah mengapa aku semakin gemas dengan suamiku. Orang kok engga ada peka pekanya. Apa sebenarnya peka tapi sengaja bilang engga ngerasa biar aku gak semakin parno dengan hotel ini.

Aku buka gawaiku, liburan kala itu membuatku melupakan gawaiku, chat dari beberapa teman pun tak aku buka, tak aku balas. Beberapa miscall pun terabaikan. Entahlah, aku benar benar engga fokus. Hanya merasakan lelah dan lelah.

"Sar.. sehat nduk ? Ibu mimpi engga enak tentang mas mu." Kulihat ada SMS dari ibu mertuaku. SMS di kirim kemaren malam dan baru aku buka.

"Assalamualaikum." Ucapku setelah mencari kontak ibu mertua, jika aku balas SMS nya, pasti lama lagi membalasnya. Jadilah aku telpon saja.

"Waalaikumsalam nduk, kemana saja. Ibuk nunggu balasan kalian, kenapa bisa kompak gitu kalian berdua. Ibuk juga kirim SMS ke masmu, awi sehat toh ? Amira bagaimana?" Suara khawatir ibuk dari seberang handphone membuatku semakin merindukan beliau.

Meskipun beliau ibu mertuaku, tapi perlakuannya padaku tak jauh beda dengan ibu kandungku. Bisa di bilang aku beruntung memiliki dua ibu yang sama sama menyayangiku.

"Alhamdulillah buk, sehat. Kita semua sehat disini. Ibuk mimpi apa tentang mas?" Tanyaku khawatir.

"Ibuk mimpi, mas mu minta tolong sama ibuk, sambil nangis gitu. Masmu sehat kan nduk? Kenapa hapenya gak bisa di telpon?"

Ku perhatikan suamiku yang masih tertidur lelap di samping si kecil, ku pegang badannya. Kurasakan panas pada tubuhnya, dia menggigil kedinginan.

"Bukankah barusan baik baik saja." Tanyaku dalam hati.

"Mas nggak apa apa buk, mas sehat. Orangnya masih tidur, habis main voly di pantai seharian." Maaf buk, aku berbohong. Aku hanya engga ingin ibuk semakin khawatir.

"Ya wes kalau emang sehat, Alhamdulillah. Ya udah ibuk tutup dulu, jaga diri kalian baik baik. Sun sayang untuk cucu ibuk." Lanjut ibu dan mematikan handphone nya.

"Mas...mas.. ya Allah kenapa bisa demam gini, kamu gak apa apa mas ?" Setelah ku matikan handphone ku, aku cek lagi keadaan suamiku. Benar, dia panas dan lebih tepatnya demam. Ku cari obat penurun panas yang sengaja aku bawa dari rumah, ku ambilkan air dan ku minukan padanya. Ku ambil handuk kecil dan ku siram dengan air dingin dari shower lalu ku kompreskan pada suamiku.

"Ya Allah, sembuhkanlah suamiku." Doaku dalam hati. Panik.. jelas panik, yang tadinya suamiku baik baik saja tiba tiba demam.

"Pergi.. pergi.. pergi kamu!!" Teriak suamiku dengan mata yang masih tertutup.

"Pa...pa.. bangun.. papa.." ku guncang guncangkan badannya, terasa suhu badannya tak sepanas tadi.

"Mimpi apa ?" Tanya ku saat dia mulai membuka matanya. Matanya merah dan ada guratan ketakutan di sana.

"Aku mimpi.." ucapannya terputus saat ku sodorkan air minum dan dia habiskan langsung dalam waktu yang sekejap.

"Aku mimpi, ada sosok wanita bergaun merah mendekatimu dan si kecil dengan membawa pisau di tangannya. Matanya hanya ada satu di tengah dan dia hendak menyerangmu."

Baru kali ini aku melihat suamiku ketakutan, bukan takut pada makhluk tersebut, tapi takut kehilangan kami berdua.

"Tadi itu aku teriak. Pergi.. pergi.." niatku mengusirnya. Tapi dia engga pergi, malah semakin mendekati kalian." Bulu kudukku berdiri seketika. Aku melihat ada bayangan dari balik tirai balkon. Ku edarkan pandangan, ku cari cari handphone. Dan ku lihat jam menunjukkan pukul 21.45.

"Ibu tadi telp pa, menanyakan keadaanmu. Aku bilang kita semua baik baik saja, aku gak bilang kalau kita di teror oleh mereka."

Suamiku terdiam, tak ada sepatah kata pun yang dia ucapkan. Hanya tarikan dan hembusan nafas yang aku dengar keluar darinya.

"Maaf ma, maafkan papa. Bukan papa gak percaya dengan yang mama sebut mereka. Hanya saja papa gak ingin mama lebih ketakutan. Jujur saja, papa juga engga nyaman. Sabar ya ma, tinggal malam ini saja. Besok kita sudah pulang." Ucapnya sambil memelukku.

Aku ternganga, ah suamiku.. mengapa harus berbohong demi kebaikanku.