Hari ini rumah ibuku begitu ramai, hadirnya para tetangga menegaskan bahwa akan ada acara besar di rumah kami. Maklum, acara ini menyatukan dua anak manusia dari kota yang berbeda.
Yah.. aku dan mas Awi menantikan detik detik ini selama 6 bulan, aku dan dia tak butuh waktu lama untuk saling mengenal. 3 bulan lalu keluarganya datang melamarku dan mencocokkan tanggal lahir pernikahan kami sesuai adat Jawa. Semula hubungan kami baik-baik saja, seperti halnya orang yang menanti hari H di pernikahan nya, deg deg an, setres ,berdebar tak karuan.
Jika ada yang tanya, bagaimana awal mula kita bertemu?
Aku pun geli jika mengingatnya.
Aku bertemu dengannya beberapa bulan lalu di toko buku, Kebetulan aku penggemar novel novel romantis. Waktu itu tanpa sengaja tas kita tertukar di meja kasir.
"Mbak, maaf. Tasnya tertukar." Seorang pria berhidung mbangir mengejar langkahku yang sudah agak jauh meninggalkan toko buku.
Langkahku terhenti dan menoleh ke arahnya. "Eh, maksudnya mas? Ini milik saya." Ku tunjukkan tas bermotif dan berwarna sama dengan yang dia pegang. Aku terdiam sejenak, memandang wajahnya yang sedikit cubby dan aku berinisiatif untuk membuka tas yang aku pegang.
"Beda kan mbak isi nya.? Itu punya saya heheh, mbak buru buru ya? Sampai salah ambil tas orang."
Mukaku memerah malu, bisa bisanya salah comot tas. " Maaf mas hehe, iya saya buru buru. Terimakasih sudah mengantar tas saya." Ku berikan tas yg ada ditangan ku, begitu pula sebaliknya.
Waktu terus berlalu, hingga pertemuan itu menguap dari ingatanku.
"Ayo nyalon, rambutku wayah e creambath Iki, wes kayak sapu duk , kaku, bercabang.
( Ayo ke salon, rambutku waktunya creambath ini, sudah kayak sapu ijuk, kaku, bercabang ). " Ucap sahabatku rose dengan menunjukkan ujung rambut panjangnya yang terlihat mengering tak beraturan.
"Itu mah bukan sapu duk, tapi sapu sodo wkkwkkw. Salon Endi ? ( Salon mana )." Ku tutup buku novel yg tengah ku baca dengan menaruh pembatas buku di tengahnya.
"Nang mall yuk, sekalian ngadem. Tumben Dino Iki kok panas temen.
( Ke mall yuk, sekalian cari tempat sejuk. Kok ga seperti biasanya, hari ini panas sekali ). " Lanjutnya sambil menutup rambut dengan jilbab segi empat berwarna abu abu tua.
"Kamu ga kerja ? Enak banget ya pengusaha bisa seenaknya sendiri masuk dan mbolos kerja." Cibirku membenarkan setelan baju kerjaku.
Dewi Rose anak seorang penjahit terkenal , dia mengambil alih usaha ibunya karena ibunya sudah berumur, di tangan Rose bisnis jahitan ibunya berkembang pesat. Dia memiliki 10 karyawan profesional khusus memotong, 20 karyawan khusus menjahit, dan beberapa karyawan khusus bagian pemasaran.
"Nyalon di tempatmu AE piye ? Sapa tau dapat diskon.
( Ke salon tempatmu aja gimana? Siapa tau dapat diskon)." Ucapnya nyengir.
"Sapa yang mau ngasih diskon ? Kamu kan tau bosku galak." Terlintas wajah bosku yang tinggi, gemuk bermata sipit sedang berkacak pinggang.
"Tapi kan ganteng, Koko Koko kayak gitu limited edition loh sar." Di usapnya tipis bedak march berwarna pink ke wajahnya,sesekali melirikku sambil tersenyum.
"Limited edition tapi nek galak buat apa? Ga ngefek lah." Jawabku mencibir.
"Kamu tuh harus e bersyukur loh punya bos ganteng. Kayak e dia naksir kamu sar."
" Iiiihhh amit amit jabang bayi, moh.. Ra Sudi. Kamu ngerti ora nek si bosku genit, eh bukan genit tapi melambai, Wakakkaka." Tawa kami pun pecah, membayangkan bos di tempatku bekerja sedang berjalan bak perempuan yang menjinjing tas sambil tangannya ketawe-ketawe kata orang Jawa ( melambai ).
"Wes wes, ayo budal Selak awan. (Sudah sudah, ayo berangkat keburu siang )." Lanjut nya menarik tanganku yang masih males beranjak dari tempat tidur.
Siang ini begitu panas, matahari sepertinya sedang bahagia sehingga cahaya nya dengan mudah mengeringkan jemuran jemuran para tetangga.
"Aku kerjo sek ya, kamu nek wes mari nyalon bisa pulang duluan, aku masuk sift sore paling engga pulangku nanti sekalian tutup salon.
( Aku kerja dulu ya, kamu kalau sudah selesai di salon bisa pulang duluan, aku masuk sift sore. Paling engga pulangku nanti sekalian tutup salon )." Sahabatku hanya tersenyum dan menikmati perawatan rambut yang di berikan temanku Siska.
"Mbak, mbak yang kapan lalu tasnya tertukar dengan saya kan?" Seorang pria yang sedang refleksi menyapaku. Aku yang sedang menggunting rambut pelanggan pun menghentikan aktivitasku dan menoleh padanya.
"Oh iya mas, mas masih inget toh hehhehe..." Jawabku tersenyum dan melanjutkan tugasku.
"Mbak kerja di sini toh ? Kalau tau mbak kerja di sini, dari dulu saya pijat di sini hehehhe."
Hemmm.. jurus gombalnya keluar. Entah dia customer keberapa yang menggombaliku (merayu )
Hari hari berganti, setelah pertemuan itu mas Awi meminta nomor ponsel ku. Hari terus berjalan dengan komunikasi yang tak pernah putus. Sepertinya kami cocok, setiap obrolan kami tentang novel, film, dan cita cita kami sepertinya nyambung. Dan pada akhirnya dia mengatakan bahwa serius denganku dan ingin menikah denganku.
Ada rasa bahagia dan ada pula rasa sedih yang datang di saat yang bersamaan. Bahagia akan melepas masa lajang, karena sudah berkali kali aku gagal dalam bercinta.
Tapi sedih jika harus meninggalkan ibu dan adik adikku.
Tiga bulan berlalu dari awal perkenalanku dengannya, aku tak menyangka jika hal ini akan berlangsung begitu cepat. Malam itu mas Awi meneleponku, mengatakan bahwa besok dia dan keluarganya akan datang untuk melamarku.
Shock, kaget, terharu,bingung yang aku dan keluargaku rasakan. Bagaimana tidak ?? ini terlalu mendadak, kami belum menyiapkan apapun. Bagaimana mungkin kedatangan tamu istimewa tanpa adanya keluarga lain dari pihak keluarga ku.
Malam itu juga, aku dan ibu menghubungi saudara saudara terdekat kami, berharap beliau beliau besok bisa datang menjadi saksi kami.
Alhamdulillah keesokannya lamaran dadakan itu berakhir mulus, cincin pemberian calon suamiku melingkar indah di jariku. Kalung pemberian ibu mertua sudah bertahta di tempatnya. Dan tanggal pernikahan pun sudah di tetapkan.
*Dek .. aku ada tugas ke Jakarta selama tiga hari, kamu baik-baik ya di rumah sama ibu" ku baca pesan SMS dari mas Awi malam itu.
Ada perasaan jengkel, harusnya mas Awi duduk santai dirumah tidak kemana mana , karena kami akan menikah. Adat kami, saat anak anaknya akan menikah, kami tidak diperbolehkan keluar jauh dari rumah apalagi keluar kota.
" Bukannya kita ga boleh kemana-mana ya mas? Bukannya pesan si Mbah, kita dilarang keluar jauh sampai hari H pernikahan kita? Pernikahan kita tinggal seminggu lagi loh mas ." Jawab ku cemas bercampur kesal, jelas cemas .. aku tidak ingin terjadi apa apa pada pernikahan kami nanti. Percaya atau tidak, aku sangat mempercayai adat Jawa, karena ini warisan leluhur.
" Iya sayang , cuma 3 hari. gak lama.. kita tetap komunikasi, jangan pernah matikan handphone ya dek. Please ya dek !! ini tugas ga bisa di gantikan oleh siapapun." Ucap mas Awi memelas.
Mau tak mau aku mengiyakan, aku hanya menghindari perdebatan. Semenjak kita memutuskan untuk menikah, selalu ada saja Perdebatan yang tak berarti. Hal kecil bisa menjadi besar dan jika di fikir dengan kepala dingin itu tak masuk di akal.
"Kenapa harus emosi untuk hal yang sepele ?" Gumamku.
Hari pertama dan ke dua, semua berjalan lancar tanpa ada percekcokan yang berarti. Komunikasi kami juga baik baik saja, bahkan semakin mesra.
"Assalamualaikum.." salamku padanya lewat telepon seluler di hari ketiga. Dengan niat, ingin menanyakan besok pesawat sampai Surabaya jam berapa. Namun pertanyaanku tertahan.
"Waalaikumsalam.."
Aku terdiam, aku terkejut, aku hampir saja menangis meledak-ledak. Suara wanita.. aku periksa lagi nomor handphonenya. Benar, ini nomor mas Awi calon suamiku. Siapa yang berani mengangkat handphone nya, yang aku tau mas Awi sangat protect terhadap barang barang miliknya.
"Kamu siapa? Mana mas Awi ?" Tanya ku panik, ada rasa geram dan panas dalam hati bercampur jadi satu. Fikiran buruk pun melintas di otakku,
"mas Awi selingkuh. Itu suara selingkuhannya." Jeritku dalam hati.
"Haloo mbak, mbak Sari ya?? Lagi apa mbak?? Sudah selesai acara pengajiannya?" Tanya wanita itu sambil tertawa renyah.
Ucapannya begitu santai, tak ada sedikitpun rasa takut di nadanya.
"Kamu siapa ? mana calon suami ku ?" Bentakku kasar dengan emosi yang hampir meledak.
Tiba - tiba wanita itu tertawa mengikik, semakin nyaring dan suaranya semakin dekat. Serasa bukan ada di tempat yang jauh, tapi suara itu terasa ada di sampingku. Sejenak ada aroma bunga kenanga menyeruak dari belakangku punggungku.
Tiba - tiba aku teringat pesan tetangga Minggu lalu.
"Nduk, Jangan keluar di atas jam 10 malam ya, Ndak baik" tanpa bertanya, aku iya kan saja nasehatnya.
akhir akhir ini beberapa tetangga bercerita , mereka melihat wanita dengan gaun putih dengan wajah pucat dan jalan yang tidak menapak tanah berkeliaran setiap di atas jam 10 malam.
Bahkan anak tetangga yang lagi asik pacaran di depan rumahku pun tak luput dari ke isengannya.
Lalu aku cek kembali layar ponselku,
jam 22.45.
"Kikikikikik.... Ga usah melamun mbak, sudah malam waktunya istirahat." Aku yang masih belum sadar dengan apa yang terjadi, langsung berlari masuk kedalam rumah. Ku tutup pintu rumah rapat rapat, aku masih berfikir. Jika di seberang telp tadi benar selingkuhan suamiku, bagaimana dia bisa tau kalau aku sedang melamun? Bagaimana dia tau kalau dirumah habis mengadakan pengajian. Ya Tuhan.. makhluk apa itu??
"Mbak.."
"Aaaaaaa..." aku yang masih ketakutan, mendadak berteriak saat ada tangan menepuk bahuku dari belakang.
"Mbak ngapain? Abis kenalan sama mbak Fitri yo mbak?" Tanya adikku yang paling kecil.
"Mbak Fitri ? Mbak Fitri Sopo ?" Ku tatap wajah adikku, aku khawatir jika dia makhluk itu yang sedang menyamar sebagai adik kecilku.
"Itu tetangga baru kita ? Dia baru pindah ke rumah almarhum budhe Wiji kok mbak, baru semingguan iki. Kan semenjak budhe Wiji meninggal rumahnya kosong, mungkin di kontrakkan sama anak anaknya dan mungkin itu penghuni barunya. Mbak habis ngobrol apa sama dia ?" Jawab lugu bocah kecil 7th itu sambil menunjuk ke halaman rumah.
"Kamu liat wajahnya ? Seperti apa ?" Tanya ku penasaran, jelas jelas aku duduk sendirian di halaman rumah tadi.
"Dia cantik, rambutnya panjang sepunggung, bajunya putih, tapi sayangnya di wajahnya ada bekas luka dan di lehernya ada bekas memar berwarna biru."
"Ya Salam.." desahku meraup muka.
Aku tak melihat apapun, tapi kenapa adikku bisa menjabarkan bentuk rupanya. Apa adik ku ini indigo ?