Chereads / Liburan Ter - Angker / Chapter 6 - Teman Baru

Chapter 6 - Teman Baru

Sudah tiga jam kami membersihkan rumah ini, tapi seperti tidak ada perubahan. "Apa mungkin karena rumahnya terlalu kusam?" Batinku.

Satu persatu pintu kamar ku buka. Ku lihat ada ranjang berukuran 160 tergeletak tak beralaskan kasur di sudut ruang.

"Sepertinya kita di sisahkan ranjang pa." Ucapku sambil menyapu kamar.

"Lumayan lah, tinggal beli kasurnya saja. Masih kurang banyakkah ma yang belum di bersihkan?"

"Udah se, tapi kok rasanya masih tetep dan ga ada yang bersih hahahah... Uhuk uhuk uhuk." Aku yang tertawa terlalu lebar,lupa jika di hadapanku debu debu berterbangan.

"Hemmm.. yaudah ayo bersihkan, kita beli kasur habis gini." Di tatanya meja kursi yang sengaja di tinggal penghuni lama sedemikian rupa. Di pelnya lantai dari atas hingga bawah.

"Nanti di sini kita isi meja tv ya pa, di sini kita kasih lemari." Tunjukku menjelaskan tata letak perabotan yang nantinya akan kami beli.

"Terserah mama sajalah, yang penting rapi."

Setelah semuanya di rasa selesai, kami meninggalkan rumah dan mulai hunting perabotan.

_________

"Hoooaaam. Aku lelah." Ucapku sampai rumah dan menghempaskan badan pada kasur yang baru saja aku beli.

"Sementara ini dulu ya ma, besok papa ke Bali. Cuma tiga hari saja, mama jangan angkat angkat sendiri. Nunggu papa pulang."

"Bisa gak ke Balinya di cancel Minggu depan? Mama kan belum kenal wilayah ini. Belum kenalan sama tetangga kanan kiri, belum lagi bikin nasi untuk syukuran, masa iya ga di bantu?" Ucapku sebal dan menutup wajah dengan bantal.

"Syukurannya nunggu papa pulang ya! Nanti papa bantu selepas dari Bali, atau nunggu hari Sabtu aja, kan papa libur ma." Bujuk mas Awi merayu.

Aku pun tak menjawab ucapannya, badanku terasa begitu lelah. Tanpa sadar aku pun tertidur.

~~~~~~~

*Selamat pagi.." ucap mas Awi sambil memasukkan baju bajunya ke dalam koper. Sepertinya dia sudah terbiasa mandiri, mungkin nanti kebiasaannya akan aku ambil alih "Takkan ku biarkan dia melakukanya sendiri, faigthing!" Gumamku menyemangati diri sendiri.

"Papa yakin jadi berangkat?" Tanyaku menggelendot pada lengannya.

"Jadi lah ma, cuma dua hari. Janji!" Dia tersenyum, bahkan senyuman itu terlalu manis hari ini. Entah aku yang akan merasa kesepian atau kah dia yang semakin tampan.

Aku kembali merebahkan badan " aku harus apa hari ini? Aku belum mengenal tetangga sekitar."

"Mama kan bisa keluar rumah, menyapa mereka. Tanya tanya tentang penjual sayur dan toko toko sembako terdekat. Nanti saat papa pulang, papa janji akan bantu masak dan bebersih rumah." Lanjutnya dengan mengecup keningku.

Tin.. tin..

"Taxi papa datang, papa berangkat dulu." Pamitnya dengan menarik koper.

"Lho.. secepat itu? Belum sarapan pa." Aku bangkit dan mengejar langkahnya.

"Sudah tadi, teh hangat dan roti bakar, itu sudah papa siapkan buat mama."

Aku yang masih belum tega melepasnya, sekali lagi memeluknya dan mencium keningnya. " Haruskah pergi?" Pertanyaan itu lagi lagi terlontar dari mulutku.

Mas Awi hanya tersenyum dan membalas kecupanku. "Assalamualaikum." Pamitnya. Taxi yang membawa suamiku pun berlalu dari hadapan ku.

"Selamat pagi.. ibu, tetangga baru ya?" Seorang wanita muda menyapaku dari samping rumah.

"Oh iya Bu, saya tetangga baru." jawabku santun kepada tetangga kiri ku yang ku lihat membawa sapu.

"perkenalkan saya bu gotot. Ibu dari mana asalnya ?" dia menyalamiku.

"nama saya Sari bu, saya berasal dari Malang." Jawabku tersenyum dan memperhatikan halaman rumahnya. Seorang ibu muda yang memiliki usaha Laundry.

"semoga betah di rumah barunya, oh iya maaf sebelumnya mungkin ke depannya ibu akan sedikit terganggu, anak saya empat dan lagi aktiv aktivnya, yang besar TK B, no dua TK A, yang nomor tiga Paud, dan nomor empat baru umur empat bulan. Mereka sering berteriak teriak. Maaf jika nanti ibu terganggu. Saya juga ada usaha Laundry, kapan kapan mampir bu."

Bu gotot begitu ramah, dia memperkenalkan satu persatu anaknya yang lagi sibuk bermain di halaman rumah.

" baik bu, insyaallah nanti saya akan mampir. Saya masuk dulu ya bu, masih mau beberes rumah." Pamitku menutup pagar rumah dan tak lupa pula kulemparkan senyuman. Rumah ini tidak terlalu luas, rumah type 36/90 ini agak sedikit gelap buatku yang saat ini sendirian.

Kaca jendela yang gelap ,auranya dingin dan lembab. Dinding dinding yang mengelupas catnya, membuat aura rumah semakin menakutkan.

" tak apalah, toh aku juga nantinya akan jarang di rumah." Ucapku dalam hati. Aku memutuskan ingin ikut kemana pun suamiku ditugaskan, mumpung belum ada anak. Kalau ada anak dan mereka nantinya bersekolah, otomatis aku nantinya mengalah, menjaga mereka dirumah.

" bagaimana sayang dengan tetangga?" belum setengah jam dia pergi, sudah telp lagi.

"Aku lihat dari spion mama ngobrol sama tetagga sebelah." Lanjut mas Awi.

"Namanya Bu gotot pa, orangnya ramah banget. Aku harus bebersih pa, banyak pekerjaan hari ini. Aku mau bersihkan rumput di halaman. Itu cat waktunya ganti."

" iya, nanti kalau papa pulang ,kita belanja dan cari tukang buat benerin atapnya sekalian."

Percakapan kami berakhir dengan kata i love u too dan senyum rindu.

Kutinggalkan ruang tamu dan berjalan menuju kamar, ku rebahkan tubuh dia atas Kasur di kamar belakang. Rumah ini memiliki dua kamar, kamar depan dan kamar belakang. Kamar depan masih kosong, entah kenapa suami memilih kamar belakang untuk tempat kita memadu kasih.

'assalamualaikum" suara salam terdengar dari ruang tamu.

Aku bangkit dari tidurku dan menjawab salamnya. Ku buka pintu depan dan mencari asal suara salam tadi yang kudengar, namun di luar tak ada siapapun.

"sepertinya aku salah dengar, mungkin tamu tetangga sebelah." Kututup kembali pintunya.

Ku tata piring pemberian ibu di rak yang kami beli kemaren, ku pandangi piring itu dan ada nama yang terukir di belakangnya . Ku lanjutkan bersih bersih rumah, dari nyapu, ngepel, membersihkan kaca kaca. Meski sudah bersih, rumah ini tetap saja menakutkan. Tak terasa, sudah Berjam jam aku membersihkan rumah.

Sayup sayup adzan maghrib pun berkumandang, ku ambil handuk dan berniat untuk mandi. Namun, suasana rumah berubah menjadi aneh, seperti ada mata yang mengikuti kemana pun langkahku pergi.

Ku coba mengabaikan rasa itu dengan tetap berpikir positif, setelah mandi dan wudhu, ku gelar sajadah dan ku pakai mukenah. Suasana begitu sunyi, seakan akan seperti kampung mati.

Saat takbir baru ku ucapkan, dari ujung mata ku lihat ada bayangan putih melintas. Sesaat aroma kemenyan menyeruak memenuhi rongga hidungku.