"Haruskah bu?" itulah pertanyaan pertama setelah ia mencerna baik-baik maksud ibuny, tampak jelas keraguan dan ketakutan diwajahnya, sealin itu ia merasa wajahnya saat ini cukup menarik jadi akan sayanh sekali jika diganti, " hanya itu satu-satunya cara untuk kamu kembali ke tengah mereka tanpa disadari, dan untuk mengambip aoa yang jadi hakmu, berjuanglah sedikit" ibunya mengingatkan lagi sambil termangu pedih, " biar aku memikirkan ini sesaat bu," Yurika bangkit menuju kamarnya berdiri didepan cermin panjang yang bisa menunjukkan dirinya dari atas sampai bawah dengan sangat jelas, kemudian ibunya datang membuka pintu berdiri dibelakangnya dan berbisik meyakinkan " kamu akan jadi lebih cantik dari ini, ibu janji, ibu tahu apa yang kamu khawatirkan, tetapi itu tidaklah penting saat ini kamu hanya harus fokus dengan tujuan utama setwlah utu masalah lainnya akan gampang jika ada kekuasaan dan uang apalagi jika kamu memiliki wajah yang mempesona" ibunya tersenyum menatap putrinya lewat cermin dan melihat bayangan mereka berdua silih berganti, sebelum akhirnya Yurika mengangguk penuh keyakinan, "baiklah, istirahat saja, kita akan melakukannya pelan-pelan saja," ibunya berlalu dibalik pintu, namun "Bu, aku ingin tidur disampingmu, aku belum terbiasa disini" ia merengut menatap ibunya dari balik pintu, "baiklah" itu jawaban ibunya santai.
Seperti biasa, Yurika terbangun karena sorotan sinar matahari yang menyeruak dari belahan tirai terasa hangat dan menyilaukan, ia menatap jam dinding menunjukkan jam 8 pagi, masih ngantuk, dengan terhuyung ia mengambil handuk dibalik pintu membawa kekamar mandi lantai bawah, saat itu ibunya sedang membersihkan foto-foto lama dan memajangnya kembali, Parto dan Murni sibuk dihalaman membakar sampah dan menabur garam dimana-mana, "untuk apa garam itu bi?" Yurika penasaran
"Garam memiliki energi positif non, akan bagus untuk halaman dan rumah ini yang sudah lama terbengkalai, selain itu untuk mencegah binatang melata," Murni menjelaskan,
"Menyalakan api sesering mungkin juga bagus untuk aura rumah nona, jadi agar ada kesan ramai sehingga penghuni kasat mata mulai menyadari posisinya" Parto menambahkan sembari mengkorek-korek daun kering, mencerna itu ia jadi ingat peristiwa saat malam pertama ia tiba di pemukiman desa, dimana ia meraskan ada sosok yang memperhatikan dan tiba-tiba kaca mobil seperti diketuk-ketuk, tapi ia tidak memiliki banyak keberanian untuk melihat, mengingat tempat ini dimana dan seperti apa tidak heran jika ada mahkluk lain, hanya saja Yurika kurang serius tentang hal seperti itu, bukan dia tidak meyakini adanya mahkluk dimensi lain. Ini adalah hari kedua ia menatap matahari pagi dirumah ini, tidak ada hal mengerikan terjadi seperti apa yang dibayangkannya sebelumnya tetapi ia haruslah tetap waspada, ia kaget seketika mendengar suara benda jatuh di lantai atas, mereka semua berlarian menuju lantai atas, mereka khawatir Nyonya Susan dalam bahaya, benar saja, iq terkulai di sudut ruangan terhempas dari kursi kayu rapuh yang ia gunakan untuk memasang foto dan lukisan di dinding balkon, syukur tidak terjadi cedera serius, Yurika menyqpukan pandangannya ke sekeliling, matanya tertuju pada sebuah bukit tak jauh disebelah mereka, ia melihat seperti ada sebuah bangunan, tapi hatinya menampik, bagaimana mungkin ada bangunan ditempat seperti itu, kemudian ia mebantah lagi, tidak ada yang tidak mungkin buktinya rumah ini saja bisa dibilang berada ditempat antah berantah, kemudian ia bertanya pada Parto " Paman, sudah berapa lama ada disekitar sini?! Lebih tepatnya sejauh mana paman mengetahui tentang semua yang ada disini?! Tanya lnya sedijit tersendat namun penasaran, sangat penasaran rasa itu menjalar disekujur tubuhnya sejak tiba disini, namun tidak ada kesempatan dan keberanian untuk bertanya, ibunya menatap putrinya sambil mengusap foto mendiang ayahnya " Parto terdiam sesaat, akhirnya bersandar pada dinding balkon " saya berasal dari sebuah pegunungan saat itu, sebelum bencana datang dan menghamtam pemukiman kami, hanya beberapa yang bisa menyelamatkan diri kemudian lari kesini bermukim disini, kenapa kami memilih tempat ini, itu karena hanya disini kita tidak perlu mebayar mahal untuk sebuah pekarangan dan lahan, jadi kami memulai kehidupan kami disini, hingga saat kami berdua pergi ke kota untuk membeki beberapa keperluan bertemu dengan Tuan Susanto, kakek nona, beliau mengenalkan kami pada Nyonya dan mempekerjakan kami dirumah nona, saat itu saya menjadi tukang kebun, murni sebagai pengasuh nona, hingga ke adaan berubah sesuatu terjadi kami memutuskan pulang ke kampung halaman kami, dan kami menyarankan kelurga Susanto membangun villa untuk berlibur disini, namun semenjak Tuan Susanto meninggal dan Ibu nona menikah, tempat ini terbengkalai hingga saat ini " begitu Parto menceritakan dengan mata menerwang
"Jadi, yang ibu ceritakan tentang pengasuh masa kecilku adalah Bi Murni? " Yurika menatap ibunya sumringah, sang ibu hanya mengangguk tersenyum sambil mengenang masa itu, hingga membuat kepedihan kembali tersirat di kerutan wajahnya.
"Aku ingin jalan-jalan" Yurika mengajukan niatnya di tanggapi senyumn kecil oleh Murni,
" iya non, nanti saya temani," Murni menyanggupi.
Ketika matahari menyingsing ke barat ia mulai keluar untuk melihat sekeliling rumahnya yang dipenuhi pohon pinus, tidak jauh dari sana ada beberapa pemukiman yang sama menyerupai gubuk sederhana, selama 2 hari ini ia mengira rumahnya hanya sendiri dan terpencil, tapi sekarang rasa aman mulai ia rasakan setwlah melihat sekeliling, masih ada banyak gubuk hanya saja berjarak cukup jauh satu dengan yang lain, ketika tiba disuatu tempat yang sangat bagus, rindang, mentari menyeruak indah dari balik pinus-pinus, ia duduk disebuah dahan dengan kaki menjuntai, ia merasa sangat damai, nmun pandanganya teralihkan oleh bangunan dibukit sebweang, bukit yang ia lihat dari balkon tadi siang, ia pun bertanya " Itu rumah atau apa?! "
Murni mengikuti tatapan Yurika dan menjawab sebisanya " tidak ada yang tau jelas itu bangunan apa, beberapa orang mengatakan itu hanya rumah kosong"
Yurika hanya menatap tanpa berkata bangunan itu dari kejauhan, sekali lagi ia bergumam "ternyata aku tidak sendiri" masih ada banyak kehidupan disini, ia tersenyum sambil bangkit dari duduknya melangkah pulang kerumah.
Sperti biasa ketika gelap mereka mulai menyalakan ganset dan mengisi daya senter untuk digunakan saat keadaan terdesak ketika ganset sudah mati, Yurika menuju kamarnya setelah yakin akan baik-baik saja ia memberanikan diri untuk tidur sendiri dikamarnya, hanya ditemani senter kecil yang temaram, tirainya berbeda dengan tirai dikamar ibunya, swdikit transparan menghadap langit yang bertaburan bintang, jadi ia tidak takut malah menikmati pemandangan itu, ia duduk disisi jendela memperhatikan setiap cahaya mungil yang beterbangan, ia baru tahu itu namanya cahaya kunang-kunang, sungguh mengesankan sampai ia merasa sayang untuk memejamkan matanya, baginya ini adalah pemandangan luar biasa yang belum pernah dinikmati, tanpa sadar ia ketiduran bersandar pada sisi jendela kaca, ia sadar ketika hawa dingin menyelimuti tubuhnya dan bangkit untuk ke ranjang namun dengan terkesiap ia membeku melihat apa yang sedang ada didepan matanya diaman ia melihat se sosok laki-laki tinggi dengan jubah sedang bertengger disebuah disebuah dahan pinus tepat disamping pagar rumahnya yang berjarak hanya beberapa meter dari kamarnya, ia mengucek matanya berkali-kali, pasa kucekan ketiga bayangan itu tlah hilang tanpa jejak, jadi ia berasumsi hanya berhalusinasi, lalu melajutkan tidurnya hingga matahari pagi menerpa wajahnya yang menyilaukan, mengingat hal semalam seperti mimpi.