" Aku harusnya aku jujur padamu, dan menceritakan semuanya padamu,...tapi aku tak sanggup Nad,.....aku tak sanggup jika terjadi sesuatu padamu,...." beri aku waktu sedikit saja,...untuk menyelesaikan masalah ini,..." lirih suara Ardham di ceruk leher Nadine. Nadine yang merasa bersalah hanya bisa mencoba untuk mengerti keinginan Ardham.
" Kemarilah Dham,...duduklah,.." ucap Nadine membantu Ardham duduk di pinggir ranjang.
Nadine beranjak membuka laci mejanya, mengambil tissu basah dan obat merah.
" Kamu tahu Dham,...aku sekarang bukan lagi peri kecil, atau gadis kecilmu lagi, aku sudah dewasa Dham,..aku ingin keberadaanku juga mempunyai arti buatmu,...." aku tidak bisa diam seolah tidak tahu apa-apa, padahal aku bisa melihat dengan jelas, bagaimana wajahmu saat tertekan dengan masalah ini,....." aku ingin kita saling berbagi baik suka dan maupun duka,.." ucap Nadine, sambil membersihkan darah yang ada di punggung dan telapak tangan Ardham. Ardham tercenung dengan kata-kata Nadine yang menghangatkan sekaligus membuat sedih hatinya. Perasaannya semakin tenggelam dengan rasa ketakutannya.
" Kamu tahu Nad,...bagiku kamu adalah satu-satu nya yang kumiliki setelah kedua orang tuamu. Jika ada yang terjadi sesuatu padamu, aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi padaku,.." aku tahu,...kamu sekarang telah tumbuh menjadi gadis cantik dan dewasa,..." tapi bagiku kamu tetaplah peri kecilku, gadis kecilku yang harus aku jaga dan menjauhkanmu dari semua hal yang membahayakanmu,..." lirih suara Ardham menyuarakan ketakutannya selama ini.
Nadine menghela nafas dengan berat, sungguh sangat sulit meyakinkan hati laki-laki yang sudah tua ini,...
" Ardham,...lihat aku,...?" ucap Nadine menangkup wajah Ardham berusaha untuk meyakinkan hati Ardham lagi. " Kamu juga tahu, aku juga sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain dirimu, Aku juga punya perasaan yang sama denganmu, rasa kuatir dan rasa takut, jika terjadi sesuatu padamu,...kita mempunyai perasaan dan pemikiran yang sama Dham,.. karena ikatan batin kita sangat kuat. Jadi kenapa kita tidak saling menguatkan, saling berbagi dan saling menjaga,..." jelas Nadine berharap Ardham bisa mengerti dengan apa yang di katakannya.
Ardham menatap mata Nadine lekat-lekat sungguh dia tak mampu lagi untuk berkata-kata, apa yang telah di ucapkannya kini berbalik di ucapkan Nadine kepadanya.
" Kamu benar Nad,...kita harus saling berbagi dan saling menjaga,.." tapi bagaimana jika nanti terjadi sesuatu padamu,...apa kamu bisa menjaga dirimu Nad,...?" tanya Ardham masih dengan keras kepalanya. Nadine menatap Ardham dengan hati kesal,
" Jika di kepala kamu selalu berpikir seperti itu terus, kurung saja aku di dalam kamar,...!" aku tidak akan keluar ke mana-mana biar aku seperti burung di dalam sangkar,.." gemas Nadine dengan keras kepalanya Ardham.
" Kalau itu bisa menjauhkanmu dari bahaya, sudah pasti aku akan melakukannya Nad.. " ucap ardham membalas tatapan Nadine yang kesal padanya.
" Kamu,....!" kamu benar-benar keras kepala Dham percuma aku bicara panjang lebar jika kamu tetap hidup dengan rasa takutmu,..mulai sekarang aku tidak akan kemana-mana, aku akan tetap di sini biar kamu puas, tapi jangan harap kamu bisa masuk lagi ke kamar ini,..." geram Nadine menarik tangan Ardham dan mendorong tubuhnya agar keluar dari kamar. Ardham yang tidak berpikir Nadine bisa melakukan itu, hanya bisa terpaku saat Nadine mendorong tubuhnya keluar dari kamar.
" Eeehh,.,.Nad,...apa yang kamu lakukan sayang,..?" tanya Ardham yang pikirannya mulai blank menghadapi kemarahan Nadine, baru kali ini Ardham melihat kemarahan seorang Nadine.
" Kamu tanya apa yang ku lakukan,...?" aku bisa melakukan apapun,..." kamu pergilah jangan lagi masuk ke kamarku,..." aku akan di dalam kamar ini terus sampai kamu puas,..." tatap Nadine semakin geram melihat Ardham yang hanya menatapnya dengan ekspresi polosnya.
" Nadine dengarkan aku dulu,..kenapa kamu harus marah seperti ini,..." ucap Ardham bertahan pada posisinya dengan kakinya yang menahan bawah pintu.
" Kenapa aku harus mendengarkanmu,...kamu saja tidak mau mendengarkanku,..." ayoo cepat keluar dari kamarku,..." Nadine mendorong keras pundak Ardham, namun kaki Ardham menahan pintu dengan kuat, walau kaki sakit karena terjepit.
" Baiklah Nad,....aku akan mendengarkanmu,.." tapi please jangan usir aku dari sini,..." pinta Ardham yang akhirnya mengalah.
" Benar, kamu akan mendengarkanku,...?" tanya Nadine menatap wajah Ardham yang terlihat memelas. Ardham mengangguk pasrah.
" Berjanjilah padaku sekarang, kamu akan selalu mendengarkanku, dan menghilangkan rasa takutmu yang tidak beralasan itu,...?"
Ardhampun menganggukkan kepalanya lagi.
" Aku ingin kamu mengucapkannya,..." tatap Nadine tajam.
" Ya Nad,...aku berjanji padamu sayang,... sekarang biarkan aku masuk ya,...kakiku sakit terjepit,..." ucap Ardham sambil memperlihatkan kakinya yang terjepit pintu. Nadine menahan tawanya dalam hati melihat Ardham yang terlihat kesakitan dengan wajahnya yang begitu sangat tampan saat memohon padanya seperti anak belasan tahun. Dengan hati lega Nadine pun membuka pintunya dan menarik tangan Ardham agar bisa masuk. Dengan sedikit pincang Ardhampun duduk kembali di pinggir ranjang Nadine.
Hati Nadine iba sebenarnya harus memarahi Ardham yang sudah di anggapnya seperti orang tuanya sendiri, bahkan juga menjadi pamannya selama belasan tahun. Tapi harus bagaimana lagi, keras kepalanya Ardham susah sekali di patahkan. Baru dengan kemarahan Nadine keras kepalanya Ardham bisa hancur berkeping-keping.
" Mana yang sakit Dham,...sini biar aku pijat,..." kata Nadine dengan suara melunak. Ardham memiringkan wajahnya melirik Nadine yang memegang salah satu kakinya yang tadi terjepit. Sungguh dirinya telah jatuh sejatuh-jatuhnya pada gadis muda yang di hadapannya kini. Nadine kecil yang dulu manja padanya, baru saja memarahinya, dan dia pun tak bisa berbuat apa-apa selain bertekuk lutut mengibarkan bendera putih tanda menyerah.
Dengan sedikit ragu, Ardhampun menunjukkan kakinya yang terasa sakit. Nadine pun merasa bersalah karena ulahnya kaki Ardham memar dan sedikit bengkak. Tanpa bicara lagi, Nadine mengangkat pelan kaki Ardham dan di pangkunya di atas pahanya. Berlahan tangan Nadine memijat kaki Ardham dengan sangat telaten, sesekali terdengar suara Ardham meringis dan mengaduh. Hati Ardham meleleh dengan perhatian Nadine bahkan semakin meleleh saat Nadine mengecup kakinya yang membiru.
" Nad,...." panggil Ardam dengan suara bergetar menahan gejolak cinta dan rindunya pada Nadine.
" Apa,...?" jawab Nadine sambil menurunkan kaki Ardham yang baru di pijatnya, kemudian beralih menatap Ardham yang menatapnya sayu.
" Jangan pernah lagi memarahiku Nad,.. aku takut melihatmu marah seperti tadi,..." jawab Ardham jujur, yang membuat tawa Nadine terlepas tak bisa menahannya lagi. Nadine menggeseser duduknya, duduk lebih dekat di samping Ardham. Dengan penuh perhatian tangan Nadine menangkup wajah Ardham yang terlihat sangat lebih tampan saat wajah itu memelas. Seperti anak kucing yang minta di belai.
" Aku tidak akan pernah marah padamu sayang,.. aku melakukannya karena aku sangat menyayangimu,....aku hanya bisa mencintaimu dan akan terus mencintaimu,..." balas Nadine, seraya mengecup kedua mata Ardham, kemudian mengecap lembut bibir bawah Ardham. Ardhampun menatap Nadine tanpa berkedip sedikitpun, bibir bawahnya terasa basah tersentuh bibir Nadine yang lembab dan kenyal. "Aaaaaahhhhh Nadine kamu telah membuat aliran darahku menjadi panas dan menghangat,..." seru hati Ardham