" Ayo Marv,..." ucap Nadine setelah selesai menghentikan pendarahan Jian dengan mengikat lengannya dengan sapu tangannya.
Jian menatap kepergian Nadine dan Marvin dengan pandangan rumit.
Sepeninggal Marvin dan Nadine, jian menatap tajam ke arah kedua orang musuhnya yang terduduk masih dengan wajah yang meringis memegang tangannya yang darahnya masih mengalir deras.
" Aku tanya sekali lagi,....!" sapa yang menyuruh kalian,...?" desis Jian seraya mengambil dua belatinya dari belakang pinggangnya.
" Siapa yang menyuruh kaliaaaann,...?" teriak Jian sekali lagi , sambil menggoreskan belatinya pada kedua pipi dua laki-laki itu, Kedua laki itu berteriak kesakitan sambil sama-sama memegang pipinya yang mengalir darah segar.
" Kalau kalian tidak mengaku, baiklah,...aku terpaksa dengan senang hati aku akan mengakhiri hidup kalian,..." ucap Jian dengan suara dinginnya tepat di telinga salah satu musuhnya. Jian bersiap menodongkan pistolnya tepat di dahi kepala salah satu musuhnya, berlahan Jian memasang pelatuknya, dan bersiap menarik pelatuknya. Namun urung di lakukannya saat mendengar suara Ardham yang berteriak dari dalam mobil yang pintunya sudah terbuka.
" Tunggu Jianying,...!" teriak Ardham lagi,..seraya turun dari mobil menghampiri Jian yang masih pada posisinya memegang pistol yang mengarah pada musuhnya. Abay yang berjalan di belakang Ardham, menghampiri mobil musuh, untuk mencari bukti yang ada.
" Jangan bunuh dia,...biar Abay yang mengurusnya nanti ..." sekarang di mana Nadine,...?" tanya Ardham yang sangat mencemaskan Nadine.
" Di dalam mobil sama Marvin ..." jawab Jian seraya menurunkan pistolnya,...kemudian dengan gerakan cepat, Jian memukul telak di kedua tengkuk musuhnya secara bersamaan, yang menyebabkan keduanya pingsan sekaligus.
Ardham berlari cepat menghampiri mobil Nadine.
" Nadine,.. !" buka pintunya sayang,..." teriak Ardham dari luar sambil menggedor kaca cendela. Marvin yang melihat Ardham segera membuka pintu mobil, dan keluar berjalan menghampiri Jian dan Abay.
" Nadine,...." kamu tidak apa-apa kan sayang,.?" apa kamu ada terluka sayang,..?" tanya Ardham memeluk tubuh Nadine setelah masuk ke dalam mobil. Nadine yang masih terkejut dengan kedatangan Ardham, masih terdiam menerima pelukan erat Ardham.
" Aku baik-baik saja Dham,..." aku baik-baik saja,.." Jawab Nadine berulang-ulang, agar Ardham tidak merasa kuatir.
Ardham menangkup wajah Nadine yang terlihat pucat.
" Benar,...?" kamu baik-baik saja,..?" tanya Ardham memastikan lagi.
" Ya Dham,..." aku baik saja kok sayang,.."
" Syukurlah ,..aku tidak akan bisa memaafkan diriku jika terjadi sesuatu padamu sayang,..." ucap Ardham kembali memeluk tubuh Nadine dengan sangat erat.
" Dham,..." panggil Nadine dengan suara pelan.
" Ya Nad,...ada apa,..?" sahut Ardham menatap wajah Nadine seraya membelai pipi Nadine yang sedikit memerah.
" Lengan Jian terluka kena tembak, karena melindungiku,...bisakah nanti kamu membawanya ke rumah sakit,...?" tanya Nadine dengan hati-hati, karena dia tahu bagaimana cemburunya seorang Ardham. Ardham menatap penuh wajah Nadine, kemudian mengecup kening Nadine dengan penuh kelembutan.
" Bukan aku saja yang mengantarnya Nad,.. tapi kita berdua yang akan mengantarnya,..."sahut Ardham sembari memeluk Nadine dengan hangat.
" Makasih sayang,..." ucap Nadine membalas pelukan hangat Ardham.
Setelah mengantar Jian ke rumah sakit, Ardham mengantar Nadine ke kamarnya agar bisa beristirahat.
" Dham,..." panggil Nadine yang lagi berbaring di tempat tidur.
" Ya Nad,.. apa,...?" sahut Ardham pelan di samping tempat tidur Nadine seraya membelai rambut Nadine.
" Apa Marvin tadi sudah di antar Paman Abay Dham,...?" Marvin akan baik-baik saja kan Dham,..?" tanya Nadine beruntun kuatir akan Marvin yang jadi terlibat hanya karena masalah dirinya. Ardham menghela nafas panjang, " kenapa semua laki-laki yang ku kenal sangat di kuatirkan Nadine, Tadi Jian, sekarang Marvin,.." keluh Ardham dalam hati.
" Dham,..." kok diam sayang,..?"
" Kamu tenang saja Nad,..." Marvin sudah di antar Abay,..dan juga ada anak buah Abay yang akan menjaga Marvin,..." ucap Ardham dengan wajah yang terlihat sedih. Dan kesedihan itu tertangkap oleh Nadine.
" Dham,..." bisakah kamu memelukku,..?" pinta Nadine dengan suara lembut.
Ardham menatap bening mata Nadine yang menatapnya sedemikian rupa.
" Emm,...apakah ada sesuatu di wajahku Nad,..?" tanya Ardham lirih dengan wajah tertunduk. " Atau kamu baru menyadari jika aku sudah tidak muda lagi,..?" lanjut Ardham masih dengan wajah tertunduk tanpa menatap wajah Nadine yang sudah sangat gemas dengan sikap Ardham.
" Dham,..." panggil Nadine seraya menangkup wajah Ardham, di tatapnya mata coklat indah Ardham yang berada di hadapannya.
" Lihat aku sayang,.." bisik Nadine lirih menatap Ardham sambil mendekatkan wajahnya semakin dekat ke wajah Ardham. Mendengar suara Nadine yang begitu lembut, Ardham tak kuasa lagi, selain membalas tatapan Nadine.
" Aku sudah melihatmu sekarang,..." ucap Ardham menahan sedihnya sekaligus gelora di hatinya.
" Wajahmu sangat tampan Dham,..dari dulu saat usiaku masih kecil, sampai sekarang,...tidak ada yang berubah,...bagiku kamu tetap tampan,..." ucap Nadine seraya mengecup kedua mata Ardham. Hati Ardhampun meleleh dengan kasih sayang Nadine yang telah di berikan padanya.
" Aku mencintaimu Nad,..." bisik Ardham lembut di telinga Nadine.
" Aku tahu itu Dham,..." ucap Nadine membelai rambut Ardham.
" Kamu tidak membalas ucapanku ,..?" rajuk Ardham,menyusupkan kepalanya di ceruk leher Nadine.
Nadine tertawa terkekeh mengacak rambut Ardham dengan gemas.
" Ayolah Dham,..kamu sudah tahu kalau aku juga mencintaimu, bahkan dari kecil aku sudah mulai mencintaimu,.." sahut Nadine mengecup puncak kepala Ardham. Ardhampun melepas senyum, merasakan hatinya yang begitu berbunga-bunga.
" Kamu tidur ya Nad,....aku masih ada urusan dengan Jian dan Abay,.." ucap Ardham berdiri dari duduknya seraya mengecup kening Nadine , kemudian berjalan melangkah keluar dari kamar Nadine.
Nadine keluar dari kamarnya dengan wajah yang terlihat segar dan cantik, hampir dua jam Nadine beristirahat, rasa capeknya sudah menghilang. Nadine berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan makan malam. Namun langkahnya terhenti saat melihat Jian duduk di kursi yang kesulitan membelit lukanya dengan perban dengan memakai tangan kirinya,karena yang terluka di lengan kanannya.
" Apa perlu ku bantu Jian,...?" tanya Nadine menghampiri Jian.
Jian menatap Nadine sekilas. tanpa menjawab pertanyaan Nadine, Jian berupaya melanjutkan membelit lukanya dengan perban , namun tetap saja perban itu tidak bisa terbelit dengan rapi.
" Sini mana perbannya,...!" biar aku yang melakukannya,.." ucap Nadine merampas perban dari tangan Jian. Jian pun pasrah saat Nadine merampas perbannya.
" Lukanya sudah kamu bersihkan belum,..?" tanya Nadine menatap Jian.
" Sudah,.." jawab Jian asal, " cepat kamu perban aja,.."
" Ya sudah kalau sudah kamu bersihkan, aku hanya mengingatkan saja, jika tidak kamu bersihkan terlebih dahulu, bisa saja infeksi,..." jelas Nadine.
" Aku sudah tahu,...kamu jangan cerewet, perban aja lukaku sekarang, .." sahut Jian dengan suara datar. Nadine menelan ludahnya, sungguh lidah Jian memang tidak bertulang,..
Dengan hati kesal, Nadine mulai membelit luka Jian dengan perban, terakhir saat akan mengikatnya, Nadine menarik keras perban itu hingga Jian mengaduh kesakitan.
" Aaauhhh,...apa-apa an sih kamu,...!" teriak Jian menahan lukanya. Nadine tertawa dalam hati.
" Ehhh,..maaf sakit ya,...?" tanya Nadine masih menahan tawanya. Jian melirik Nadine dengan sorot mata kesal.
" Cepatan ngiketnya,.." ucap Jian melihat tangan halus Nadine yang mengikat perban pada lukanya.
" Sudah selesai,...." ucap Nadine sambil menepuk kan kedua tangannya.
" Apa yang sedang kamu lakukan Nad,...?" tiba-tiba suara Ardhan terdengar dari arah belakangnya. Nadine membalikkan badannya menatap Ardham yang sudah berada di hadalannya dengan sorot mata yang rumit.
" Ini,...tadi Jian kesulitan menutup lukanya dengan perban,... pas aku mau masak dan tahu itu,...jadi aku membantunya,... " jawab Nadine apa adanya.
" Hem,..." ya sudah,..." ucap Ardham singkat , kemudian berlalu meninggalkan Jian dan Nadine yang masih terpaku dengan jawaban singkat Ardham. Tanpa melihat Jian yang menatapnya dalam, Nadine menyusul Ardham ke ruang kerjanya. Tidak ada tempat lain yang bisa menenangkan hati Ardham selain ruang kerjanya. Dengan cepat Nadine menyusul Ardham yang sudah hampir masuk ke ruang kerjanya. Ardham melirik Nadine yang kini duduk di sampingnya.
" Katanya mau masak ...kenapa malah di sini,..?" tanya Ardham memicingkan matanya menatap wajah Nadine yang bersemu merah.
" Bagaimana aku bisa masak,..kalau hatiku tidak berada di sana,.." ucap Nadine melihat Ardham yang kini bersandar dengan mata terpejam.
" Kalau hatimu tidak di sana, lalu di mana,..?" tanya Ardham serak tanpa membuka matanya. Sungguh walaupun dia tahu apa yang di lakukan Nadine pada Jian adalah manusiawi, tapi tetap saja hati terasa sakit saat tangan halus Nadine menyentuh kulit Jian.
" Hatiku ada di sini,..." jawab Nadine sambil menepuk dada Ardham.
" Kamu cemburu kan,...?" tanya Nadine dengan suara merayu.
" Tidak,...!" jawab Ardham singkat masih dengan mata yang terpejam.
" Pasti Cemburu,...!"
" Tidak,..!"
" Kalau begitu biar besok pagi aku yang akan mengganti perbannya lagi,,.. " goda Nadine seraya bangkit dari duduknya.
" Jangan,...!" teriak Ardham menarik tangan Nadine hingga terjatuh dalam pelukannya.
" Jangan lagi kamu melakukan hal itu,...aku tidak bisa menahan rasa cemburuku Nad,.." ucap Ardham melemah, seraya mengulum lembut bibir bawah Nadine.